Eps. 23. Hangat

21 2 0
                                    



hari berganti ke malam, Arvin masih tetap terjaga, ia menjaga Jian agar tetap tertidur malam itu.

sesekali Arvin mengusap keringat yang bercucuran dari kepala Jian, badan Jian juga terasa hangat, ia benar-benar tak sehat dan membuat Arvin khawatir

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

sesekali Arvin mengusap keringat yang bercucuran dari kepala Jian, badan Jian juga terasa hangat, ia benar-benar tak sehat dan membuat Arvin khawatir.

Jian terbangun di tengah malam, melihat Arvin yang masih senantiasa merawatnya.

"Kamu gak tidur?" Arvin menggeleng dengan senyumnya. Kemudian mengusap rambut Jian.

"Tidur saja, aku jaga kamu"

Jian membuka selimutnya ingin mengajak lelaki itu tidur bersamanya.

"Kenapa?" Arvin tampak tak mengerti.

"Ayo sini.. tidur sama aku" ajak Jian lebih jelas.

"Gak usah, kamu tidur aja"

wanita itu menarik tangan Arvin, memaksanya. "Ayo.. aku gapapa Vin.."

Arvin menghela napasnya pelan. "Iya"

Arvin berbaring di sebelah Jian, baru saja ia berbaring, wanita itu langsung memeluknya.

Arvin berbaring di sebelah Jian, baru saja ia berbaring, wanita itu langsung memeluknya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Hangat.." gumam Jian saat berada di pelukan Arvin.

"Kamu suka?" Jian mengangguk. Jian mengeratkan peluknya.

"Aku suka setiap kamu disamping ku Vin.. rasanya hangat" ujar Jian.

"Kalau begitu aku bakal selalu disamping kamu.."

"Janji ya?"

"Em!"

***

POV. ARVIN.

aku membuka mataku pagi itu, aku meraba keberadaan Jian disampingku, namun tak menemukannya.

buru-buru aku keluar kamar dan melihat sekeliling rumah nenek. Ternyata Jian sedang di dapur dan sedang memasak sesuatu.

Aku memeluknya dari belakang, dapat kurasakan Jian terkejut dengan tindakanku barusan.

Aku memeluknya dari belakang, dapat kurasakan Jian terkejut dengan tindakanku barusan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Vin, nanti nenek liat loh" ia sedikit menoleh kearah ku.

"Gapapa"

"Kamu masak apa?" tanyaku.

"Bubur ayam"

"Aku suka makan ini kalau lagi sakit" lanjut Jian.

"Buat aku ada gak?"

"Ada kok, aku buat banyak"

"Ekhem!" aku terkejut setengah mati saat nenek berdekhem di belakangku. Buru-buru aku melepaskan pelukanku dan berpura-pura mencuci piring, sedangkan Jian tetap memasak dan berpura-pura tenang. Namun sepertinya usaha kami sia-sia saja.

"Kalian ini masih pagi udah mesra-mesra aja!" omel nenek.

"Gimana nanti kalau udah menikah?! Arvin!"

"IYA NEK?" jawabku langsung berbalik badan.

"Awas ya kamu kalau macam-macam sama cucu nenek!"

"Gak bakal nek!" aku berjalan mendekatinya dan memeluknya. "Jangan marah-marah nek.. aku minta maaf"

bisa kudengar Jian tertawa di belakangku. "Huh.. anak ini nakal sekali" nenek memukul punggungku.

"Ayo makan, buburnya sudah jadi" Jian menaruh semangkuk besar bubur di meja makan.

***

"Ada apa nek?" tanya Jian memasuki kamar, Jian dipanggil oleh nenek setelah makan tadi.

"Nenek mau tanya kamu tentang yang kemarin Jian"

"Kamu.."
"Bohong kan?" lanjut nenek.

"Bo-bohong soal apa nek?"

"Kamu tau Jian.. warga desa selalu baik ke kita, kamu gak mungkin bisa di rampok disekitar sana" perkataan nenek memang benar, warga desa sangat baik pada mereka, dan juga sangat sedikit tindak kekerasan di desa. Itu artinya sangat tak mungkin untuk Jian di rampok bahkan sampai dipukul.

"Jadi katakan yang sebenarnya pada nenek" lanjut nenek.

Jian terdiam, ia tertangkap seperti kucing basah. Jian tak tau harus menjawab apa pada neneknya itu.

"Tidak apa-apa Jian.. katakan saja, nenek tidak akan membocorkan perkataan mu" nenek mengusap punggung Jian.

"Aku.. tidak bisa nek.."

nenek menghela napas. "Tapi kamu tidak apa-apa kan?" Air mata Jian menerobos begitu saja saat nenek menanyakan kabarnya.

"Jangan menangis sayang.." nenek memeluk gadis itu, membuat Jian menangis tersedu-sedu dipelukan nenek.

tanpa mereka sadari, Arvin sudah sedari tadi mengintip pembicaraan mereka berdua. Arvin hanya melihat Jian yang menangis tersedu-sedu di pelukan neneknya.

namun ia tak mengerti kenapa Jian menangis seperti itu, bukan hanya Arvin, bahkan nenek pun juga tak mengerti. Yang bisa mereka lihat hanyalah Jian yang sangat terpukul.

"Sudah.. jangan menangis lagi.."

"Aku minta maaf nek.. aku minta maaf.. hiks.. hiks.."

"Tidak apa-apa Jian.."

.
.
.
.
.

Janji Where stories live. Discover now