63 - Open the Memories

98 17 1
                                    

63 – Open the Memories

Sejak ia kembali dari perjalanan perpisahan dari pria asing itu tadi, Eris hanya mengurung diri di kamarnya, sibuk memikirkan kata-kata pria asing itu. Dan juga, air matanya tadi. Eris berusaha mengumpulkan setiap keping ingatan yang berhasil ia dapatkan sejak ia bertemu dengan pria itu.

Dari suara pria itu, yang Eris yakin ia kenali. Lalu saat pria itu memeluknya, dan bahkan menciumnya. Ia pernah memeluk dan mencium Eris sebelumnya, ia yakin itu. Tapi tak peduli bagaimana pun Eris berusaha mengingatnya, ingatannya hanya bisa berhenti di situ.

Ia ingat pria itu memeluknya, mendaratkan dagunya di kepala Eris. Dan samar ia mendengar pria itu berbicara, ia mengenali suaranya, tapi kata-katanya tidak terdengar jelas. Dan juga ... pria itu pernah menciumnya. Pria itu ... dia benar-benar kekasihnya dulu?

Tapi ia lantas teringat perlakuan pria itu padanya. Ia bahkan tidak berusaha melarikan diri meski Eris mengancam akan membunuhnya begitu ia mendapatkan ingatannya kembali. Malah, ia bersikap begitu lembut pada Eris. Ia memasak untuk Eris, mengajak Eris berjalan-jalan, mencium Eris, dan juga ... menangis di depan Eris.

Dan sial, kenapa pria itu tampak begitu terluka di mata Eris? Benarkah Eris yang sebenarnya telah menyakitinya? Eris juga yang memutuskan untuk meninggalkannya? Dan jika memang seperti itu, apakah itu berarti pria itu mencintainya?

Tidak, tidak. Ada yang salah di sini. Dan kepingan yang tidak lengkap dari ingatannya ini benar-benar membuat Eris frustrasi. Ia tidak tahu apa dan mengapa, kapan dan bagaimana. Semua kejadian yang terlintas di kepalanya, cerita-cerita itu, ia tahu ada alasan di belakangnya, tapi tak satu pun ia bisa melihat itu.

Pria itu ... ada yang ia sembunyikan dari Eris. Entah itu hal baik, atau hal buruk. Dan Eris masih belum bisa memercayainya, ataupun menerima semua ceritanya itu. Jika ini adalah gambaran, pria itu hanya memberikan sketsa kasar pada Eris. Jika ini adalah sebuah buku, pria itu hanya memberikan bagian akhirnya pada Eris. Dan pria itu, tampaknya tak sedikit pun berniat untuk memberikan lebih dari itu pada Eris.

Eris lalu menunduk, menatap tangannya, lalu perlahan memejamkan matanya, berusaha mengingat-ingat. Apa pun, sekecil apa pun, ingatan tentang pria itu. Lalu tiba-tiba, sebuah kilasan lain muncul di kepalanya. Sebuah tangan lain, bertaut dengan tangannya. Tangan itu, menggenggam tangan Eris erat. Dan jantung Eris mendadak berdegup tak beraturan karenanya.

Eris membuka matanya, dan kembali menatap tangannya yang kosong. Tangan siapa itu? Pria itu? Dan ada apa dengan jantung Eris yang mendadak bereaksi aneh seperti ini karena kilasan ingatan itu? Apakah itu berarti ... Eris juga mencintai pria itu?

Sial, Eris bahkan tak bisa menemukan satu jawabanpun untuk tanya demi tanya yang menyerbu kepalanya itu. Mungkin ia memang harus bertanya pada pria itu. Nanti, ia akan menanyakan nama pria itu, dan mungkin ia akan mengingat sesuatu. Jika tidak, ia akan membuat pria itu mengatakan semuanya pada Eris. Benar-benar semuanya.

Karena Eris sudah muak tersesat dalam pikirannya sendiri seperti ini.

***

Eris bersiap turun untuk makan malam setelah menolak tawaran Alia yang akan mengantarkan makan malam ke kamarnya malam itu. Toh ia masih harus menagih janji pria asing itu. Tapi saat ia hendak turun, ponselnya berbunyi.

Eris menghampiri ponselnya yang ada di meja rias dengan kening berkerut. Ia membaca nama yang muncul di screen ponselnya.

Elin.

Siapa Elin?

Sejak ia kembali kehilangan ingatannya kemarin, ia tak banyak mengobrol dengan Alia. Ia juga tak sempat bertanya tentang keluarganya, teman-temannya, dan orang-orang yang dikenalinya. Ia masih terlalu marah karena kondisinya untuk berpikir jernih saat itu. Yah, ia akan menanyakannya pada Alia setelah makan malam ini. Terlepas dari ia tidak bisa sepenuhnya percaya pada gadis itu, tapi setidaknya ia tetap harus tahu tentang keluarganya, kan?

Wolf and The Beauty (End)Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum