10. Sakit

167 18 2
                                    

Seminggu yang lalu Kayla sakit. Hari ini ia kembali terkapar. Penyakitnya masih sama. Tapi ditambah dengan muntah-muntah. Setiap makanan yang masuk, pasti keluar lagi.

Semua itu bermula malam tadi. Kayla sedang asyik menonton idolanya. Sudah menjadi kebiasannya juga kalau sampai lupa waktu. Lupa makan juga.

Meskipun Kayla sudah menyiapkan berbagai makanan untuk menemaninya. Namun semua itu rasanya pedas. Dan hanya berupa camilan. Belum lagi minuman bersoda yang tidak pernah ketinggalan.

Sampai akhirnya, Kayla mengeluh perutnya tidak enak. Ia harus menyingkirkan semua kesukaannya. Ia meringkuk di atas kasur sambil memegang perutnya yang perih melilit. Sesuatu di dalamnya memaksa ingin keluar.

Kayla berlari ke kamar mandi. Ia mengeluarkan semua isi perutnya. Bukan cuma sekali. Sampai mulutnya terasa pahit dan matanya berair. Belum lagi tubuhnya yang seperti kapas terkena air. Ia hampir tidak bisa kembali ke tempat tidur.

"Buuunnn," teriaknya. Namun Kayla sadar kalau suaranya terlalu lemah untuk bisa terdengar ke lantai bawah. Ia pun mencari keberadaan ponselnya. Terpaksa menelpon Bundanya.

"Kamu itu di dalam rumah saja harus pakai telepon," terdengar omelan. "Jam segini belum tidur?"

"Bun. Perut adek sakit," ucapnya sambil menangis. Kayla sudah tidak punya tenaga untuk ke kamar mandi. Perutnya bergolak.

Tak berapa lama kemudian, Ayah dan Bundanya datang. Mereka tampak panik. Kayla memegang perutnya yang perih sampai ke ulu hati. Mual.

"Kita ke klinik sekarang," kata Ayahnya. "Zal. Hidupkan mesin mobil," pintanya ke Rizal yang berdiri dekat tempat tidur.

"Pasti gara-gara ini," ujar Rizal mengacungkan bungkusan kosong camilan yang tergeletak di bawah.

Kayla sudah ingin mendebat. Tapi tak ada tenaga. Pandangan matanya mulai kabur. Saling pusing kepalanya. Ia hanya bisa meraung kesakitan.

Akhirnya Kayla dibawa ke klinik. Untung saja ia tidak dinfus atau opname. Hanya saja obat yang harus dimakan cukup banyak. Sebanyak larangan makanan yang tidak boleh dimakannya. Dan semua kesukaannya.

"Besok Bunda ke sekolah nganterin surat cuti kamu. Mulai hari ini enggak ada yang namanya makanan pedas atau minuman bersoda lagi. Ingat maag kamu sudah di tahap parah, Dek." Bundanya membukakan obat yang mau tak mau Kayla minum.

"Kamu istirahat total saja dulu. Jangan mikirin apa-apa. Kesehatan itu lebih penting. Nanti Ayah belikan sepatu baru kalau sudah sembuh," kata Ayahnya mengelus lembut rambutnya.

"Ayah. Suka banget manjain anak," tegur Bundanya.

"Iya, nih. Jadinya kebiasaan," timpal Rizal.

Kayla tidak ingin berdebat. Ia sudah punya pendukung yang posisinya kuat, yaitu Ayahnya. Saat ini tubuhnya sedang dalam mode protes. Ia pun menurut untuk istirahat.

Sembuh dulu. Nilai belakangan. Lagipula ia bisa leluasa menyalurkan hobinya menonton barisan idola ganteng. Meskipun harus secara diam-diam. Contohnya pura-pura tidur saat Bundanya datang mengecek kondisinya. Padahal ia sedang asyik dengan ponsel.

Namun, ternyata tidak semenyenangkan yang Kayla bayangkan. Tiga hari sudah ia cuti sekolah. Tubuhnya sudah jauh membaik. Perutnya juga. Walaupun ia masih tidak bisa menikmati makanan kesukaannya.

Tunggu saja. Nanti akan ada saatnya balas dendam, pikirnya.

Stok buku bacaannya sudah habis. Kayla bosan di kamar terus. Sekarang ia sedang duduk di ruang keluarga. Matanya terarah ke layar TV. Sementara tangannya sibuk memencet remote demi mengganti saluran. Tidak ada yang menarik di sana. Ia pun kembali ke kamarnya.

CRUSH - Act Of Service Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang