04. Ada Apa Dengan Rumah Mertua?

519 22 0
                                    

Bagian 4 - Ada Apa Dengan Rumah Mertua?

👠👠👠

Aku pulang ke rumah kami dengan keadaan kacau. Sore tadi Mama, Papa, Mbak Pika dan Mas Agam sempat bertanya-tanya ketika tidak melihat Mas Darsa masuk bersamaku.

"Darsa mana Lika?"

Dengan tangis pedih yang tertahan di tenggorokan, aku memberi jawaban sebaik mungkin dan masuk akal mereka.

"Mas Darsa udah pulang duluan sama Rafel, Ma. Rafel suka rewel kalo udah sama Ayahnya, jadi sama Mas Darsa dibawa pulang."

Atas jawaban itu, aku mendapat tatapan yang berbeda dari seluruh anggota keluargaku. Mamaku jelas menunjukkan raut kekecewaan, tapi berusaha disembunyikan. Sementara Papa menatapku dengan tatapan memicing, yang kuyakini Papa enggak percaya. Mbak Pika dan Mas Agam hanya menatapku bingung.

Saat ini jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Cukup larut untuk ukuran wanita beristri sepertiku pulang ke rumah. Sebenarnya aku pamit dari rumah orangtuaku tadi ketika habis maghrib, tapi aku healing sejenak ke taman dan memutari kota menenangkan jiwaku yang terguncang.

Dari luar, sayup-sayup kudengar suara Rafel yang bertanya ke Ayahnya, menanyakan keberadaanku. Rupanya Rafel belum tidur, padahal aku sengaja pulang terlambat agar enggak perlu berinteraksi dulu dengan Rafel. Untuk malam ini saja.

"Bunda ada di kamar mandi. Ayo, sekarang Rafel lanjut tidur di kamar."

Itu jawaban Mas Darsa yang masih bisa kudengar dari luar. Baru kutahu kalau ternyata Mas Darsa jago berbohong juga.

Aku memutuskan masuk setelah beberapa menit mereka meninggalkan area ruang tengah. Bersyukurnya pencahayaan di ruangan ini cukup remang-remang sehingga kehadiranku tidak begitu mencolok.

Ketika melewati kamar Rafel, tidak sengaja aku bertukar pandang dengan Mas Darsa. Insting lelaki Mas Darsa sepertinya bekerja, karena setelahnya dia memberikan tatapan yang bisa kuartikan sebagai tatapan yang melarangku masuk. Oleh karenanya, dengan pelan aku melewati kamar putraku menuju kamar utama. Alias kamar kami. Aku dan Mas Darsa.

Kulempar asal tas salempangku ke atas sofa, berikutnya kardigan yang kupakai dan menyisakan tanktop membalut setengah perut dan payudaraku. Suhu ruangan naikkan lantaran cukup dingin.

Aku duduk di sofa memainkan ponsel sambil menunggu kedatangan Mas Darsa. Aku sudah siap kalau harus adu mulut dengan Mas Darsa.

Benar saja tidak lama kemudian Mas Darsa masuk dengan sorot mata yang tajam. Menyorot mataku begitu menusuk dalam. Aku tak gentar dan malah balas tatapannya.

"Kenapa? Ada masalah?" aku bersuara duluan karena tidak melihat ada tanda-tanda Mas Darsa angkat bicara.

"Mulai besok dan terusnya kita akan pindah ke rumah Mami. Disini saya enggak bisa awasin kamu sama Rafel."

"Apaan! Aku enggak mau, ya, Mas. Pokoknya kali ini aku enggak bakal mau lagi tinggal disana."

Yang benar saja Mas Darsa ingin membawaku kembali tinggal di rumah orangtuanya. Bisa terjadi perang dunia ketiga kalau memang benar aku kembali serumah dengan ibu mertua dengan adik iparku.

Hubunganku dengan orangtua Mas Darsa bisa di katakan tidak baik. Terutama pada Mami dan adik Mas Darsa. Dua orang ini suka ikut campur dengan kehidupan rumah tanggaku bersama Mas Darsa. Mami suka mengkritik apapun yang aku lakukan. Suka mengomentari gaya hidupku dan caraku menghandle rumah tangga kami.

Menurut sudut pandang Mami, aku ini suka mengontrol Mas Darsa. Berpikir kalau aku lah orang yang sudah mengubah Mas Darsa menjadi anak pembangkan.

"Saya enggak ingin di bantah, Mandalika. Saya perhatikan disini kamu semakin melunjak. Pergaulanmu selama ini enggak mengubah kamu menjadi lebih baik," tutur Mas Darsa suara tertahan. Dia masih berdiri dengan jarak cukup jauh dariku. Kedua tangannya masuk bersembunyi di kantong celana boksernya. "Melalaikan kewajiban kamu sebagai seorang istri. Bergaul sampai lupa waktu. Atau... mungkin juga kamu sudah lupa punya anak dan suami."

7 Years MarriedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang