_____
03 Juli 2017
Pernah mendengar istilah enemies to friends or enemies to lovers?
Musuh jadi teman karib, musuh jadi cinta. Pada dasarnya kebanyakan juga yang terjadi seperti itu bukan? Beda ceritanya pada kisah Agam dan Kaila, atas insiden beberapa tahun silam, situasi antara mereka ternyata membawa ke sudut perubahan 180°.
Sudah banyak cara yang dilakukan oleh para sahabatnya agar hubungan mereka kembali tenang dan damai, namun hasil yang didapat hanya angin lalu.
Kaila jadi suka menyindir. Padahal awalnya ia yang mengatakan untuk bersikap biasa saja dan Agam yang awalnya sabar, namun akibat selalu dikikis tiap hari menjadikan kesabaran itu setipis tisu dibagi tujuh. Bak api yang disiram bensin, menghasilkan api yang sangat besar, bahkan damkar pun sulit menemukan titik apinya.
Bendera perang jelas berkobar di antara keduanya.
Seperti sekarang, walaupun masa seragam putih biru telah berganti ke masa putih abu, tatapan nyalang antara satu sama lain tidak kunjung berubah. Lagian kenapa pula Agam ikut-ikutan mendaftar di SMA yang Kaila pikir tidak akan bisa ditembus oleh bocah tengil tersebut, mengingat selama masa putih biru kerjaannya hanya mengeluh dan mengeluh akan pelajaran.
"Gak nyangka gue, kita berlima bakal satu sekolahan lagi." ucap Rizal saat mereka baris di lapangan untuk memulai MOS dengan posisi yang berpencar-pencar.
Agam yang satu kelompok dengan Rizal mengeluarkan senyum tengilnya. "Ya gimana ya, titisan Albert Einstein gini ya kali gak lolos." katanya sambil memainkan jambul rambutnya.
"Yailah, tinggi bat lo kalo ngomong. Padahal mah aslinya nyogok," celetuk Kaila yang berdiri tak jauh dari mereka.
"Buset kalo ngomong jangan sekate-kate lo. Timbang ngatain, mending ngaca dulu sono, itu rambut apa pohon kelapa? Banyak amat cabangnya."
Kaila mendelik sinis, mungkin bagi mereka yang punya keahlian lebih, sudah bisa melihat asap yang keluar dari ubun-ubun, telinga, dan lubang hidung milik Kaila.
"Apa?" tantang Agam.
"Apa?"
"Masya Allah saudaraku sebumi dan sesurga. Bisa tahan dulu kagak ributnya?" Rizal mengingatkan.
"Berisik!" seru Agam dan Kaila.
Rizal tersentak kaget. "Gini doang kompak lo berdua." cicitnya.
"Hei itu yang ngobrol," Tegur salah satu panitia MOS yang sedang patroli. "Iya kalian. Pakai tolah toleh segala lagi. Cepet sini! Asik sendiri, gak denger apa kalau di depan lagi sambutan?" sindirnya.
Kaila menggaruk kepalanya yang tak gatal begitupun Agam yang mendesis ke arah Kaila. "Elu sih."
Mereka berdua berjalan malas menghampiri panitia MOS yang tadi menegur mereka. Panitia MOS dengan nametag Laura Christy tersebut meraih nametag mereka satu-satu.
YOU ARE READING
The Apple of My Eye
RomanceIt's not about who comes first. It's who will always stay there to the end. It's not about who's making a bigger effort. But, who would remain in that corner of the room without effort. It's about something or someone loving each other above all els...