Chapter 2

1K 61 6
                                    

Tak pernah sebahagia ini sebelumnya
(Naura Muhafidzah)

Angin kembali berhembus begitu kencang Zaza masih di perjalanan menuju ke rumah, Zaza berdoa selalu di dalam hatinya agar tidak hujan dulu sebelum dirinya sampai ke rumah. Suara ribut kendaraan begitu ramai di jalanan Zaza terus berhati-hati, agar tidak ada yang terjadi pada dirinya.

Akhirnya Zaza bisa sedikit bernafas lega karena saat ini sudah sampai di dalam kawasan rumahnya, betapa terkejutnya orang tuanya sudah menunggu di depan rumah. Zaza sedikit gemetaran karna takut di marahin oleh orang tuanya karna pulang sudah malam hari. Zaza pun menyalami kedua orang tuanya yang masih memperhatikannya.

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh ayah," ucap Zaza kepada ayah Fahmi.

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab ayah Fahmi dengan senyuman.

"Maaf ya ayah aku lama pulang ke rumah, tapi aku bukan pulang nongkrong kok kayak biasanya, aku tadi ikut belajar di Masjid Al Kautsar di kabupaten sebelah," jelas Zaza.

"Iya enggak papa," sahut ayah Fahmi dengan senyum lebar.

"Kok ayah enggak marah sih," bisik Zaza dalam hatinya.

"Ya udah masuk lagi ganti bajunya, mandi terus makan," ucap ibu Fatimah.

"Baik Bu," Zaza berjalan menuju ke kamar.

"Alhamdulillah sekarang dia mau belajar ya Bu," ucap ayah Fahmi dengan tersenyum.

"Iya Alhamdulillah, semoga dia benar-benar istiqomah di dalam Allah dan niatnya hanya karena Allah," sahut ibu Fatimah.

Di perjalanan menuju kamar Zaza masih merasa sedikit khawatir karna takut akan kena marah orang tuanya padahal, tidak seperti yang dirinya bayangkan sekarang. Zaza sedikit lega bernafas, merebahkan badan sebelum ke kamar mandi karena dirinya merasa cukup capek dari perjalanan jauh.

Beberapa menit kemudian Zaza menuju ke kamar mandi untuk membersihkan tubuh, sesudah selesai Zaza bersiap - siap untuk melaksanakan sholat maghrib karna dirinya sesampai di rumah sudah dekat waktu maghrib. Zaza mengambil mukenah yang sudah lama tidak dirinya pakai, karna pada masa itu dirinya untuk melaksanakan sholat saja malas. Salah pergaulan dan harus pandai memilih teman adalah hal yang penting, untuk saat ini bila temannya sama mungkin dirinya lebih bisa mengatur waktunya untuk bermain dan belajar.

Adzan maghrib sudah berkumandang Zaza memakai mukenah dan menggelar sajadah, untuk melaksanakan sholat. Entah apa yang terjadi tiba-tiba air mata menetes di pipinya, Zaza berfikir kenapa dirinya bisa menangis tiba-tiba. Bahkan dirinya saja tadi tidak di marahi orang tuanya, Zaza mengambil Al Qur'an dan coba mengaji sambil melatih pengucapan kalimat basmallah yang dirinya pelajari di masjid tadi.

Zaza melipat mukenahnya, bersiap-siap untuk makan malam. Namun ketika dirinya asik berkaca Zaza di panggil dengan ibunya, Najma pun berjalan keluar kamar dengan buru-buru.

"Zaza," panggil ibu Fatimah.

"Iya ibuuuuu," sahut Zaza buru-buru keluar rumah.

"Sini nak makan dulu," ucap ibu Fatimah yang sedang membereskan meja makan.

"Iya ibu, Zaza mau ke sana ni," jawab Zaza dari kejauhan.

"Iya buruan sebelum ayah datang nih," ucap ibu Fatimah lagi.

Zaza berjalan ke dapur melihat ibu Fatimah sudah menyusun beberapa piring yang berisi lauk, dirinya pun membantu ibu Fatimah menyusun lauk dan juga menaruh beberapa piring dan gelas yang di butuhkan.

"Mana ayah bu?" tanya Zaza.

"Masih siap-siap tadi nak," jawab ibu Fatimah.

"Hehe, kayaknya enak banget nih lauk yang di buat ibu," ucap Zaza melihat piring - piring yang berada di atas meja.

"Udah enggak sabar ya nak," sambil tersenyum.

"Iya enggak sabar banget," ucap Zaza.

Setelah selesai mereka mengobrol, Zaza dan ibu Fatimah sangat ingin makan bersama dengan ayah Fahmi, karena mereka cukup jarang sekali makan bersama. Tidak lama ayah Fahmi tiba di meja makan dan makan bersama, Zaza begitu menikmati lauk dan nasi yang berada di piring, di rumah ini Zaza hanya tinggal bersama kedua orang tuanya karena dirinya adalah anak tunggal.

Setelah selesai makan ayah Fahmi bertanya jauh kepada Zaza tentang kemana perginya tadi pagi sampai sore menjelang malam, Zaza menjawab dengan sedikit ragu karna dirinya merasa malu. Pada akhirnya Zaza pun menjawab dengan jujur kedua orang tuanya terlihat tersenyum dan bersyukur melihat perubahan Zaza yang sedikit sudah bisa membagi waktunya untuk ikut belajar.

Adzan isya sudah terdengar ayah mengajak ibu dan Zaza untuk pergi ke masjid melaksanakan sholat isya berjamaah, Zaza langsung bergegas bersiap-siap untuk pergi ke masjid sebelum iqomah. Kebetulan masjid tidak jauh dari rumah, Zaza bersama ayah dan ibunya berjalan kaki menuju ke masjid. Zaza tersenyum ternyata tidak harus nongkrong bersama teman-teman untuk bahagia, tapi pergi ke masjid dan melihat orang-orang yang berbondong-bondong juga sangat bahagia, kebahagian yang sebelumnya tidak di rasakan oleh Zaza.

Suasana masjid sangatlah beda jauh dengan dunia yang di luar sana, Zaza duduk menunggu iqomah. Tidak menunggu waktu yang cukup lama, iqomah pun terdengar tetapi Zaza seperti mengenali suara itu.

Sholat sudah selesai, sebelum pulang ada sedikit pengumuman bahwa hari Rabu akan ada kajian tahsin di mesjid dekat rumah Zaza, dirinya merasa sangatlah senang karna dirinya tidak perlu jauh-jauh mengikuti kajian.

"Alhamdulillah," ucap Zaza.

"Kenapa nak?" tanya ibu Fatimah yang ternyata mendengar perkataan Zaza.

"Enggak papa kok bu," jawab Zaza sedikit malu.

"Oo iya nak, kira ada apa tadi," ucap ibu Fatimah.

"Hehehe iya bu," sahut Zaza.

Ternyata indahnya melihat orang-orang yang berjalan keluar dari masjid, wajahnya berseri-seri. Senyumnya berbeda dengan orang-orang biasanya, Zaza berjalan namun tanpa sengaja matanya tertuju kepada salah satu orang yang memakai jubah berwarna hitam dengan sorban di tangannya. Dirinya belum melihat siapakah orang itu, Zaza hanya melihat dari belakang. Siapa sangka yang dirinya lihat itu adalah seorang ustadz yang mengisi kajian di masjid Al Kautsar, yang dirinya pikir kenapa ustadz itu tidak melihat lawan bicaranya jika seorang cewek.

Zaza terus memperhatikan ustadz itu, seorang ustadz yang belum banyak dirinya kenal. Zaza terkejut saat ibu Fatimah menepuk pundaknya dengan lembut untuk mengajaknya pulang ke rumah. Di perjalanan menuju rumah dirinya berfikir apakah ustadz itu tinggal di komplek perumahan dekat sini, sehingga ustadz melaksanakan sholat berjamaah di masjid ini atau ustadz hanya singgah.

Jantung Zaza berdetak dirinya saat mendengar suara motor di belakangnya, ternyata itu adalah Ahkam. Untuk pertama kalinya dirinya merasa di sapa oleh ustadz walau hanya dari bunyi klakson motornya. Dirinya sendiri pun tidak mengerti apa sebenarnya terjadi, kenapa bisa begitu dengan seorang ustadz. Padahal dirinya sangat tidak mau kenal dengan seorang ustadz karna yang dirinya tau seorang ustadz itu memiliki sifat yang cuek tidak mau menyapa orang. Karna Zaza adalah orang yang tidak suka bila dirinya di cuekin oleh orang apalagi dirinya sayang kepada orang itu, namun kenapa saat ini dirinya berbeda.

"Itu beneran ustadz Ahkam," ucap Zaza dalam hatinya.

Terima kasih udah baca...
Maaf kalau masih banyak typo
Sayang semua 💕

AhzaWhere stories live. Discover now