Eps. 15. Hold your hand

22 2 0
                                    



"Aku juga Vin.. aku juga sama" setelah berpikir panjang, Jian memutuskan untuk tetap menyatakan perasaannya juga kepada Arvin, tak peduli resiko apa yang akan ia terima setelah ini.

mereka berdua saling bertatapan dan kembali tertawa, entah apa yang lucu, tapi mereka tampak bahagia. Arvin pindah dari tempatnya ke samping Jian.

"Jadi sekarang apa?" tanya Arvin masih mencuci baju, begitu juga Jian.

"Apa?"

"Gak mau jadi pacar aku?"

"Apaan sih Vin!" Jian memukul pundak Arvin, ia sungguh malu walaupun hanya mereka berdua disana.

"Aku serius Jian! mau gak?"

"Menurut kamu?" tanya Jian balik. "Pasti mau sih" ucap Arvin dengan pedenya.

"Pede banget.."

"Iya dong! benerkan?" Jian mengangguk pelan dan tersenyum malu.

Arvin pun juga tersenyum. Hari itu mereka resmi memulai hubungan baru, hubungan yang lebih dekat dari sebelumnya.

Setelah selesai mencuci baju, Arvin dan Jian kembali ke rumah nenek dengan Arvin yang membawa baju-baju yang sudah di cuci dan membiarkan Jian tak membawa apa-apa.

"Main pergi kamu Vin" Jun melipat kedua tangannya di dada setelah melihat Arvin dan Jian berjalan memasuki halaman rumah nenek.

"Namanya juga udah rindu banget" ujar paman Sang sambil tertawa.

Arvin menaruh ember berisi baju-baju itu di meja teras rumah. "Kenalin Jian.. ini temen-temen aku.." Arvin memperkenalkan teman-temannya kepada Jian.

gadis itu tersenyum mengajak Jun dan Willy berjabat tangan. "Jian.." ucap Jian memperkenalkan namanya.

"aku Jun"

"aku Willy"

"Pantas aja Arvin selalu rindu kamu, ternyata secantik ini.." kata Willy memuji kecantikan gadis didepannya itu.

"Terima kasih.." Jian tersenyum wajahnya memerah karena pujian itu.

"Ekhem!"

"Dih digituin aja udah cemburu" ujar Jun meledek temannya itu.

"Udah! udah! ayo makan" ajak nenek.

"Iya nek"

***

"Gimana latihan cucuku disana?" tanya nenek membuka topik saat mereka sedang makan.

"Arvin banyak peningkatan nek" jawab paman Sang diikuti dengan anggukan Jun dan Willy.

"Dia baru berlatih 3 bulan tapi kekuatannya sudah melebihi aku.." Willy memonyongkan bibirnya kedepan seolah merasa kalah dengan Arvin yang baru latihan.

"Itu karna kamu malas! Liat Arvin setiap hari dari pagi sampai sore gak pernah berhenti latihan.. wajar saja kalau dia lebih cepat" ucap Jun kembali memasukkan sesendok nasi ke mulutnya.

"Jangan terlalu dipaksa Vin.. nanti kamu sakit" Arvin mengangguk dengan cepat mendengar perkataan Jian, ia tersenyum manis.

"Setelah ini kalian langsung pulang?" tanya nenek lagi.

"Tidak nek, kita disini sampai sore" jelas paman Sang.

"Rencananya kami mau berlatih di danau, nenek tau energi disana sangat kuat, itu bisa sangat membantu mereka.."

"Bagus.."

"Aku boleh ikut gak?" tanya Jian melihat neneknya seolah memohon.

"Iya boleh" jawab nenek malas. "Makasih nek" Jian memeluk wanita tua itu hangat.

setelah makan, mereka berlima termasuk Jian pergi ke danau. Paman Sang, Jun, dan Willy berjalan di depan sedangkan Arvin dan Jian berjalan di belakang.

perlahan-lahan Arvin mengambil tangan Jian dan menggenggamnya hangat. "Arvin.."

"Gak apa-apa" pria itu tersenyum lagi. Jian hanya takut paman dan teman-teman Arvin melihat mereka berdua sedang berpegangan tangan.

namun lama kelamaan itu membuat Jian nyaman, ia mulai terbiasa. sesekali mereka saling melempar senyum, sungguh seperti pasangan yang berbahagia.

"Kira-kira kapan kamu balik kesini lagi?" tanya Jian.

"Aku gak tau"
"Tapi aku pasti bakal cari cara buat selalu kesini" lanjut Arvin.

"Emangnya paman Sang gak marah?"

"Semoga aja enggak"

"Oh iya.. kamu sering ceritain aku ke temen-temen kamu ya?" Jian menatap pria disebelahnya itu dengan tatapan mengintrograsi pria itu.

"Iya kenapa? gak masalah kan?"

"Kamu cerita tentang apa?"

"Cerita tentang gimana aku ketemu kamu.. tentang gimana nenek yang ngerawat aku.. tentang kamu yang baik banget sama aku, kamu yang cantik banget" Arvin mengatakan semua itu sambil menatap Jian dengan senyumnya.

"Kamu berlebihan.." jujur saja siapa yang tidak tersipu malu jika pria itu berkata seperti itu.

"Aku serius loh, kamu cantik"

"Terima kasih"

"Aku gak ganteng?" tanya Arvin lagi, ia berharap gadis itu akan mengatakan kalau ia tampan juga.

"Ganteng kok"

.
.
.
.
.

Janji Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang