Bab 5

201 41 53
                                    

"Kamu lagi! Kamu lagi!" teriak Pak Ragaf ke arah Nadine.

Nadine menggaruk ujung hidungnya yang tak gatal. Kemarin dia dimarahin guru ini, sekarang guru ini juga. Apa sekarang dia akan sering bertemu dengannya? Nadine mengeryit, ini merepotkan.

"Lotus! Kenapa kamu sering buat masalah? Apa? Mau bilang seperti kemarin? Kamu yang diganggu?" cecarnya.

"Emang mereka yang duluan ganggu saya. Mereka datang terus tahu-tahu saya ditampar." Menunjukkan pipinya yang masih terlihat agak merah. "Bapak lihat? Ini merah! Ini perih! Saya ditampar keras! Bahkan parahnya saya dikeroyok! Gak ada yang nolongin."

"Iya? Keroyok? Tapi kenapa keadaan mereka sekarang jauh lebih parah daripada kamu! Sekarang mereka sedang diruang kesehatan!"

"Nah itu Pak. Kenapa hanya saya yang dibawa ke sini? Saya juga terluka. Bapak pilih kasih," lirihnya. Mari memperlihatkan bahwa dia merasa ditindas.

"Apa? Pilih kasih?" Pak Ragaf menepuk-nepuk leher belakangnya, dia merasa frustasi dengan kelakuannya.

"Kenapa kamu terus menimpali perkataan saya? Kenapa?" teriaknya.

"Pak... saya harus ke ruang kesehatan."

"LOTUS ALEXIX LEMONIA!"

"Pak!" pekik Nadine. "Jangan teriak-teriak. Saya takut jantung Bapak terkejut."

"Apa yang kamu bilang? Kamu benar-benar bengal!" teriaknya lagi.

"Kenapa Bapak teriak lagi? Kenapa juga ngatain saya bengal? Saya hanya merasa khawatir dengan kesehatan Bapak," ungkapnya.

"LOTUS!"

"Apa Pak? Apa lagi? Padahal saya lagi peduli ke Bapak."

"KELUAR DARI RUANGAN INI SEKARANG! DAN JANGAN BERPIKIR KAMU SUDAH LOLOS! JIKA MEREKA SUDAH SADAR, KITA AKAN MELANJUTKAN PEMBICARAAN TENTANG PERMASALAHAN INI! JANGAN COBA-COBA UNTUK KABUR!"

Nadine mendesah. "Mau kabur ke mana? Saya sekolah disini. Dan juga Bapak tahu kelas dan rumah saya dimana. Kalo gitu, saya permisi."

Baru dia selangkah keluar dari ruangan itu, Nadine berbalik dan menatap kasihan kepada Pak Ragaf. "Inget ya Pak. Jangan banyak berteriak. Tolong perhatikan kesehatan Bapak!"

"LOTUS ALEXIX LEMONIA! PERGI!"

Akhirnya Nadine pergi dengan cengengesan. Pak Ragaf meminum airnya. Merasa sangat lelah dengan kelakuan Lotus. Namun, ada yang berbeda dari kemarin tentangnya. Biasanya siswi itu tidak pernah menjawab atau mendengarkan satu pun kalimat yang dia keluarkan. Tapi, meski sekrang dia selalu menjawab dengan membuatnya kesal, itu artinya dia mendengarkan. Dan aura yang dia pancarkan terasa berbeda, seakan-akan dia bukanlah Lotus. Entah ini perubahan buruk atau baik. Yang jelas yang Ragaf inginkan hanya dia tidak berbuat masalah lainnya, hanya itu.

Nadine berhenti di depan kaca mading. Dia bisa melihat pantulan dirinya, sangat berantakan.

"Hari ini hari besar. Biasanya Lotus suka ngebales gimana ya? Gue harap sama seperti yang gue lakukan."

"Hey!" panggil seseorang kepadanya.

Nadine melihat Lokus berjalan mendekat.

"Kenapa?"

Lokus mengela nafas muak. "Lo gila?"

"Lo udah tahu itu," jawab Nadine enteng.

"Apa?"

"Apa?" Nadine balik bertanya. Itu memang fakta, kan? Kembarannya gila, selalu membuat masalah untuk mendapatkan Trenz.

"Baru kemarin lo udah diperingatin untuk gak bikin masalah! Tapi, lo bodoh? Kenapa lo terus-terusan bikin ulah? Untuk dapat perhatian? Cara itu sampah," celanya.

TRANSMIGRASI? NOVEL? ENGGAK!!Where stories live. Discover now