Hafizah dan Pramutama Bar: 11

87 13 3
                                    

Kafe dan bar Luther terletak bersebelahan. Luther, Sania, dan teman Luther sedikit memugar gedung untuk kafe dan bar sesuai kebutuhan kedua kedai. Pada dinding gedung toko yang menghubungkan kafe dan bar bersama, sebuah pintu dibuat. Dengan begitu, Luther dan Sania bisa berpindah dari kafe ke bar tanpa perlu keluar gedung. Begitu pula sebaliknya, dari bar ke kafe.

Kafe dan bar Luther dijadikan dua kedai yang berbeda, tetapi Luther-lah yang membawahi kedua kedai itu sekaligus, dengan bantuan Sania. Di pagi hari, kafe dibuka, Luther akan berada di kafe 9 to 5. Mulai sore hari selepas pukul 17.00, Luther akan fokus mengurus bar lalu kafe akan diserahkan kepada Sania sampai kafe tutup pukul 21.00 (atau sampai minuman kafe habis). Setelah kafe tutup, Sania akan membantu Luther di bar sampai bar tutup pukul 2 pagi. Tentunya, seiring bisnis berjalan, Luther dan Sania membutuhkan pegawai untuk kafe dan bar. Banyak orang melamar menjadi pegawai, baik di kafe maupun di bar. Bahkan, ada yang menawarkan diri untuk bekerja di keduanya. Hal itu tentu perlu dibicarakan baik-baik agar pegawai Luther dan Sania tidak bekerja terlalu lama, melebihi batas maksimal waktu bekerja.

***

Saat ini, Luther sedang berada di kafenya yang bergaya Indonesia Timur. Luther terkadang mengisi tempat kasir untuk pembayaran di kafe sesuai jadwal shift kerja bersama para pegawainya dan para pegawainya yang membuat minuman. Para pegawai (kafe dan/atau bar) dilatih langsung oleh Luther untuk membuat minuman apa pun dengan baik dan benar selama masa penerimaan pegawai. Para pegawai mengakui bahwa untuk ukuran seorang bos, Luther sangat ramah dan perhatian terhadap keadaan para pegawai dan keberjalanan pekerjaan. Luther pun melayani para pelanggan kafe seramah mungkin.

"Terima kasih. Ini minuman pesanan Ibu," ucap Luther sambil menyerahkan segelas kapucino dingin untuk dibawa pulang yang sudah distok Luther dan para pegawainya kepada seorang ibu-ibu. Hari ini, kafe sedang ramai. Sudah banyak pelanggan yang mengantre ke tempat kasir untuk memesan minuman dan makanan (Luther akhirnya menyediakan menu makanan kafe). Pesanan bisa untuk dimakan di tempat atau untuk dibawa pulang. Ibu tadi adalah pelanggan kedua dari terakhir yang mengantre saat ini.

"Terima kasih," ibu itu berterima kasih setelah membayar dan menerima gelas kapucino dinginnya lalu pergi meninggalkan kasir.

"Selanjutnya!" Luther berseru untuk membuat pelanggan selanjutnya yang terakhir maju ke dekat kasir.

Pelanggan selanjutnya maju ke depan. Pelanggan selanjutnya bertubuh lebih pendek daripada ibu tadi sehingga sebelumnya dia tidak terlihat di belakang badan ibu tadi. Luther melihat pelanggannya setelah ia menyimpan uangnya dalam mesin kasir. Seketika, Luther seperti terkena serangan jantung, tetapi untungnya bukan. "Si-silakan. Mau pesan apa?"

"Saya pesan lychee tea, avocado float, lemon squash, dan healthy green juice," kata perempuan pelanggan memesan minuman. "Lychee tea dan lemon squash-nya less ice dan less sugar. Semuanya dibungkus, ya."

"Oh, oke. Nanti pesanannya akan dibuatkan. Silakan tunggu terlebih dahulu. Atas nama siapa?"

"Wanda. W-A-N-D-A," eja perempuan pelanggan. "Saya akan membayar dengan scan QR code."

Ada waktu ketika mata Luther dan mata perempuan pelanggan bernama Wanda saling bertemu. Mungkin hanya sekilas, tetapi mereka yakin mereka bisa melihat mata mereka yang berkaca-kaca tercermin. Dengan mata yang masih lanjut berkaca-kaca, Luther lanjut mencatat pesanan Wanda itu. "Baik. Boleh menunggu dulu karena harus dibuat. Untuk pembayarannya, silakan scan QR code di samping mesin kasir ini. Totalnya 91.000."

Perempuan pelanggan bernama Wanda itu duduk di kursi terdekat setelah membayar dengan ponselnya secara cepat. Luther berusaha untuk fokus ke hal lain, seperti melihat ponselnya atau membuka mesin kasir lalu memandangi uang-uang di sana. Sesungguhnya, Luther menginginkan adanya pelanggan lain setelah perempuan pelanggan itu yang memesan ke kasirnya, tetapi tidak ada ternyata. Sesungguhnya, Luther sedikit berharap perempuan pelanggan itu mengajaknya mengobrol. Seperti dahulu.

Karena agak lama, Luther hampir saja pergi ke dapur saat seorang pegawainya datang membawa semua pesanan perempuan pelanggan bernama Wanda dalam kantung plastik. Luther menerima kantung plastik dari pegawainya itu. Luther pun memanggil, "Atas nama Wanda!"

Wanda berdiri dari tempat duduknya, langsung mengambil kantung plastik berisi pesanan minumannya. "Terima kasih," ucap Wanda.

"Sama-sama," balas Luther.

Wanda berbalik badan, membawa kantung plastik berisi minuman, dan berjalan meninggalkan tempat Luther berada. Luther hanya memandangi punggung Wanda pergi sampai ke pintu kafe.

Tiba-tiba, pundak Luther ditepuk keras dari belakang. Sania mengagetkan Luther dan membuatnya mengaduh karena pundaknya sakit. Sementara itu, Sania tampak seperti orang tergesa-gesa.

"Lho, Kak Luther!" Sania berujar, "Kok tidak menghentikan orang tadi?"

Luther mengernyit melihat istrinya. "Hah?"

"Itu Wanda Luthfiana! Jurnalis kuliner, fotografer makanan juga. Katanya, tulisan reportasenya selalu bagus dan membuat orang tertarik pergi ke tempat kuliner yang dia ulas. Masak pengusaha F&B tidak kenal dia?"

"A-aku ... baru tahu. Aku jarang baca majalah kuliner."

"Harusnya dia bisa meliput kafe dan bar kita. Aku pun suka dia. Dia masih baru di dunia jurnalisme, tapi namanya sudah melejit."

Luther mengedikkan bahu. "Kalau mau, coba kamu kejar saja dia. Cepat sana!"

"Boleh? Oke!" Sania segera berlari ke depan toko. Sepertinya, Sania berhasil mengejar Wanda Luthfiana yang menunggu lampu penyebrangan jalan kaki menyala. Luther mendengus. Luther memang melihat Wanda membawa sebuah tas kamera selempang tadi.

Hal yang terjadi barusan membuat Luther berpikir. Apa yang terjadi kalau aku berhenti? Tapi, itu mustahil sekarang. Seandainya Luther menolak untuk pergi ke Eropa, Luther belum tentu bisa dan akan membuat kafe dan bar yang pada akhirnya menjadi tempat Luther dan Wanda bertemu kembali. Mungkin di kehidupan lainnya, Luther bisa menerima kenyataan lain dan membuat keputusan lain dengan hati yang tetap lapang. Mungkin memang di kehidupan lainnya, ada cara yang membuat mereka bisa bersama dan mereka benar-benar melakukannya.

Hafizah dan Pramutama BarWhere stories live. Discover now