03. Kembali Bersekolah

1K 124 6
                                    

Andai saja kondisi Milo dalam keadaan baik-baik saja, mau itu masalah keluarga atau yang lainnya. Pasti aku akan menikmati seluruh kehidupan mewah yang dimilikinya.

Entah apa yang dipikirkan Milo selama hidupnya, maksudku, dia hampir memiliki segalanya jika itu bersangkutan dengan uang. Tapi yang Milo lakukan, hanya memperburuk keadaan dengan menyatakan perasaannya pada Jake yang notabenenya adalah tunangan Mila.

Lihatlah, bahkan saat aku tiba di sekolah tempatnya belajar, aku tak henti-hentinya merasa kagum dengan kemewahan serta kekayaan yang keluarganya punya.

Dan aku yakin, sekolah ini adalah sekolah yang hanya berisikan murid-murid dengan latar belakang yang tidak bisa diremehkan.

Ya...contohnya seperti Milo juga Mila yang memiliki kondisi finansial di atas rata-rata.

"Kita sudah sampai Tuan. Apa Tuan perlu saya antarkan ke kelas Tuan Milo berada?" Ucap Pak Simon, yang benar-benar seorang pelayan pribadi Milo yang bahkan seluruh keperluannya sudah disiapkan olehnya, termasuk mengantarnya ke sekolah.

Aku menggeleng pelan, dan sedikit berkerut mendengar tawarannya barusan.

"Apa yang membuat Pak Simon berpikir aku perlu diantar?" Heranku.

Kini giliran Pak Simon yang memandangku bingung, seakan pertanyaanku adalah hal yang baru yang aku yakin pasti dirinya mulai curiga dengan aku yang hampir setiap saatnya bertanya tentang sosok Milo, seperti dimana letak sekolahnya, kelasnya, bahkan pelajaran tambahan apa saja yang diambil olehnya.

"Maaf, Tuan. Tapi biasanya, setiap kali saya menawarkan, Tuan Milo tanpa berpikir panjang langsung menyetujuinya. Karena...ya, Tuan Milo tau sendiri apa yang terjadi setiap harinya di sekolah." Jelasnya, yang masih memberiku tanda tanya yang untung saja aku bisa memikirkan maksud dari kalimat terakhir yang di ucapkannya.

"Aku selalu mendapat perundungan, ya?" Tanyaku memastikan. Pak Simon menganggukkan kepalanya.

"Jika saya mengantar Tuan, setidaknya perundungan itu tidak terjadi di awal. Walaupun pada akhirnya Tuan tetap menerima perundungan, setidaknya ada saat dimana mereka tidak merundung Tuan karena saya yang memberi peringatan." Ungkapnya.

"Peringatan?"

"Ya, Tuan. Saya sedikit mengancam mereka dengan mengatakan akan mengadukan seluruh perbuatan mereka pada Tuan Presdir," ujarnya.

"Lalu, apa Pak Simon melaporkannya?" Pak Simon menggelengkan kepalanya pelan.

"Mengapa tidak dilaporkan? Ada yang mengancam Pak Simon juga?" Tanyaku heran.

Lagi, Pak Simon menggeleng pelan.

"Tidak, Tuan. Saya Tidak mendapat ancaman. Tapi yang membuat saya tidak mengadu pada Tuan Presdir, adalah Tuan Milo sendiri." Jelasnya, tentu aku yang mendengarnya bertambah keheranan, lalu dengan nada tidak percaya, aku membalas.

"Aku? Aku yang membuat Pak Simon tidak jadi mengadu?"

"Benar, Tuan." Balasnya, lalu menundukkan kepalanya dengan posisi kami yang berdiri berhadapan di dekat gerbang sekolah.

Aku yang mendengarnya tidak bisa lagi menebak apa yang ada di pikiran Milo. Apa yang membuatnya tidak mengadu, padahal dirinya memilik sosok Kakek yang aku yakin akan mendukungnya penuh.

Berbeda denganku yang sama sekali tidak memiliki seseorang yang bisa melindungiku, sehingga saat aku mengadu, malah aku yang bertambah babak belur.

Entahlah, aku sama sekali tidak mengerti apa yang sebenarnya Milo inginkan. Aku juga belum sepenuhnya membaca buku harian miliknya. Pasti ada alasan yang tertulis disana tentang mengapa dirinya memilih menjadi orang bodoh dengan tidak melaporkan seluruh kesulitan yang di alaminya.

No More [TAMAT]Where stories live. Discover now