18. The Talk

5.4K 239 107
                                    

A/n:

Chapter ini bakal drama karena...ya baca aja sendiri HEHEH. Ada notes yg lebih bacot lagi di bawah.

Selamat bacaAaaA


Tepat tiga puluh menit sebelum bel berbunyi, Lane yang hari ini diantar oleh Xavier, telah duduk manis di bangkunya. Suasana di kelas masih sepi karena yang datang baru dirinya dan beberapa anak pintar, rajin, dan disayang oleh guru yang tampak sedang membaca buku untuk pelajaran hari ini.

Tidak ada hal lain yang Lane lakukan selain memainkan ponselnya sambil mendengarkan playlist berjudul Jakun's di music player hpnya. Boleh Lane akui kalau selera musik cowok itu tidak jauh berbeda dengannya. Secara garis besar, mereka berdua sama-sama menyukai genre pop rock. Ed Sheeran bukan tapi Lane dan Luke suka.

Tiga buah lagu selesai berputar dan Lane bisa melihat Rachel yang baru datang. Dengan sepatu sekolahnya yang tidak digunakan dengan benar-hanya diinjak-dan juga sebuah tupperware di tangan kanannya. Rachel menyengir, menampakan giginya, seperti biasa lalu duduk di depan Lane karena setiap bangku sekolah mereka diperuntukan untuk satu orang.

Lane membalas senyuman Rachel namun seketika dirinya teringat dengan kejadian di supermarket kemarin. Rachel, Lea, satu mobil, tertawa lepas, dan terlihat super akrab. Tidak ada yang lebih Lane benci selain pemandangan itu. Cewek itu menimbang-nimbang, berpikir apakah lebih baik dirinya menanyakan hal tersebut pada Rachel atau tidak.

Tidak perlu heran jika melihat Lane sering tidak yakin saat akan melakukan hal yang sedikit berbeda. Karena cewek itu memiliki nyali payah. Lane mengetuk-ngetukan ujung jarinya pada meja. Berkali-kali cewek itu mencoba menyusun kalimat yang tepat, sarkastik, tanpa perlu terlihat sedih atau apa.

Sederet kalimat seperti, "Cie yang kemaren jalan-jalannya ke supermarket," hingga "Kemaren di parkiran ngetawain apa sih? Kok kayaknya bahagia banget, jadi pengen ikutan," mencuat di otak Lane. Tapi, dirinya ingat kalau semua hal terjadi karena ada alasannya.

Rachel mungkin menyembunyikan fakta bahwa dirinya mengenal Lea karena ada alasannya. Pasti ada, jelas.

Pada akhirnya, Lane memberanikan diri untuk bertanya. Cewek itu terlihat menarik napasnya kemudian menepuk bahu Rachel yang duduk di depannya. "Racheeel, ngobrol yuk," katanya.

Rachel terlihat tertawa kecil kemudian memutar kursinya. Sehingga posisi dirinya dan Lane menjadi berhadapan, hanya dihalangi oleh sebuah meja. "Cie yang kemaren jalan-jalannya ke supermarket," kata Rachel enteng sambil menopang dagunya menggunakan tangan kanan.

Sontak Lane bergeming ditempatnya. Mungkin jika posisi Lane sekarang berdiri, mungkin cewek itu bisa jatuh detik itu juga. Kalimat yang tadi ia pikirkan, yang awalnya ingin ia sampaikan duluan, ternyata meluncur dari bibir Rachel. Salah satu teman terdekatnya di sekolah.

Parah, batin Lane.

Lane membutuhkan sekitar satu detik untuk membalas omongan Rachel tadi. "Lo juga kan? Omong-omong, kemaren di parkiran ngetawain apa sih? Kok kayaknya bahagia banget, jadi pengen ikutan," balas Lane lancar hingga setelahnya cewek itu merasa tidak percaya telah mengucapkan kalimat tersebut.

Kali ini giliran Rachel yang nampak terkejut. Cewek itu terlihat membuka mulutnya untuk membalas perkataan Lane tapi kemudian bibirnya mengatup lagi. Dan pada akhirnya yang keluar dari mulutnya hanyalah, "Lane, gue.."

"Kenapa, Chel?" tanya Lane sambil tersenyum. Dan Rachel merasa terintimidasi dengan senyuman itu. Padahal senyuman yang Lane berikan bukanlah senyuman licik ala tokoh antagonis.

Rasa bersalah membuat Rachel tersiksa secara batin karena menyesal. Sebenarnya, Rachel bukanlah tipikal teman yang jahat. Tapi karena satu dan lain hal, Rachel jadi nampak jahat.

Stand on the GroundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang