Episode 5

144 31 1
                                    

Haah, Korea. Watson di sini lagi. Semoga saja kali ini Watson tidak perlu bolak-balik ke Seoul dan Amerika, menyelesaikan masalahnya dari awal sampai akhir di sana.

Korea saat ini sedang memasuki musim panas. Mau tak mau member klub detektif Madoka memakai pakaian yang tipis supaya tidak kepanasan. Aiden memakai blouse biru tanpa lengan, celana pendek, dan kacamata. Kalau Hellen memakai tank top putih dengan kemeja flanel sebagai outernya. Mereka berdua paham gaya pakaian modis.

"Aku sangat senang kalian mengajakku." Dextra yang terakhir turun dari taksi bandara, membungkuk. "Terima kasih sudah mau mengundangku, Kak Watson."

Sherlock Pemurung itu melirik Dextra—dia mengenakan topi baseball dan kaus hitam bertuliskan IAMHOLMES—tersenyum misterius. "Syukurlah Shepherd sedang sibuk. Awalnya aku berencana mengajaknya."

Dextra menunduk lesu. "Begitu..."

"Bercanda, aku hanya bercanda."

Fiks! Watson takkan mau melempar gurauan lagi. Setiap dia melontarkan candaan, pasti ada saja yang murung. Yah, bayangkan saja seorang cowok dingin tiba-tiba ngejokes.

Tapi Watson kan bukan pria dingin! Dia cuma malas berbicara. Apa hubungannya dingin dengan hemat energi coba. Atau apa ini karena selera humor Watson anjlok?

"Kita ke sini bukan untuk liburan. Ingat itu."

Dextra hormat. "Karena Kak Jeremy, kan? Aku tahu! Kak Aiden sudah menceritakan garis besarnya tadi malam."

"Kak Shepherd itu siapa?" tanya Sadia yang berdiri di sebelah Jeremy. "Apa dia juga teman Papa?" lanjutnya sambil tersenyum.

Melihat Watson tak kunjung menjawab pertanyaan Sadia dan Jeremy terlihat enggan membuka mulut, Aiden pun mewakili, "Itu benar. Saho juga anggota klub detektif. Kalau kamu ketemu dia, kamu pasti insecure karena dia cowok yang cantik."

"B-benarkah? Sadia jadi penasaran..."

Hellen menyikut lengan Watson yang malah bengong menatap lampu lalu lintas. "Hei, kenapa? Kita baru sampai, tapi kamu sudah tidak fokus saja. Rohmu ketinggalan?"

"Iklan-iklan itu mengganggu pemandangan."

Benar. Ada banyak poster, iklan di tv digital, spanduk, tertempel di mana-mana tentang acara survival idol yang populer di Korea.

"Seolah tidak ada tempat lain untuk memasangnya, ck." Watson mendengus.

Sensian sekali detektif genius ini. Suka-suka mereka hendak memasang iklan. Toh, mereka membayar untuk spanduk-spanduk iklan tersebut. Bukan asal nempel doang.

"Dan," Aiden berbisik pelan. "Aku sudah mencari lokasi Panti Mujigae. Itu berada di provinsi Gyeongsang Utara, permukiman yang dekat dengan laut. Kita langsung ke sana?"

Watson mengangguk. Tujuan mereka ke Seoul adalah mencari ayah kandung Sadia bukan untuk bermain-main. Sebaiknya mereka bergegas ke stasiun jika tidak ingin ketinggalan kereta karena Watson tidak tahu jam operasional kereta di sini.

"Jangan berkeliaran!" tegur Jeremy karena Sadia berjalan lebih dulu. Dia memegang tangan bocah itu. "Jangan jauh-jauh dariku. Nanti kalau kamu hilang, siapa yang repot? Kami sudah sibuk karena tuduhanmu!"

Sadia menyengir. "Papa khawatir ya??"

"Emoh! Ini hanya bentuk kepedulianku pada anak-anak saja! Kalau tidak mau, tidak usah. Dipikir-pikir, malahan bagus kamu hilang."

Sadia cemberut. "Jangan ngambek, Pa. Aku hanya bercanda." Dia menyentuh tangan Jeremy, terkekeh. "Tangan Papa kasar."

"Maaf kalau kasar. Aku sering meninju orang," balas Jeremy bersungut-sungut.

Petualangan WatsonWhere stories live. Discover now