8. Pertemuan Tak Terduga

150 18 2
                                    

Sudah setengah jam lebih Kayla bertarung dengan motornya yang tak mau hidup. Tenaganya sudah habis. Ia juga tidak bisa meminta bantuan Rizal karena kakaknya itu sedang ada urusan. Memang bukan yang pertama kalinya motor ini ngadat. Namun, Kayla sedang buru-buru.

"Dasar motor sialan," umpatnya kesal.

Kayla menyerah. Tidak ada gunanya memaksa menghidupkan mesin motor yang mati. Ini pasti karena kemarin ia menabrak gapura komplek. Sudah biasa kalau selalu saja terjadi insiden dengannya. Entah itu hampir menyerempet tukang bakso keliling, masuk selokan atau menabrak pohon di depan rumah tetangga.

Padahal Kayla belajar mengendarai motor itu sudah cukup lama, tapi tetap saja kalau tidak jatuh maka menabrak pohon atau pagar. Dari itu juga iya sulit dapat SIM. Namun bukan Kayla kalau menyerah dan keras kepala. Ia tetap nekat membawa motor ke sekolah.

"Lan. Lo masih di mana?" Kayla menelpon Alan. "Buruan ke sini. Jemput gue. Awas kalau sampai gue enggak dapat diskon di toko buku. Lo yang harus bayarin semua belanjaan gue."

Kayla memutus sambungan telepon tanpa menghiraukan gerutuan Alan dari seberang sana. Hari ini ia berniat ke toko buku. Berburu novel diskonan. Awalnya, ia ingin pergi sendiri dan membatalkan janji mengajak Alan bersamanya. Akan tetapi, motornya sedang tidak bisa diajak kerjasama.

Selang beberapa saat, Alan datang. Kayla langsung memarahinya. Ia juga mengabaikan sepupunya yang misuh-misuh. Tujuannya harus tercapai, mendapatkan novel incarannya.

Tubuh jangkung Alan membuat Kayla harus mendongak ketika sepupunya ini memakainya helm. Ia dan Alan seumuran. Jadi selain bersaudara, ia menganggapnya seperti teman main.

"Jalan yang bener. Gue masih mau hidup," protesnya ketika Alan sedikit mengebut.

"Bukannya Lo pengin cepet sampai?" Alan malah menambah kecepatan sehingga Kayla harus memeluknya.

"Lo mau jadi pembalap? Tapi ini bukan sirkuit. Pelan-pelan dikit." Kayla memukul helm yang dipakai Alan. Ia ngeri takut terjadi sesuatu dengan mereka berdua. Tapi di sisi lain ia juga tidak ingin kehabisan novel diskon.

Ketika sampai di depan toko buku, Kayla segera turun dari motor. Ia berlari masuk ke dalam. Namun sesuai dugaannya. Toko ini penuh. Kemungkinan novel incarannya sudah habis. Namun, ia tetap optimis. Kayla pun ikut berdesak-desakan.

"Aduh." Kayla mengaduh. Seseorang menyenggolnya hingga hampir kehilangan keseimbangan.

Namun, usahanya tidak sia-sia. Ia berhasil mendapatkan salah satu novel incarannya. Meski kakinya sakit karena terinjak. Masih ada beberapa novel dan buku yang ingin ia bawa beli.

"Ah, gue telat," ucapnya sedih.

"Muka Lo suram amat."

Kayla menoleh ke samping kiri. Di sana sudah berdiri Chandra sedang menatapnya sambil membawa beberapa buku. Perhatiannya terfokus pada yang dibawa laki-laki ini.

Dan sepertinya Chandra mengerti. "Kenapa? Lo mau ini?" tanyanya mengacungkan buku di tangannya.

"Enggak," jawab Kayla datar. Ia pun segera pergi meninggalkan Chandra.

Jawaban ini tentu saja bohong. Tapi Kayla terlalu malu untuk meminta buku yang ada di tangan Chandra. Ego melarangnya untuk berkata jujur.

"Ah, Lo bohong kan?"

"Lo ngapain ngikutin gue?"

"Siapa juga yang ngikutin Lo. Gue mau ke kasir."

Benar saja. Chandra menuju kasir. Sementara itu Kayla hanya menghela pelan. Ia harus bersyukur masih bisa mendapatkan novel yang dinginkan meski hanya satu. Ia tidak ingin buru-buru ke kasir. Sehingga ia pun memutuskan untuk kebagian rak buku cerita anak-anak.

CRUSH - Act Of Service Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang