1. Kenapa Harus Dia?

505 31 3
                                    

Kayla terperanjat ketika melihat jam di dinding kamarnya. Rasa kantuknya langsung hilang. Ia tergesa-gesa menuju kamar mandi. Lima belas menit kemudian, Kayla sudah di ruang tengah.

"Sepatu gue di mana?" gumamnya yang sibuk mencari keberadaan sepatunya.

Seharusnya Kayla tahu jika ia tidak akan menemukan sepatunya di sana. Karena rak sepatu ada di garasi. Namun karena efek bangun kesiangan yang membuatnya panik tidak jelas.

"Dek. Sarapan dulu."

Terdengar suara Bundanya dari ruang makan. Sementara itu, Kayla sibuk memakai sepatu. Rambut hitam panjangnya menutupi wajah. Sehingga mau tak mau Kayla mengikatnya menggunakan ikat rambut yang menjadi gelang di tangannya.

"Enggak sempat, Bun." Kayla setengah berteriak. Sepatunya sudah dipakai.

Semua sudah siap, tinggal berangkat. Namun, mesin motornya mati. Kayla sekuat tenaga menstarter, tapi tetap gagal. Ia pun geram. Ditendangnya ban motor depan.

"Aduh." Kayla mengaduh. Salahnya sendiri, kenapa melampiaskan kekesalan pada benda mati? Toh, ban motor itu baik-baik saja. Malah kakinya yang terasa sakit

Tidak ada waktu untuk berlama-lama. Gadis ini berlari kembali ke dalam rumah. Tujuannya mencari ayahnya.

*Bun." Kayla celingukan. Ia tidak mendapati keberadaan Bundanya di ruang makan. Begitu juga di dapur dan ruang tengah. Ia pun berlari ke kamar Bundanya. Kosong.

Tidak ada waktu untuk menunggu.

Gadis bertubuh ramping ini pun berlari ke lantai atas. Langkahnya berhenti di depan kamar yang sampingan dengan kamarnya. Tanpa salam serta mengetuk terlebih dahulu, Kayla langsung masuk.

Matanya disambut pemandangan seorang yang sedang meringkuk di balik selimut. Kayla menggoyang-goyangkan tubuh orang ini. Tentu saja agar segera bangun.

"Kak. Bangun." Kayla masih berusaha mencoba membangunkan kakaknya. Namun usahanya sia-sia. Sudah habis kesabarannya. Ia menarik selimut yang dipakai kakak, lalu melemparkannya begitu saja di lantai.

"Dasar kebo."

Itu umpatan terakhir yang keluar dari bibir mungil Kayla sebelum keluar dari kamar kakaknya.

Waktu terus berjalan. Kayla lari menuruni tangga. Hampir saja terpeleset saking terburu-buru. Ia bertemu dengan Bundanya di ruang tamu. Perempuan setengah baya itu sedang memegang sapu.

"Kok belum berangkat, Dek?" tanya Bundanya heran.

Bukannya menjawab, Kayla malah balik bertanya, "Ayah di mana? Motor adek mogok. Enggak ada waktu buat pesan ojek online. Kak Rizal juga susah dibangunkan."

"Kamu lupa? Ayah kan masih di luar kota. Kakak kamu bergadang semalaman mengerjakan tugas. Baru tidur setelah salat subuh," jelas Bundanya.

Kayla menepuk keningnya. "Terus adek berangkatnya gimana?"

"Zefa. Kamu minta tolong ke dia sa--"

Sebelum kalimat Bundanya selesai diucapkan, Kayla sudah melesat keluar rumah. Sekali lagi ia terpeleset. Lututnya membentur tiang depan teras. Ia meringis. Tas yang disampirkan di pundaknya pun hampir jatuh.

"Sial," umpat Kayla.

Kakinya masih sakit, tapi Kayla memaksakan diri untuk berlari ke rumah Zefano alias Zefa, sepupunya. Untung saja jarak rumahnya hanya terpaut tiga rumah. Kayla harus mengejar waktu jika ia tidak ingin terlambat ke sekolah.

Seharusnya tadi malam Kayla tidur cepat. Bukan malah asyik menonton drama Korea yang menyebabkannya bergadang hampir semalaman. Akibatnya ia bangun kesiangan.

CRUSH - Act Of Service Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang