29 - Worried

88 19 2
                                    

-9-

I'm a Beast

Cinta membuat seseorang tak berlogika

Cinta membuat segalanya menjadi sederhana

Apa pun, atau siapa pun

Cinta tetaplah cinta

29 – Worried

Eris menoleh ke belakang, mendapati dua bangku di belakangnya masih kosong. Ke mana Kai dan teman-temannya? Bel sudah berbunyi sejak lima menit lalu. Apa mereka tidak masuk? Atau jangan-jangan ... Kai sakit setelah menolong Eris kemarin? Tapi kemarin saat mengantarkan Eris ke villa ia tampak baik-baik saja. Ia bahkan masih bisa pamer dengan berjalan-jalan di tengah hutan, dalam cuaca dingin, dengan hanya menganakan hoodie tanpa lengannya. Apakah sesuatu yang buruk terjadi padanya?

Sepanjang pagi itu, Eris tak bisa berhenti mencemaskan Kai. Sudah tak terhitung berapa kali ia menoleh ke belakang hanya untuk melihat tempat duduk kosong itu. Biasanya, hanya salah satu dari mereka yang tidak masuk. Tapi hari ini ... mereka bertiga tidak masuk. Ketiganya.

Ketika tiba jam istirahat, Eris menahan Hana.

"Kau ... apa kau tahu kenapa Kai dan teman-temannya tidak masuk hari ini?" Eris bertanya.

Hana mengerutkan kening, menggeleng.

"Tidak ada surat, atau telepon yang menyampaikan ijin mereka? Benar-benar tidak ada kabar?" Eris berusaha untuk tetap tenang. Jujur, ia belum pernah mencemaskan orang lain seperti ini sejak ia tiba di kota ini. Dan meski ia sendiri merasa aneh melakukan ini, merasa seperti ini, ia tak bisa mencegah dirinya sendiri.

Hana kembali menggeleng. "Setiap kali salah satu dari mereka tidak masuk, tidak pernah ada surat ijin atas nama mereka. Mereka selalu membolos. Tapi melihat bagaimana mereka masih belum dikeluarkan dari sekolah, sepertinya keluarga Kai melakukan sesuatu tentang absen mereka itu. Mungkin mereka menelepon ke sekolah langsung." Hana mengedikkan bahu. "Kau mau aku bertanya pada Bu Dina?" ia berbaik hati menawarkan.

Eris menggeleng, tak ingin merepotkan Hana juga. Memang Eris sering mendengar bahwa mereka sangat sering membolos. Tapi biasanya mereka membolos bergantian, kan? Lalu kenapa tiba-tiba mereka tidak masuk bersama-sama seperti ini? Apa mereka memutuskan untuk membolos bersama? Berlibur ke suatu tempat?

Eris mendesah pelan, putus asa. Mungkin nanti sepulang sekolah dia harus pergi ke rumah Kai dan mencari tahu keadaannya sendiri. Tapi masalahnya, saat ini dia benar-benar sudah penasaran.

"Apa Kai tidak mengatakan apa pun padamu?" pertanyaan Hana kembali membuat Eris menatapnya. "Kalian ... pacaran, kan? Apa dia tidak ... mengatakan apa pun padamu?" Hana mengerutkan kening penasaran.

Eris bergerak tak nyaman di tempatnya. Ia bahkan tak tahu nomor ponsel Kai. Lagipula, hubungan mereka tidak seperti pasangan normal lainnya. Eris menjadi pacar Kai agar laki-laki itu berhenti mengganggunya, sementara Kai sendiri, memerlukan Eris untuk mendapatkan kembali popularitasnya. Manusia sombong itu benar-benar ...

"Kenapa kau tidak bertanya pada anak-anak kelas dua yang selalu bersama Kai itu?" usul Hana, mengingatkan Eris pada Adriel dan Xander.

"Ah, benar juga," Eris tampak lebih semangat. "Kau tahu kelas mereka?" ia menatap Hana penuh harap.

Hana tampak menyesal ketika menggeleng. Eris menghela napas berat. Tampaknya dia memang harus mencari tahu sendiri. Setelah melempar senyum singkat pada Hana, Eris bergegas meninggalkan kelasnya, pergi ke koridor kelas dua.

Eris memulai pencariannya dari ruangan XI IS 1 yang ada di lantai satu, mencari murid bernama Adriel dan Xander, tapi ia tak menemukan mereka di kelas IPS itu. Seorang murid dari kelas itu mengatakan bahwa kedua anak itu murid kelas IPA. Kemudian, iapun naik ke lantai dua. Di kelas IPA pertama yang ia masuki, ia langsung mendapat info bahwa Adriel dan Xander ada di kelas XI IA 3. Tak menunggu lebih lama, Eris bergegas ke kelas yang dituju untuk mencari mereka. Tapi ia kembali harus kecewa karena ternyata, hari itu Adriel dan Xander juga tidak masuk.

Wolf and The Beauty (End)Where stories live. Discover now