6. Tragedi Di Rumah Zefano

185 16 3
                                    

Hari ini Zefano demam jadi Kayla menjaganya. Meski lebih tepatnya hanya numpang main. Karena ia tidak berbuat banyak untuk sepupunya. Hanya memberi obat serta menungguinya kala tidur.

Kayla tidak merasa kesal atau bosan berada di rumah Zefano. Ia sudah terbiasa di sana Banyak hal yang ia bisa lakukan. Mulai dari bermain gim--Zefano punya seperangkat komputer khusus bermain gim.

Orang tua mereka sedang berada di rumah neneknya. Dan sepertinya akan menginap di sana. Karena neneknya jatuh dan dibawa ke rumah sakit. Jadi kemungkinan besar baru pulang setelah kondisi neneknya benar-benar baik.

"Zefa. Lo lapar enggak?" tanya Kayla. Ia menempelkan telapak tangan kanannya di kening Zefano. "Panasnya sudah turun," ucapnya.

Zefano tidak menjawabnya. Kayla pun tahu kalau sepupunya ini tidur, tapi tidak nyenyak. Keringat membanjiri badan Zefano sehingga Kayla menarik selimut yang menutupinya.

"Jangan pake selimut tebal." Kayla mengganti selimut itu dengan sarung yang ia ambil dari lemari.

Setelah itu, Kayla turun ke dapur. Zefano yang keringatan, tapi malah ia yang kehausan. Mungkin juga karena camilan yang dimakannya. Tenggorakan Kayla terasa kering.

Baru saja Kayla meneguk air es, sudah terdengar suara bel. Ia buru-buru ke ruang tamu. Tanpa melihat dulu yang siapa datang, ia langsung membuka pintu. Saat itu juga ia terkejut.

Di depannya sudah berdiri laki-laki tinggi putih yang sedang menatapnya sembari tersenyum. Kayla terpaku. Bahkan ia tidak menjawab salah yang diucapkan Jazlan. Iya. Jazlan-lah yang bertamu ke rumah Zefano.

"Boleh aku masuk?" tanya Jazlan.

Kayla terperanjat. Ia pun buru-buru menggeser badannya sehingga Jazlan bisa masuk ke dalam. Lalu menjawab, "Silakan masuk."

Jazlan kembali tersenyum. "Terima kasih."

Kali ini Kayla hanya mengangguk pelan. Jantungnya sedang tidak baik-baik saja. Ia juga menarik napas perlahan. "Silakan duduk," ucapnya mempersilakan Jazlan duduk di ruang tamu.

Laki-laki ini pun mengikuti ucapannya. Wajahnya tampak tenang. Sorot mata sebening embun pagi itu terasa sejuk di hati Kayla. Sejenak ia terkesima dibuatnya

"Zefa ada? Aku enggak bisa menghubunginya," tanya Jazlan.

Kayla berkedip. Kesadarannya kembali. Ia pun menjawab, " Zefa sakit, Kak. Badannya panas. Tapi tadi sudah minum obat. Sekarang sedang tidur."

Jazlan tampak terkejut. "Sakit? Pantesan telepon aku enggak dijawab. Dicari di tongkrongan juga enggak ada. Pasti karena kemarin kehujanan. Boleh ketemu?"

Kayla mengangguk. Kemudian ia pun mengajak Jazlan naik ke lantai dua tempat kamar Zefano berada. Sejujurnya jantung Kayla makin tak karuan saat berjalan beriringan dengan Jazlan.

Semoga saja ia enggak tau, pikirnya.

Ternyata Zefano sudah bangun ketika mereka berdua masuk ke kamarnya. Kayla pun segera menghampirinya. Ia mengecek suhu tubuh sepupunya itu. Ia mengembuskan napas lega. Demamnya tidak kembali naik.

"Lo demam?" Jazlan duduk kursi menghadap Zefano yang sedang bersandar ke dinding kamar.

"Cuma masuk angin." Zefano menyeka keringat di dahinya. "Kay, ambilin kaos di lemari."

Kayla sigap mengambil kaos ganti untuk Zefano yang sudah melepaskan pakaiannya yang basah karena keringat. Setelah itu ia menaruhnya di keranjang cucian yang berada di pojok kamar.

Setelah itu, Kayla duduk di karpet dekat tempat tidur. Ia pura-pura sibuk membaca buku. Padahal sebenarnya ia sedang mendengarkan percakapan Jazlan dan Zefano. Selama itu juga ia belum berhasil mengontrol degup jantungnya.

CRUSH - Act Of Service Where stories live. Discover now