Episode 8

132 27 2
                                    

Watson menggebrak pintu uks.

"Bangun, pemalas! Kita harus menuju suatu tempat! Tidak boleh telat!"

"Apa sih, Watson? Biarkan aku istirahat sebentar lagi," keluh Jeremy, menarik selimut berniat untuk tidur ulang.

Watson mengerling ke Aiden. Gadis itu mengangguk, melompat ke kasur Jeremy, menghantam punggungnya menggunakan kedua lutut menimbulkan suara keretak.

"Apa yang kamu lakukan?! Kamu ingin membunuhku??" teriak Jeremy.

"Kamu benar. Ada yang terbunuh di SMA Phrolova. Kita harus bergegas."

"Tujuan kita kan ke sini mencari ayah kandung anak ini." Jeremy menunjuk Sadia yang datang memberikan susu untuknya. "Kenapa malah jadi ngurus mayat asing?"

"Tuan Kasus membentangkan tangannya padaku. Mana mungkin tidak kuterima tantangannya, kan? Segera bersiap! Kita ke SMA Phrolova pagi ini juga."

Bukankah situ sendiri yang sangat benci dan uring-uringan kalau ada kasus?! Dia selalu labil jika mendeteksi mayat.

Tidak ada yang bisa menghentikan Watson. Sekali dia peduli dengan sebuah masalah, maka dia akan tertarik sampai akhir. Hanya Watson seorang di antara mereka yang kegirangan melihat mayat.

Mereka tiba di gerbang SMA Phrolova yang ditutup setelah sat sat set. Ada plester police line di sana. Penduduk berkumpul ingin tahu apa yang terjadi.

"Bagaimana cara kita masuk, Dan? Ada dua petugas yang menjaga gerbang."

Detektif Pemuram itu diam, menoleh ke sekeliling sekolah, mencari apa saja yang bisa memberikannya ide.

Tampaklah olehnya empat pelajar SMA Phrolova memanjat pagar, berusaha membolos. Dua laki-laki, dua perempuan. Mantap! Jumlahnya sesuai kebutuhan!

"Serahkan padaku," kata Watson, menyebrang dengan santai dan mendekati empat siswa-siswi tersebut.

Hellen menepuk dahi. "Apa dia bermaksud ingin meminjam seragam anak-anak itu? Ya mana mau mereka!"

"Kadang aku berpikir, apakah Watson itu genius atau bodoh. Dia terlalu genius kalau dikatakan bodoh, tapi dia juga menjadi bodoh di situasi tertentu."

Mereka menonton serius Watson yang mengobrol dengan empat murid SMA Phrolova, melotot melihat Watson dan mereka memasuki sebuah toilet umum. Tada! Watson berhasil meminjam seragam!

"B-bagaimana bisa mereka mau meminjamkan seragam sekolahnya?"

"Gampang saja. Aku meneliti kebiasaan mereka dari perawakannya dan mengancam akan memberitahu orangtua mereka. Langsung dipinjemin deh."

Apa! Aiden mencubit pipi Watson, gemas. "Kamu menyalahgunakan kemampuan detektifmu! Itu tidak baik!"

"Tapi kita butuh penyamaran untuk menyelusup musuh, Aiden. Janji takkan kuulangi. Jadi lepaskan pipiku."

Jeremy mendengus geli. Makin mesra saja mereka berdua tapi Watson masih tidak kunjung peka. Kapan dia sadar Aiden suka dia? Coba kalau tentang misteri, pasti seketika dia punya indra keenam.

"Tapi Kak Watson, hanya ada empat seragam. Bagaimana denganku?"

Watson menyeringai. "Cari di mana polisi membawa jazad korban!"

"Bukankah itu tugas yang sulit?!"

"Tenang saja. Aku hanya perlu mencari satu dua petunjuk di tkp. Kalau kamu sudah dapat posisinya, kami akan segera menyusul. Lalu kamu bocah," Watson menatap Sadia. "Kamu bisa bahasa Korea, kan? Bantu Chouhane menjalani misinya."

Sadia berbinar-binar, tidak menyangka diberi peran juga. Dia mengangguk semangat. "Baik! Serahkan padaku!"

"Ayo kalian bertiga, kita ganti baju."

Petualangan WatsonWhere stories live. Discover now