Chapter 50: Accept The Fact

37 1 0
                                    

Lara

Sepertinya salah satu pilar dalam diriku perlahan mulai runtuh. Aku yang tadinya tak ingin bertengkar dan berharap semuanya baik-baik saja setelah berhasil meraih gelar doktor hukum untuk melanjutkan pernikahanku dengan Zach dan anak-anakku sepertinya mulai goyah. Kehadiran calon bayi di dalam kandunganku membuatku sangat dilema. Ada sesuatu di dalam diriku yang tidak menerima kehadirannya. Aku memang tak ingin berkorban, dia juga tidak salah walaupun telah hadir di dalam kandunganku. 

Dia tidak bersalah, seharusnya itu yang terjadi. Seharusnya dia ku aborsi meskipun Zach melotot tidak setuju karena aku yakin dia ingin anak ini untuk lahir. Ku akui, Zach sangat menyukai anak-anaknya. Setiap minggu dia selalu menyempatkan untuk mengajak anak-anaknya keluar bermain atau sesekali main di dalam rumah. Dia lebih dekat dengan anaknya dibanding aku yang seringkali masih bekerja. Aku memang gila pekerjaan, sebut saja demikian karena aku memang telah terbiasa dengan hal itu.

Aku tidak tau harus berbuat apa jika harus meninggalkan pekerjaanku sebagai praktisi sekaligus dosen. Aku bisa paranoid jika harus menyempatkan waktuku hanya dengan menulis penelitian atau buku ilmiah saja. Aku bisa bosan, aku seringkali kesal ketika bosan karena hal itu sedikit mengingatkan aku kepada masa lalu. Aku sangat tak menyukainya, aku membencinya jika harus mengingat hal itu. Namun, aku tidak bisa bercerita kepada siapapun, aku membencinya sendiri memang harus aku yang menerima resikonya. Orang lain tak boleh terlibat karena hal itu dapat melukai mereka. 

Atau jangan-jangan memang dengan keadaan seperti itu, aku telah melukai suamiku. Keadaan dilematis ini membuatku meneteskan air mata. Aku tidak menangis sesenggukan hanya saja aku sangat bersedih ketika harus melalui fase ini. Rasanya begitu menyakitkan, sungguh aku bahkan tidak tau harus mengatakan apa untuk meluapkan rasa sakit ini. Aku sangat ingin mengaborsi anak ini akan tetapi, suamiku tak menyetujuinya. Dia mengatakan semua itu adalah anugrah, benar katanya hanya saja anugrah itu yang akan membuatku mengorbankan sesuatu yang aku tidak akan sanggup untuk melakukannya. 

Aku bukan wanita kuat sama seperti ibuku, aku memang lemah. Lelah sedikit saja sampai harus membuatku pingsan, kadang-kadang aku sakit hanya saja aku sering mengabaikannya. Itulah mengapa aku sering periksa rutin kepada Sherlien karena aku adalah orang yang lemah. Aku bisa sakit jika sangat kelelahan. Aku tidak ingin cepat sakit, itulah mengapa aku selalu menyempatkan waktu untuk berkonsultasi kepada Sherlien. Aku tidak bisa mengingat semua pengorbanan itu. Bahkan aku tak pernah berharap untuk menikah namun, apa daya? Aku sudah sangat mencintai suamiku. Mana mungkin aku melukai hatinya dengan menggugurkan anak ini. 

Nuraniku bergejolak, hatiku terasa seperti diiris, mataku hanya terasa mengalirkan air mata. Aku menghapusnya. Sepertinya Zach memperhatikan aku sejak tadi, dia tak tidur. Dia menatap wajahku yang sendu, mataku yang sembab sehabis menangis yang membuatku akhirnya mengatakan bahwa aku akan mempertimbangkan semuanya asal dia tak memberitau keluarga kami. Aku tak ingin mereka berharap lebih atas kandungan ini, aku bisa saja begitu kelelahan hingga bayi ini harus diaborsi karena masalah secara alami. Aku tidak tau apa yang akan terjadi selanjutnya dalam perjalanan kehamilan ini, itulah mengapa aku tak ingin siapapun tau. 

Aku sudah memberitau Sherlien dan Sara agar mereka menyimpan hal ini rapat-rapat. Mereka setuju dengan permintaanku. 

Zach bertanya apa yang aku sembunyikan dan aku rasakan selama ini. Apakah ada sesuatu yang belum selesai? Aku hanya tak ingin bercerita sebab dia tak perlu tau. Hal itu sudah ku pendam jauh-jauh sejak lama. Aku tak ingin mengeluarkan hal itu dengan menceritakannya kepada suamiku yang belum tentu dia mengerti betapa berat hal yang telah ku alami. Beberapa orang mungkin menganggap hal itu sepele akan tetapi, bagiku hal itu memberikan dampak besar bagi kehidupanku bahkan hingga saat ini. 

Mertuaku datang dengan membawa buket bunga kesukaanku, mereka cukup senang karena tidak terjadi sesuatu kepadaku. Aku harap mereka percaya dengan bualan kami semata agar mereka tidak tau bahwa sebenarnya aku sedang hamil dan pemeriksaan hari ini tak lebih dari sekedar untuk memastikan bahwa aku benar-benar hamil. Mereka pamit karena sudah mendapatkan jawabannya. Sementara, ibuku datang sendirian tanpa ayahku karena papa harus pergi ke US untuk menghadiri konferensi bisnis seperti biasa. 

Married to His LiesWhere stories live. Discover now