12. White Lie

6.7K 273 143
                                    

Lane membuang napasnya kasar. "Berdasarkan curhatan-curhatan gue, gue rasa kalian bisa nyimpulin sendiri, 'kan? Gue ngerasa kalau gue gak tau apa-apa tentang Luke sementara dia, seolah-olah sangat mengetahui semua hal tentang gue. Gue kadang ngerasa, apa ya? Semacam gagal bikin dia jadi terbuka sama gue."

"Mungkin emang sifat dia kayak gitu, kali," balas Sydney sambil mengaduk minumannya menggunakan sedotan dan dibalas anggukan setuju dari Rachel.

Lane menggedikan bahunya. "Luke emang full of mystery. Tapi, serius deh, gue kadang punya pemikiran kalau dia gak cerita ke gue gara-gara dia punya diary yang lain dan jauh lebih ngertiin dia dibanding gue. Gue takut kalau dia lebih nyaman sama diary yang itu. Dan buruknya, diary itu bukan gue."

"Lo jangan mikir macem-macem. Nanti kalau bener kejadian gimana?" tanya Rachel dan Sydney mengangguk setuju. "Omongan adalah do'a," timpalnya.

Hari ini Lane sudah cukup lelah karena tadi baru saja ulangan fisika dan ia malah duduk di dekat orang-orang yang pengetahuannya terhadap fisika sama dengan nol. Ditambah lagi ia teringat atas cerita Luke yang ternyata korban bully ditengah-tengah ulangan fisika tadi. Sangat menghancurkan konsentrasi Lane untuk menuliskan cara penyelesaian soal fisika walaupun mengarang. Intinya, Luke dan sifatnya yang setengah-setengah kalau cerita, cukup membuat Lane bingung.

Lane menenggelamkan kepalanya di meja kantin tempat lesnya. Lane yang menyeret Sydney dan Rachel kesini agar setidaknya ia memiliki lawan bicara selagi menunggu bel masuk berbunyi.

"Lane, dengan lo kayak gini, lo jadi terlihat sangat menyedihkan. Serius," kata Sydney sambil mengetuk-ngetuk kepala Lane layaknya pintu atau apa dan dibalas desisan Rachel. "Bego lu jangan ngomong gitu!" ucapnya setengah berbisik.

Lane mengangkat kepalanya tiba-tiba dan rambutnya terlihat tidak beraturan. Tiga detik setelahnya Lane tersenyum layaknya psikopat padahal ia hanya berusaha untuk melupakan Luke dan semua rahasianya. Setidaknya sementara.

"Udah ah, apaan sih, menye banget. Gak suka gue," rutuk Lane seolah tadi tidak terjadi apa-apa dan tidak ada yang menganggu pikirannya. Saat Lane ingin mengobrol lebih lanjut bersama kedua temannya, bel berbunyi tanda cewek itu harus segera melangkahkan kakinya ke kelas.

Lane menyampirkan tasnya di sebelah bahu kemudian menyedot minumannya satu kali lagi sebelum bangkit berdiri. "Gue duluan ya, macan-macan. Terimakasih atas waktunya." Lane berpamitan kepada Sydney dan Rachel lalu memutar tubuhnya menuju kelas.

Lane melangkahkan kakinya masuk ke dalam kelas dan memutuskan untuk duduk di salah satu bangku kemudian memainkan ponselnya. Sebelum satu suara menganggunya.

"Hai, Lane." Lane menoleh dan menemukan Axel yang baru datang dan juga duduk di bangku sebelahnya.

Ya, Axel yang tidak disukai oleh Luke ternyata teman sekelas Lane di tempat les. Lane tidak tahu apa yang harus ia katakan karena ini sungguh diluar dugaannya. Bukan salah Lane kalau ia sekelas sama Axel, 'kan?

Meskipun Luke pernah berkata kalau jangan pernah berbicara pada Axel, sepertinya Lane akan mematahkan omongan Luke karena ia membalas sapaan Axel. "Hai, Xel," kata Lane kemudian pandangannya tertuju pada ponselnya lagi.

Mungkin Lane kelewat konsentrasi pada ponselnya sampai-sampai ia tidak menyadari kehadiran guru yang akan mengajar hari ini. Begitu juga Axel. Mereka sibuk pada ponsel masing-masing.

"....we are good because our biology drives us to be good--oh, look at Axel and Lane. They're texting while sitting next to each other." berkat perkataan Ms. Cendy--guru les mereka--seluruh perhatian anak kelas tersorot pada Axel dan Lane. Lane mendongak dan tau-tau seisi kelas sudah gaduh.

Stand on the GroundWhere stories live. Discover now