Hafizah dan Pramutama Bar: 9

60 15 3
                                    

Luther dan Wanda sampai di kedai ramen hampir bersamaan. Mereka bertemu di depan pintu kedai. Mereka ternyata sama-sama memakai baju merah.

Wanda mengamati Luther yang mengenakan kemeja merah kotak-kotak yang ujung bawahnya dimasukkan ke celana cokelat dengan sabuk hitam. "Mas Luther necis sekali," komentar Wanda.

Luther menggaruki kepalanya walau tidak gatal. "Oh, bi-biasa saja."

"Mau masuk, Mas?"

"Iya."

Luther dan Wanda masuk ke kedai dan menempati satu meja yang bisa diisi dua orang. Wanda memesan ramen miso dan Luther memesan ramen keju dan cabai pedas.

"Jadi, bagaimana ujianmu? Sudah selesai, kan?" Luther bertanya, memulai pembicaraan setelah pelayan kedai mencatat pesanan dan meninggalkan meja mereka.

"Ah, tidak bagus. Soalnya cukup sulit," jawab Wanda. "Meskipun ujian sudah selesai, kadang masih terbayang soal-soalnya yang sulit."

"Begitu? Tapi, kalau Wanda sudah berusaha, pasti diberikan hasil yang terbaik."

"Semoga saja."

"Ada kesibukan lain?"

"Oh, iya. Ada yang mau saya ceritakan," kata Wanda. "Jadi, saya pernah mengirim pesan ke Mbak Liona, desainer grafis yang pernah ke bar itu."

"Oh ya? Lalu?"

"Saya menghubungi Mbak Liona untuk bertanya-tanya tentang desain makanan. Setelah mendapat pesan dari saya, Mbak Liona bilang ingin bertemu saya langsung untuk mengajarkan saya. Mbak Liona bahkan sampai pergi ke kampus saya. Itu seminggu sebelum waktu ujian dimulai."

"Wah, menarik. Mengapa dia sampai mau bertemu langsung?"

"Mbak Liona seorang desainer grafis ahli yang sedang scouting. Mbak Liona memang menemui saya di kampus. Saya diberi tahu dasar-dasar desain. Saya juga diajarkan sedikit mengenai komposisi desain secara langsung oleh Mbak Liona." Wanda mengusap punggung tangan kirinya dengan tangan kanan. "Tidak hanya itu, ternyata Mbak Liona pernah mempelajari beberapa materi Teknik Pangan yang beririsan dengan materi Tata Boga. Mbak Liona dulu dari jurusan Tata Boga. Jadi, saya juga diajarkan materi-materi yang diujikan kemarin. Saya mentraktir Mbak Liona makanan yang enak di kampus sebagai imbalannya."

"Itu bagus, Wanda! Nah, kamu sendiri tertarik untuk mengikuti scouting dari Mbak Liona itu?"

"Untuk mendapatkan pengalaman dan wawasan, saya mau, Mas. Tidak apa-apa, kan?"

"Tidak apa-apa. Justru sangat dibolehkan. Akhir-akhir ini, orang-orang harus menguasai ilmu desain. Tidak hanya desainer, tapi juga orang-orang yang bekerja di luar bidang seni. Orang-orang pemasaran, penulis, pegawai, dan bahkan ilmuwan diharapkan bisa mendesain. Kalau tidak tahu cara mendesain sampai bisa menarik orang, bagaimana orang bisa tertarik untuk membeli produk atau membaca hasil penelitian?"

Wanda manggut-manggut mendengarkan. Wanda berniat untuk menyimpan kata-kata Luther tadi di otaknya.

Ramen pesanan Luther dan Wanda telah sampai di meja. "Selamat menikmati," kata pelayan yang menyimpan dua mangkuk ramen dan dua gelas ocha dingin di atas meja Luther dan Wanda.

Luther dan Wanda berterima kasih kepada pelayan tersebut sebelum pelayan tersebut pergi lalu memakan ramen masing-masing.

"Wah, ini kuahnya enak," kata Wanda.

"Oh ya? Boleh aku coba?"

"Boleh. Boleh saya coba yang punya Mas Luther juga?"

"Iya."

Mereka saling menyendok kuah ramen dari mangkuk yang berlawanan. Wanda dan Luther mencicipi kuahnya.

"Kuah miso-nya sedikit terlalu asin buatku," ujar Luther, "walau masih enak."

Hafizah dan Pramutama BarWhere stories live. Discover now