Runyam

13 3 0
                                    

"Ada cerita apa Dek hari ini?"

Aku menatap Mas Fahri dengan tatapan horror dan curiga. "Kenapa?"

"Dih? Mas cuma tanya."

"Tumben, bikin merinding tau nggak?" sahutku penuh rasa curiga.

"Merinding apa melting?"

"Mas, sumpah, serem banget. Salah makan, kah?" ucapku bergidik ngeri.

"Enggak. Ah udahlah, Mas aja yang cerita kalau gitu."

"Huuu! Bilang aja mau curhat, bikin orang salah paham aja!" sewotku.

"Mas berantem sama istri."

Mataku membulat sempurna. Aku belum menikah, saran seperti apa yang bisa kuberikan?

"Karena?"

"Mau tau aja!"

"Loh? Gimana sih? Niat cerita enggak?"

"Janji enggak mikir yang aneh-aneh?" ucap Mas Fahri.

Aku berdecak malas. "Iya-iya! Kenapa?"

"Istri Mas cemburu."

Aku menatap Mas Fahri tak percaya. "Wah! Parah! Mas selingkuh?! Kacau!"

"Hus! Ngawur! Istri Mas cemburu sama teman Mas, katanya Mas terlalu perhatian, terus nuduh kalau Mas suka sama teman Mas."

"Terus? Mas jawab apa?" tanyaku penasaran.

"Ya... Mas jawab aja iya."

Mulutku menganga tak percaya dengan jawaban yang dilontarkan oleh Mas Fahri. "Mas, sumpah! Bodoh banget!"

"Mas juga enggak tau, Dek. Mas nggak bisa stop peduli gitu aja ke orang ini. Dia kayak... punya ruang sendiri di hati Mas."

"Duh, aku nggak ikut-ikutan deh, Mas. Aku mau kabur aja, bingung mau ngasih saran apa, bye!"

"Dek! Kamu orangnya!"

Langkahku terhenti. Wow. Aku? Kenapa harus aku?

Aku berbalik menatap Mas Fahri dalam. "Jangan bercanda."

"Kamu liat muka Mas sekarang, Mas keliatan kayak bercanda nggak?"

Aku menggelengkan kepalaku pelan. "Kenapa harus aku?"

"Mas sayang sama kamu, Dek."

"Sayang sebagai adik, kan?"

Mas Fahri terdiam, dan menggelengkan kepalanya.

Aku menatap wajah pria yang sudah kuanggap keluarga itu dengan perasaan yang sulit kujelaskan.

***

"Hey? Kok melamun?"

Aku menatap ke arah sang pemilik suara berada. Ah, priaku.

Aku tersenyum tipis. "Enggak."

"Serius?"

"Duarius, sayang."

Dia mematung. Wajahnya bersemu dengan senyum yang tertahan.

"Aku kira kamu nggak bisa jadi kepiting rebus, Mas. Ternyata bisa," ucapku sambil tersenyum geli.

Dia memalingkan wajahnya ke sembarang arah. "Ini karena kepanasan aja, jadi merah."

Aku hanya mengangguk-anggukan kepalaku berpura-pura percaya dengan pembelaan darinya.

"Flory?"

"Iya, sayang?" jawabku.

Dia berdecak sebal dengan wajah yang masih setia bersemu. "Butterfly effect nya nggak main-main."

Aku tertawa ringan mendengarnya. "Iya... kenapa manggil?"

Glasses ManWhere stories live. Discover now