Prolog

786 406 196
                                    

HELLO EVERYONE!

I'M DILLA AND THIS IS MY FIRST STORY ON THIS PLATFORM. BUT, ACTUALLY NOT REALLY. PREVIOUSLY I HAD MAD SEVERAL STORIES BUT I DELETED THEM HALFWAY BECAUSE I FORGOT THE PLOT. HEHE....

OK, BACK TO THE STORY,
SEBELUM NYA PERLU KALIAN INGAT BAHWA GENRE DARI CERITA INI ADALAH THRILLER, DAN MENGANDUNG SEDIKIT UNSUR 17+ JADI BUAT KALIAN YANG KURANG COCOK SAMA GENRE INI BISA DI SKIP YA, TAPI BUAT KALIAN YANG SUKA SAMA HAL-HAL BERBAU MISTERI AND PLOT TWIST SERTA MEMBINGUNGKAN KALIAN BISA COBA BACA.

AKU HARAP KALIAN SUKA SAMA CERITA KALI INI, JANGAN LUPA VOTE AND COMMENT SEBAGAI TANDA DUKUNGAN KALIAN ATAS CERITA INI

— HAPPY READING —

Meyra Deshire—Gadis itu terus berlari tanpa memperdulikan apa yang ada di depannya. Luka-luka di tubuhnya, murid lain yang heran melihatnya berlari tanpa arah, bahkan tidak sedikit guru yang berpapasan lalu menyapanya beberapa kali, namun tidak satupun dari mereka yang ia hiraukan.

Hanya satu hal yang ada di pikirkannya saat ini, tentang bagaimana caranya agar bisa kabur dari manusia berjiwa iblis yang mengejarnya saat ini.

Sampailah ia di depan toilet putri. Meyra lantas masuk ke salah satu bilik di dalam toilet itu, yang mana di dalamnya ternyata ada seorang gadis lain yang tampak begitu mirip dengannya. Mereka bukan saudara, tapi entah mengapa mereka terlihat begitu mirip.

Meyra segera menarik paksa gadis itu untuk keluar dari bilik, setelahnya, ia masuk dan mengunci pintu bilik itu seorang diri tanpa memperdulikan nasib gadis yang ternyata adalah temannya sendiri.

Jahat, memang jahat. Dia justru berharap sosok yang mengejarnya akan terkecoh dengan kemiripan keduanya dan beralih memangsa gadis itu. Walaupun gadis itu adalah temannya sendiri, tapi dia cukup tega untuk mengorbankannya.

Adelline—Gadis itu kaget sekaligus bingung dengan tingkah laku Meyra yang langsung menariknya begitu saja lalu buru-buru masuk bahkan hingga menguncinya. Ia beralih memandang sekitarnya dan mendapati seorang murid laki-laki berdiri di hadapannya, yang tak lain dan tak bukan adalah Kakaknya sendiri.

"Mau kabur kemana lagi, hm?" tanya seorang murid laki-laki itu dengan seringai jahat dan tatapan tajamnya, layaknya seekor harimau kelaparan yang berhasil memojokkan mangsanya.

"Kakak ngapain masuk ke sini? Ini 'kan toilet putri," ujar Adelline menatap heran pada sang Kakak.

"Kenapa? Siapa suruh lo masuk ke sini. Ingat... kemanapun lo pergi gue bakal tetep ikutin lo, meskipun lo pergi ke neraka sekalipun."

"Hah?" Adelline menyerngitkan dahinya bingung, ia benar-benar tidak bisa memahami ucapan sang Kakak. Di tambah lagi dengan penampilannya yang terlihat lusuh dengan rambut acak-acakan, serta sebuah pistol berjenis SIG Sauer P226 yang ia genggam erat di tangan kanannya.

"Kakak mau ngapain? Kenapa bawa-bawa pistol segala? Ini di sekolah kak, bukan di sarang tikus brengsek itu."

Raut wajahnya seketika berubah kala ia mendengar kalimat itu terucap dari mulut Adelline. Kalimat 'Tikus kotor'.

PLAK!

Tamparan keras baru saja menghantam pipi Adelline. Bagaimana bisa seorang Adelline yang sangat di hormati selama ini di tampar begitu saja? Terlebih lagi, oleh Kakak kandungnya sendiri.

"AKH!" Adelline memekik kesakitan, merasakan rasa panas mulai menjalar dari pipinya. "Kakak nampar aku?!"

Murid laki-laki itu tidak menghiraukan perkataan Adelline, ia semakin memajukan langkahnya.
"Tau apa lo tentang tikus kotor?" tanya laki-laki itu begitu sampai di hadapan Adelline.

"Kenapa tadi Kakak tampar a—"

"JAWAB! TAU APA LO TENTANG TIKUS KOTOR, HAH?!"

"Aku ini Adek Kakak, jelas aku tau tentang dia!"

"SIAPA YANG LO PANGGIL KAKAK, 'HAH?!, GUE BUKAN KAKAK LO BANGSAT!" Sarkas laki-laki itu penuh amarah. Bagaimana mungkin seorang Kakak tidak mengenali Adiknya sendiri?

"Lo mati sekarang aja deh ya... nyusul si bajingan itu."

"Kok Kakak nyamain aku sama orang itu sih?! Aku ini Adek Kakak, Kakak tega liat aku ma—"

DOR!

DOR!

Beberapa peluru berhasil di tembakkan oleh pria itu menggunakan pistol berjenis SIG Sauer P226 yang masih berada di genggamannya. Adelline seketika jatuh tergeletak di lantai begitu saja, tidak lupa dengan darah segar yang mengucur deras dari kening dan dadanya.

Sementara itu, Meyra masih berdiam diri menahan rasa takut di balik bilik toilet, seraya berusaha menahan tangisnya agar tidak bersuara. Bulu kuduknya semakin merinding kala mendengar suara tembakkan yang begitu keras itu.

Mungkin untuk saat ini nasibnya masih aman, tapi... bagaimana nanti saat laki-laki itu sadar bahwa yang di bunuhnya bukan lah Meyra, melainkan Adik kandungnya sendiri.

Satu hal yang saat ini memenuhi isi pikiran Meyra, yaitu, 'Bagaimana caranya melarikan diri dari manusia tak berhati itu?'

TO BE CONTINUE

TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA, JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN SEBAGAI TANDA DUKUNGAN KALIAN ATAS CERITA INI.

SEE YOU NEXT PART!

BALAS DENDAM Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang