Episode 1

376 39 2
                                    

Apa yang paling ingin Watson hindari?

Pakai nanya. Tentu saja yang namanya KASUS. Ayolah, dia bukan tempat penyelesaian semua masalah. Watson juga membutuhkan refreshing!

Tetapi kenapa... kenapa setiap dia melakukan healing entah di manapun, masalah selalu muncul say hi padanya?! Menyebalkan.

Dan yang paling menyebalkan adalah, Jeremy yang dari tadi tidak bisa diam.

"Selamat pagi, wahai followers-ku tercinta! Bagaimana kabar hari senin kalian? Jelek? Sama dong! Tapi tetap lah menyerah, jangan semangat. Eh kebalik. Maaf guys, sengaja. Kalian sudah mengenal Hellen, Aiden, dan Watson. Berarti kalian semua tak asing lagi denganku. Aku, sang anggota terpenting.

"Hmm-hm! Kalian benar. Aku Jeremy Bari! Cowok terganteng sedunia yang bertugas menangkap pelaku kejahatan setiap kasus yang ditangani klub detektif Madoka. Karena kemampuannya sangat pro dalam berkelahi mengalahkan ketua klub bahkan Nona Muda Aiden yang gemar meninju orang. Tapi tokoh utama bukan aku, wahai pengikutku yang setia. Melainkan orang ini! Watson Dan! Sherlock Pemuram yang genius-"

"Cobalah merekamku. Ponselmu akan hancur olehku." Watson menatap tajam. "Atau kamu mau kutuntut karena merekam tanpa izin? Itu pelanggaran privasi lho."

Jeremy mendelik tidak percaya. Temannya itu selalu saja bersikap kejam. Tidak bisa diajak bercanda. Apa-apa dibawa serius.

Jeremy bersungut-sungut, mematikan ponselnya. Padahal dia melakukan ini demi mempromosikan klub detektif. Di antara anggota klub, tidak ada satu pun yang bermain sosmed karena pada sok sibuk.

Tidak mau kalah dari murid yang hits, Jeremy pun mulai membuat akun tektok. Siapa sangka pengikutnya membludak dalam sehari dan jumlah viewer videonya mencapai jutaan! Padahal kontennya hanya seputar aktivitas sekolah yang boring.

Ting! Ting! Ting!

Watson mengernyit, mulai sebal (dia walau genius tapi sangat gaptek) demi mendengar ponsel Jeremy terus bergetar mengeluarkan suara-suara berisik.

Jeremy berbinar melihat pengikutnya bersitungkin mengisi kolom komentar.

"Lihat nih Watson! Sepertinya mereka menyukaimu. Tunggu, apa-apaan ini?" Wajah Jeremu tertekuk saat membaca komentar.

- Siapa cowok rambut hitam tadi?!

- Dari siluetnya saja sudah ketahuan kalau dia tampan. Kasih lihat dong, Jer!

- Rambut hitam? Sudah pasti cogan!

Itu kan akunnya, kenapa malah Watson yang lebih dinotis para penggemarnya?! Sialan! Apakah Jeremy kurang tampan? Tidak mungkin dia kalah dari Watson soal wajah.

Watson beranjak duduk, melirik Jeremy. "Jangan terlalu terobsesi dengan sosmed, Bari," ceramahnya sambil memakan roti lapis. "Kamhu bisha maniakh likes khayak di film-film. Sekhali kecanduan, kamhu akhan menderitha FOMO atau Megalonia."

"Hei-hei! Jangan bicara dengan mulut berisi." Jeremy paling tidak suka orang yang sedang makan mengoceh tak perlu. Itu membuatnya gemas ingin menghajar. "Kamu berlebihan. Lagian aku baru main tiktok tiga hari doang. Lalu, FOMO tuh apaan?"

"FOMO, Fear of Missing Out. Sebuah perasaan yang membuat kita berpikir kehidupan dan pengalaman orang lain lebih baik dari kita. Hal ini menimbulkan perasaan cemas berlebih apabila kita tidak dapat mengetahui atau mengikuti tren sosmed. Kamu akan kecanduan akut pada internet dan sosmed karena takut ketinggalan trend. Tujuan kamu mengunduh tiktok kan karena iri akan remaja-remaja hits cenderung bermain sosmed daripada kita, menghabisi waktu dengan kasus dan misteri."

Watson tersenyum miring melihat Jeremy berpeluh dingin. "Nantinya kamu merasa ilfeel, merasa tidak cocok lagi dengan klub detektif yang tidak gaul seperti circle-mu, lantas mengundurkan diri dari klub—"

Hmph! Hmph! Jeremy bergegas menutup mulut Watson, menyumpalnya dengan dua buah roti lapis sekaligus. "A-aku mengerti! Jangan menakutiku seperti itu!"

"Henthikan...! Akhu bihsa mhati, Bari!"

Tidak mempedulikan Watson yang tersedak, Jeremy menatap ponselnya. "Ternyata sosmed bagaikan narkoba. Membuat candu. A-aku tidak boleh terpengaruh oleh setan!"

Jeremy membanting hapenya. Kebetulan Aiden dan Hellen baru datang, membuka pintu, terpana melihat aksi heroik Jeremy.

"Apa yang kamu lakukan, Jer?"

"Membasmi iblis," katanya serius.

Aiden menatap Watson yang sedang minum, meminta penjelasan. "Dia kecanduan media sosial, jadi aku menasehatinya supaya tidak terlalu terobsesi. Bari, sebenarnya kamu hanya perlu menghapus aplikasinya saja, tidak harus menghancurkan hapemu."

Lengang sejenak di ruangan klub detektif.

Jeremy menggaruk kepala, cengengesan, memasang ekspresi polos sedunia. "Ha ha ha, i-iya juga ya? Kenapa pula kubanting..."

Hellen menepuk dahi. "Astaga!"

"Yah, karena kamu tajir melintir, anak kesayangan pula, satu ponsel baru tidak masalah bagi orangtuamu." Aiden menjawab enteng, duduk di sebelah Watson. "Dan, kasus apa yang akan kita ambil hari ini??"

"Tidak ada dan takkan ada untuk hari ke depannya." Bukan Watson yang menjawab melainkan Hellen. Tebakannya akurat karena Watson terlihat puas di balik topeng datar itu. "Mana mau Watson membuang kesempatan minggu-minggu damai, Aiden."

"Kalau begitu, bagaimana kalau kita pergi liburan?" usul Aiden. "Ke pantai, ke mana lah. Hari senin sampai rabu sekolah libur karena semua guru mengadakan pertemuan dengan guru dari sekolah lain. Kita bisa manfaatkan hari-hari itu untuk bepergian."

Untuk urusan menyenangkan hati Watson, Aiden selalu punya seribu ide. Dia tidak mau Sherlock Pemurung itu merasa bosan dan selalu mengisi waktunya. Kadang mengajak Watson bermain game atau liburan seperti yang dia usulkan sekarang.

Watson mengusap dagu. "Hm, boleh juga." Dia tidak ingat kapan terakhir dia liburan yang benar-benar liburan. Tiap Watson jalan-jalan, dia tidak pernah tidak bertemu masalah. Itu membuatnya trauma.

"Kamu punya destinasi wisata, Den?"

Aiden menarik napas dalam-dalam. "Pergi memancing, arkade, mall, museum, uji nyali di rumah hantu yang baru dibuka di ibukota, mendaki, waterpark, kebun binatang."

Mendengar cerocosan Aiden membuat mereka bertiga curiga jika gadis itu di kelas mungkin tidak menyimak materi pelajaran sama sekali. Aiden berjiwa bebas.

"Kebun binatang."

Aiden, Hellen, dan Jeremy menoleh ke Watson yang kentara antusias walau ekspresinya tetap datar bagai tembok. Mereka tidak tahu lagi apakah masih cocok menyebut cowok itu dengan gelar 'Sherlock Pemuram' daripada 'Sherlock Tsundere'. Mungkin dua-duanya saja kali, ya.

"Aku memilih opsi terakhir. Ayo ke kebun binatang. Sepertinya akan menyenangkan."

Sebenarnya alasan dia memilih zoo adalah, seumur hidupnya, Watson cuma sekali pergi ke kebun binatang! Itu pun pas dia masih sangat muda, jadi ingatannya sudah kabur.

Kali ini Watson akan menambah memori baru!

Petualangan WatsonWhere stories live. Discover now