06. Sidak Mertua

447 23 0
                                    

Bagian 6 - Sidak Mertua

👠👠👠

Entah apa yang sudah suamiku itu katakan pada ibunya ketika pagi-pagi beliau sudah menyambangi hunian kami. Ibu mertuaku yang kupanggil Mami tiba-tiba mengabarkan kalau beliau sudah di depan rumah dan minta di bukakan pintu. Rasa kejutku tak sampai disana ketika mendapati seorang perempuan seumuranku berdiri bersamanya. Palwi. Adik bungsu Mas Darsa yang paling tidak kusukai.

Haaaah... akhirnya duo perusuh datang.

Pagi hari yang harusnya kusambut dengan hati riang dan damai meluruh bersama langkah kaki mertuaku dan Palwi memasuki rumah kami. Perasaanku mulai memburuk ketika langkah beliau berhenti tepat di depan meja makan.

Disana masih duduk putraku menikmati sarapan paginya. Namun begitu melihat Oma dan Tantenya datang, Rafel segera turun menyalami keduanya. Setelah itu, Rafel kembali ke kursinya melanjutkan sarapannya.

Jangan tanya dimana Mas Darsa sekarang, pasalnya aku sangat kesal padanya saat ini. Pertama, Mas Darsa mendadak mendapat callingan keluar kota, business trip dan sialnya baru tadi pagi dia memberitahuku. Kedua, kedatangan Mami dan Palwi tanpa adanya suamiku di rumah membuatku merasa terintimidasi di rumah sendiri.

2 vs 1

Aku sudah pasti kalah kalau memang ternyata kami beneran perang mertua vs menantu plus adik ipar. Andai ada Mas Darsa setidaknya dia akan bersikap netral.

“Mami mau sarapan dulu, Lika siapin?” aku bertanya setangah hati. Demi kesopanan.

“Saya sudah sarapan di rumah,” jawab Mami datar. “Nasi goreng mana bisa di sebut sarapan, Lika?”

Memang, sih, di rumah ibu mertuaku kalau kami datang berkunjung, sarapan di meja selalu sandwich, salad atau roti. Tidak ada nasi goreng, ayam goreng, tempe-tahu seperti yang ada di meja makan sekarang.

“Pantas saja putra saya badannya sekarang berisi, rupanya kamu kasih nasi goreng terus setiap hari,” protes mertuaku yang disetujui putri bungsunya yang masih betah menjadi perawan tua.

Iya. Palwi perawan tua. Itu sebutanku padanya yang sudah diketahui Mas Darsa. Pokoknya tidak ada cerita burukku mengenai keluarga Mas Darsa yang tidak diketahui suamiku. Pasalnya aku selalu menceritakan segala hal pada Mas Darsa. Tentu awalnya dia merasa tidak terima adiknya aku katai perawan tua. Tapi karena aku yang tetap ngotot menyebutkan begitu, akhirnya Mas Darsa hanya pasrah saja sambil menghela napas berat.

“Harusnya Mami bersyukur, karena itu tandanya Mas Darsa bahagia sama aku disini,” balasku sedikit menyindir sebenarnya.

“Halah, kamu emang nggak becus aja ngerawat Mas Darsa. Dulu sebelum sama kamu, body Mas Darsa bagus. Berotot pula,” adik bungsu Mas Darsa ikut bersuara memborongku. “Sekarang aja setelah sama kamu, badannya gempal gitu. Makanya cem-cemannya Mas Darsa pada menjauh gara-gara kamu gendutin.”

“Terus masalahku gitu?” balasku tak kalah sengitnya.

Jangan mengira aku bakalan diam saja diinjak-injak. Now way. Itu enggak akan pernah terjadi. Semakin tertindas, aku semakin beringas juga. Pengecualian untuk ibu mertuaku, tapi ya.

Palwi menatapku dengan tatapan berapi-api. Seakan ada kobaran api di laser matanya. Dia sempat beristatap dengan Mami yang kuduga pasti mengadu lewat batin.

Dasar, anak Mamai. Pantas saja si Palwi ini masih perawan tua...  lah sifatnya saja kayak begini. Laki-laki pasti sudah mundur duluan sama dia. Dia sebenarnya cantik dan menarik, tapi karena sikapnya yang judes dan keras kepala itu membuat kecantikannya itu luntur.

“Kamu ngelawan aja di kasih tau, Lika! Begini caramu memperlakukan keluarga suamimu? Apa begini orangtuamu mendidikmu?”

“STOP!” teriakku emosi.

7 Years MarriedWhere stories live. Discover now