Dark 30: Urban Legend

202 37 1
                                    

Di malam hari yang dingin itu, Blaze dan Ice, sepasang anak kembar yang baru saja kembali dari rumah sahabat mereka yaitu Gopal, berjalan dengan santai di jalanan yang sepi.

Hawa dingin saat itu membuat Blaze menggigil, Ice yang menyadari hal itu geleng-geleng kepala.

"Sudah tau gak kuat dingin, kau malah pake baju tipis, nih, pake jaketku."

Blaze menerima jaket milik adik kembarnya itu dengan senang hati dan langsung memakainya, menggumamkan kata terima kasih sembari mengusapkan kedua telapak tangannya.

Ice hanya menganggukkan kepalanya, mereka melanjutkan perjalanan tanpa bicara sedikitpun, itu karena Blaze yang semakin mengeratkan jaket pemberian Ice, sementara laki-laki dengan manik aquamarine itu dasarnya memang sedang malas mengobrol.

Di tengah perjalanan, Ice melihat sesuatu, sekelibat hijau sedang terduduk di sebuah ayunan. Memicingkan mata, sekelibat hijau itu ternyata seseorang.

"... Thorn?"

Ya, itu Thorn, adik bungsu mereka yang masih berusia 10 tahun, untuk apa ia keluar malam-malam begini? Apalagi suhu sedang dingin-dinginnya, bisa-bisa adiknya sakit nanti.

Tanpa aba-aba Ice menarik tangan Blaze, hal ini tentu saja menuai protes dari si empunya nama, tetapi diabaikan olehnya.

Merasakan kehadiran seseorang, Thorn mendongakkan kepalanya dan melihat kedua kakaknya, wajah yang terlihat murung itu seketika tersenyum cerah.

Blaze mengerjapkan matanya, memastikan ia tidak salah lihat, "Lah Thorn? Kamu ngapain di sini-- hachuu! Ugh, dingin banget sih!"

Thorn terkikik sejenak, "Hehe, Thorn nunggu kakak semua! Bosan di rumah sendirian terus," ujarnya.

Memang benar, orang tua mereka sedang menjenguk sang kakek yang sedang sakit, mereka tidak bisa ikut karena alasan sekolah dan memang tidak mau ikut.

"Hachuu! Yasudah, ayo pulang, di sini dingin banget!"

Setuju dengan ucapan Blaze, akhirnya mereka melanjutkan perjalanan, beberapa menit setelahnya mereka pun sampai di sebuah rumah berukuran sedang.

Ice membukakan pintu rumah, sementara Blaze dituntun oleh Thorn menuju sebuah sofa.

"Kakak dingin? Mau Thorn bawakan selimut?"

Mendengar tawaran adiknya, Blaze hanya mengangguk, anak berusia 10 tahun itu pun berlari kecil menuju kamar kedua kakaknya, selimut berwarna merah dengan motif kobaran api diambil, ia dengan tergesa-gesa kembali menuju sofa tempat Blaze duduk, di samping Blaze sudah ada Ice yang menawarkan coklat panas untuknya.

Mendapat perhatian kedua adiknya membuat Blaze merasa sangat senang, coklat panas itu ia teguk dengan cepat sampai habis, setelah meletakkan gelas itu di meja terdekat remaja bernetra oranye itu memeluk Ice dan Thorn secara tiba-tiba.

Ice hanya tersenyum sementara Thorn tertawa, mereka tetap dengan posisi saling memeluk selama beberapa menit.

Akhirnya, adik bungsu mereka pun memecah keheningan itu.

"Kak, tadi di sekolah Thorn dengar cerita Urban Legend, itu apa sih kak?" tanyanya.

Mendengar hal itu, Ice coba menjelaskan dengan cara yang mudah dimengerti oleh Thorn, tentang bagaimana urban legend itu adalah sebuah legenda yang beredar di masyarakat tetapi belum diketahui apakah itu nyata atau hanya karangan orang iseng saja.

Thorn manggut-manggut mendengar penjelasan Ice.

"Oh! Jadi itu toh," Thorn membenarkan posisi selimutnya, "eh iya, teman sekelas Thorn ada yang cerita soal urban legend itu kak, tentang seorang makhluk berbentuk anak kecil yang sering menipu pejalan kaki untuk dibawa ke rumah mereka, katanya makhluk itu punya mata hitam legam lho kak! Kalo berhasil makhluk itu bakal makan orang yang ngajak dia! Thorn jadi takut kak ...,"

Ice dan Blaze saling bertatapan, itu adalah urban legend terkenal di tempat mereka tinggal, semua warga di kota itu tau soal itu, Blaze dulu sangat ketakutan saat disapa oleh anak kecil akibat urban legend itu, tapi untungnya ketakutan itu sudah hilang sekarang.

Blaze mengusap kepala Thorn dengan pelan, berusaha menenangkan adiknya yang takut itu.

"Tenang saja Thorn! Itu cuma bohongan kok!"

Thorn menatap ke arah Blaze, "Tapi ... kakak kelas Thorn pernah ketemu sama makhluk itu ... jadi sudah pasti beneran kak ...."

Bulu kuduk Blaze dan Ice berdiri, entah kenapa ... suhu rumah terasa lebih dingin ....

"T ... tenang saja ... selama kita tidak mengajaknya, maka kita akan selamat!" ujar Blaze, berusaha meyakinkan kedua adiknya.

Ucapan itu membuat Thorn menatap penuh harap, lalu tak lama ia terkikik.

"Kakak benar! Tapi kak ... harusnya kakak juga lebih teliti ... hehehehe."

Tunggu sebentar ... ada yang aneh ....

Ice terbelalak lebar, ia baru ingat ... dengan tangan bergetar, ia memegang bahu kakaknya.

"Blaze ... bukannya Thorn ikut Ibu dan Ayah ke rumah kakek?"

Mendengar kalimat itu membuat Blaze terdiam, benar juga ... hanya mereka berdua yang tidak ikut!

Dengan perasaan takut tatapan mereka tertuju pada mata Thorn, matanya berwarna hitam legam.

"Hehehe, terimakasih sudah mengajakku, kakak-kakak sekalian~"

Senyuman di wajah yang menyerupai Thorn semakin lebar, menampilkan deretan gigi tajam berlapiskan darah.

[END]

Boboiboy in The DarkWhere stories live. Discover now