Eps. 66. Kristal

3 1 3
                                    



HAPPY READING ;)

"Jangan pergi, kamu tahu itu sangat berbahaya kan?!" Jun menahan Willy yang hendak menggunakan pakaian perangnya.

"Aku tidak selemah itu Jun! aku akan menunjukkan pada bajingan itu kalau aku berguna!" Willy menepis tangan Jun yang berada di lengannya lalu berjalan keluar dari kamarnya.

"Huh!" Jun tak menyerah begitu saja, ia kembali menahan Willy namun seperti batu, pria itu sangat keras kepala.

langkah mereka berdua terhenti saat melihat Arvin dihadapan mereka sedang melipat kedua tangannya didada.

"Aku pergi.." kata Willy penuh tekanan, dijawab anggukan ringan oleh Arvin seolah ia tak peduli.

"Vin.. tolong hentikan Willy, firasatku tak enak soal ini" Jun membujuk Arvin kembali saat Willy melanjutkan langkahnya meninggalkan mereka.

"Lepas.." pria itu malah tak peduli dengan kata-kata sahabatnya dan pergi.

entah mengapa ketiga sahabat itu menjadi seperti ini sekarang, mereka terpecah belah seakan-akan melupakan semua kenangan mereka. Keegoisan telah memakan semuanya, kini Jun hanya bisa berdoa agar sahabatnya itu selalu dilindungi oleh tuhan.

perang itu cukup besar, diperkirakan ada 100 pasukan musuh yang bergerak menyerang kerajaan api dari sebelah timur. Itu sebabnya Arvinlah yang harus turun tangan, namun pria itu malah memberikan tugas berat itu kepada Willy.

"Kenapa tiba-tiba berubah?" Alana terlihat panik menanyakan pertanyaan itu kepada Arvin.

"Aku hanya ingin melihat kemampuannya.."

"Tapi.. tapi itu berbahaya Vin.."

"Aku tidak peduli, apapun resikonya itu tanggung jawab dia"

Duk!

Arvin menutup pintu kamarnya dengan kuat, meninggalkan Alana sendiri diluar sana.

***

POV. JIAN.

aku terbangun pagi ini dan mendengar kabar bahwa Willy pergi menggantikan posisi Arvin dalam perang besar, tentu saja aku sangat terkejut dan takut.

banyak orang berkata perang itu akan berlangsung cukup lama karena perangnya sangat besar, itu membuatku mengkhawatirkannya. Aku baru saja mendapatkan makanan darinya malam tadi, sesuai dengan janji yang ia berikan padaku. Tapi aku tidak menyangka pagi ini akan mendengar kabar seperti itu.

Jadi, aku memutuskan untuk menghampiri Jun. Aku ingin mendapatkan lebih banyak informasi darinya, setidaknya itu tak akan membuatku sangat khawatir.

Tok! Tok! Tok!

aku mengetuk pintu kamarnya.

Ceklek!

"Ada apa?" tanyanya sungguh dingin namun aku masih tak menyadarinya saat itu.

"Aku dengar Willy ikut perang.. apa itu baik-baik saja?" tanyaku pelan.

"Huh.. ini semua karena kamu tau tidak?" aku membulatkan mataku ketika mendengar itu.

"Kau kenapa sangat dekat dengannya hah? kau tahu Arvin membenci semua hal yang dekat denganmu! tapi kenapa kau masih terus melakukan hal itu?!"

"Bisakah kau diam saja?! hanya diam!!" teriak Jun penuh emosi kearahku.

aku terdiam seribu bahasa dan hanya mendengarnya yang terus marah kepadaku, menyalahkan semua hal kepadaku.

"Berapa banyak lagi orang yang ingin kau lukai? apa prajurit itu tidak cukup untukmu?! kumohon! berhentilah!"

"Persahabatan kita seperti tidak ada artinya sekarang karnamu"

"Sekarang aku hanya.. berharap kau menghilang"

aku menggigit bibir bawahku ketika Jun melemparkan kalimat itu dari mulutnya.

Bruk!

pintu itu kembali tertutup, Jun menutupnya dengan sangat keras. Aku hanya bisa berjalan pergi dari sana, dengan hatiku yang terluka, seharusnya aku tak menanyakan hal itu agar aku tak mendengar perkataan menyakitkan itu.

Ceklek!

aku masuk ke kamarku dan duduk di pinggir kasur, menyandarkan punggungku ke dinding. Terdiam hanya menyaksikan hujan salju yang berhasil masuk dari jendela kamarku, membuat sedikit tumpukkan salju di dekat jendela.

aku memang sudah bersahabat bersama lama salju, aku tidak merasa kedinginan atau apapun itu. Aku seperti kebal dengan dinginnya musim dingin.

"Sh.." aku memegang kepalaku yang tiba-tiba saja terasa nyeri, terdiam sebentar agar rasa nyeri itu dari hilang dari kepalaku.

"Uh.." aku menghela napas sebentar saat merasa kepalaku tak lagi nyeri.

aku pergi duduk di sebelah tumpukan salju, dan mulai membentuk bola salju kecil disana. Aku bahkan tak merasa dingin di tanganku ketika membuatnya, sehebat itu aku bersahabat dengan salju.

namun.. tiba-tiba saja bola salju yang sedang aku genggam berubah menjadi kristal.

Duk!

aku menjatuhkan bola kristal itu karena terkejut, tentu saja aku segera menjauh dari bola itu, merasa takut dan bingung secara bersamaan.

.
.
.
.
.

Janji Where stories live. Discover now