13. Diantarkan Pulang Perempuan Asing

14 1 0
                                    

Mali tak kunjung melunturkan ekspresi masam karena kesalnya. Mali masih menekuk wajah, pipi menggembung, dan bibir maju ke depan. Tak terhitung telah berapa kali rambutnya tuing-tuing dikarenakan kepala menoleh menghadap ke belakang.

Tak bohong bila hatinya takut dan cemas dengan sunyinya keadaan sekolah. Dia takut bila hal sering dijadikan candaan Opa, Daddy, dan para Uncle-nya menjadi kenyataan. Dia takut apabila ada orang berniat jahat menculik anak segemas dirinya.

"Huh lama! Bikin kesal saja."

"Daddy kemana sih?"

"Daddy sibuk sekali, ya?"

"Daddy melupakan Mali, huh?"

"Daddy mulai sibuk seperti kata teman-teman Oma menyuruh Daddy menikah? Tapi menikah itu bagaimana?"

Kening wanita itu mengernyit kala melihat salah satu murid didiknya, masih belum juga kunjung mendapatkan jemputan pulang. Lehernya memajang berpadu dengan menajamkan netra mengawasi area sekitar. Sunyi dan hening begitulah keadaan sekolah, yang saat ini hanya tinggal menyisakan Mali seorang diri.

"Lee Mali," sapa hangat Miss Celine.

Mali spontan menolehkan kepala. Wajah berseri dalam sedetik kembali ke ekspresi masam. Kala ekspetasi dihentakkan oleh realita. Miss Celine mengernyitkan dahi keheranan, menata rok dia kenakan sebelum duduk di samping sang anak didik.

"Mali belum mendapatkan jemputan?"

Pertanyaan bodoh yang lucu walau bukan lelucon memang. Mana mungkin Mali telah mendapatkan jemputan, sedangkan dia masih duduk pahit di depan sekolah? Mali mengigit bibir bawah merasa kesal sekaligus menahan tangis.

Sang wali kelas yang melihat sang murid justru kian mengigit erat bibir, spontan mendekap tubuh Mali dari samping. Netra Miss Celine menatap curiga ke arah mobil mulai memelan, walau masih tampak dari kejauhan pandang. Keningnya mengerut sukar mengenali mobil asing yang anehnya, dia rasa menuju ke area sekolah.

"Permisi!"

"Ya? Apakah ada yang bisa saya bantu?"

Gadis mengendarai mobil sport mini berwarna putih itu tersenyum kecil, mendengar sapaan hangat dari wanita dia duga kemungkinan guru dari murid di dekap.

"Maaf, apakah ini benar tempat Lee... Hm... Aduh siapa ya namanya. Lee Ma--Mali? Ah iya benar, apakah di sini benar terdapat murid bernama Mali?"

"Aunty siapa?"

Netra gadis itu terbelalak lebar-lebar. Kala mendengar suara parau yang menurutnya menggemaskan, dan dia duga berkepribadian hangat layaknya sang senior. Senior sekian lama tak dia temui karena dia kembali ke kampung halaman di Jepang.

Gadis Jepang kelahiran 30 Oktober 2000 itu spontan menunduk di hadapan Mali. Senyuman hangat dan manis, disertai uluran tangan sehabis mengusap surai lebat dia berikan. Aeri Uchinaga begitulah nama asli gadis dari nama panggung Giselle.

"Hai Mali, perkenalkan nama Aunty Aeri."

Mali keluar dari dekapan sang wali kelas, memiringkan kepala, menatap penasaran Giselle. "Fairy? (Peri?)"

Giselle menggelengkan kepala berulangkali. "A-e-r-i, Nak."

Mali membelalakkan mata, tampaknya sang mood mulai membaik setelah kehadiran Giselle. "Aunty Aeri."

"Ya Sayang?"

"Hm, tidak-tidak. Hanya saja nama Aunty sangat cocok dengan Aunty. Aunty seperti peri. Peri di mimpi Mali yang menemani Mommy tanpa muka."

Ntah harus terkekeh gemas, kekehan receh karena pernyataan jujur Mali, atau tersenyum pilu melihat raut kerinduan di wajah putra. Giselle mengusap mata Mali tampak sembab bercampur mengantuk.

"Terima kasih Sayang, ayo ikut Aunty biar Aunty antar pulang."

Mali bersedekap seraya menggelengkan kepala, "Maaf Aunty, Mali tidak mau karena kata para Uncle, Opa, Oma, dan Daddy jangan pulang dengan orang asing."

Giselle tersenyum hangat. Dalam hati dia menjerit gemas menghadapi kepintaran Mali. "Tapi bukankah kita sudah berkenalan? Jadi Aunty dan Mali bulan asing lagi."

Mali memajukan bibir, menatap langit biru, seraya mengusap dagu. "Tapi kita juga baru berkenalan belum dekat Aunty."

Giselle pegal berjongkok memilih duduk di ujung bangku agar bersebelahan dengan Mali. "Selama perjalanan kita akan berkenalan, Sayang. Bagaimana, hm?"

Miss Celine melihat interaksi Mali dengan Giselle, penampilan dan mobil Giselle secara bergantian. Antara curiga dan tidak sebenarnya. Tetapi mengingat waktu kian sore membuat dia tak tega bila Mali terus menunggu di sekolah seorang diri.

"Miss, bagaimana?" bisik Mali pelan meminta persetujuan.

Giselle menggelengkan kepala gemas untuk kesekian kali. Miss Celine diberi pertanyaan pun seketika bingung karena tak fokus.

"Maaf tapi anda siapanya Daddy Mark Lee?"

"Saya juniornya, saya juga satu agensi dengan beliau dulu."

Miss Celine mengangguk-anggukkan kepala mengerti. Dia mengecup Mali sebagai tanda perpisahan.

My Daddy Is Superhero Idol (SLOW UPDATE)Where stories live. Discover now