BAB 09

342 60 9
                                    

"Binar, Ibumu mana? Aku gak pernah lihat saat pengambilan rapor."

"Binar gak punya Ibu ya? Kasihan banget."

"Binar gak mirip Ayahnya, apa dia anak pungut ya?"

Sumpah, Binar muak banget kalau ada orang yang bicara seperti itu. Saat masih sekolah dasar Binar itu korban bullying, Papi dan kedua saudaranya gak tau karena Binar benar-benar nutupin itu semua dengan alasan gak mau buat mereka khawatir.

Di bully karena gak punya Ibu. Padahal Binar punya Ibu!

Saat masuk ke sekolah menengah pertama Binar mulai menunjukkan tanda-tanda anti sosial, gak mau punya teman dan menutup diri saat di sekolah.

Bahkan kalau ada tugas kelompok Binar lebih baik ngerjain sendiri, paling anti bawa teman-temannya ke rumah karena takut. Entah kenapa Binar takut aja sama yang namanya teman, mungkin karena masa sekolah dasar yang kurang menyenangkan.

Ditambah saat di rumah gak ada yang support, gak ada tempat cerita karena semuanya sibuk sama tugas masing-masing, Papi kerja sementara kedua saudaranya juga mulai mandiri dan bersikap seadanya. Binar cuma bisa mengalihkan rasa sedihnya dengan main game atau baca buku.

Tau kok, Binar tau kalau kematian Bunda membuat mereka perlahan berubah. Justin yang selalu nyalahin Sky atas kematian Bunda sementara Sky udah minta maaf karena jujur aja itu pun bukan kesalahan Sky, saat itu Sky sudah ada di pinggir jalan namun dari antah berantah tiba-tiba mobil oleng datang menabrak.

Keduanya jadi saling bermusuhan dan Binar jadi bingung sendiri. Saat ditinggal oleh Bunda Binar masih kecil dan perlu sosok seorang Ibu, Papi gak bisa gantiin itu karena perannya sebagai kepala keluarga mengharuskannya untuk mencari nafkah.

Sosok Ibu itu sangat sangat penting, Papi gak akan bisa menggantikannya.

Kalau saudaranya lagi ribut Binar cuma bisa diam karena gak ngerti harus bagaimana, paling-paling cuma bisa manggil Papi tapi sekarang Papi lagi kerja.

"Abang udah.." Binar narik kecil jaket yang Justin pakai. Tangannya di sentak oleh Justin membuat Binar mundur beberapa langkah.

"Diem lo, masuk kamar aja sana!" Justin berucap.

"Dan lo!" Justin menunjuk Sky dengan geram. "Berhenti ikut campur urusan gue, Sky!"

Sky menggeram marah, melepas paksa cengkraman Justin lalu menatap Abangnya dengan wajah tidak suka. "Lo bertidak semuanya aja, setiap rumah punya aturan, Bang!"

"Emangnya gue ngapain, bangsat!" Justin kembali maju, ingin sekali meninju wajah Sky.

"Sopan lo bawa cewek ke rumah disaat gak ada Papi?!"

"Apaan sih lo ngawur banget. Tapi kalo semisal itu bener ya suka-suka gue lah! Kan udah gue bilang, jangan ikut campur, Sky!"

"Bang Jus, Kak udah dong.. jangan gini."

Binar mau nangis, sumpah. Semenjak Bunda gak ada semuanya berubah, suasana yang biasanya hangat selalu tegang akan pertikaian.

"Papi kapan pulang sih.." Gumam Binar.

Si bungsu benar-benar berharap Papi pulang cepat karena sumpah Justin dan Sky sudah saling pukul, Binar mau memisahkan pun gak bisa, nanti dia mental kan bahaya.

Pintu terbuka, muncul sosok Papi yang sedang menenteng kresek belanjaan. Kedua mata Papi sontak melotot sempurna saat melihat pemandangan di depannya, Justin dan Sky sedang saling pukul sementara Binar sedang berdiri di sudut dengan takut.

"Astaghfirullah! Ada apa ini?!"

🌻🌻🌻

"Jadi ceritanya gitu.. Sky liat Bang Jus bawa perempuan ke rumah. Ya aku tegur lah tapi dia malah ngamuk." Sky melirik Abangnya dengan tajam.

AbhiprayaWhere stories live. Discover now