09. Mengikuti Devon

861 108 5
                                    

Walaupun aku selalu gagal menyampaikan keinginanku yang ingin menjadikan Devon seorang teman. Aku tetap tidak menyerah, karena bagaimanapun keberhasilanku akan menentukan bagaimana kehidupanku selanjutnya.

Dan karena aku sudah mengetahui beberapa tempat yang sering disinggahi Devon di sekolah, aku pun tanpa ragu menelusurinya yang aku mulai dari ruangan baca khusus yang memerlukan kunci juga izin dari Anna.

Aku pikir aku tidak akan menemukan dirinya di sana. Tapi ku rasa, aku cukup beruntung karena saat ini sosok Devon berada di ruangan itu yang mana dirinya sedang tertidur sekarang.

Melihatnya, dengan perlahan aku mendekatinya dan duduk tepat di samping tubuhnya untuk memperhatikan sosoknya yang terlelap dengan tas miliknya yang menjadi alas kepalanya, seperti yang Devon lakukan pada tas milikku sebelumnya.

Jika benar-benar diperhatikan, sebenarnya Devon itu tampan. Wajahnya yang mulus juga cerah disertai kelopak mata yang indah, membuatnya pasti akan digemari para wanita jika saja sikapnya tidaklah seperti yang biasanya aku kenal.

Maksudku dia atraktif, hanya saja caranya bersikap sehari-hari menutupi fakta itu karena sudah pasti penilaian orang lain saat pertama kali melihatnya, adalah pria nakal yang hobinya melakukan hal yang tidak berguna.

Ya, walaupun memang Devon seperti itu. Tapi setidaknya dia bukan salah satu dari murid-murid perundung seperti Jake juga teman-temannya.

"Sampai kapan kau berniat memperhatikanku, huh?" Suara Devon tiba-tiba, yang mengejutkanku yang baru saja ingin mendekatkan diri berniat memperhatikannya lebih jelas.

"K-kau sudah bangun?" Tanyaku, sedikit tergagap karena tertangkap basah olehnya.

"Ya, sejak kau membuka pintu dan berjalan mendekatiku," jawabnya, yang kemudian menggerakkan tubuhnya untuk mengganti posisi tidurnya dari yang tadinya miring kini, menjadi telentang dengan mata yang tetap terpejam.

"Lalu, bagaimana kau bisa tau kalau aku yang datang? Aku lihat sedari awal aku tiba, matamu terpejam." Ungkapku padanya yang sudah merasa santai dari yang sebelumnya malu karena ketahuan memperhatikan dirinya.

Devon tidak menjawabnya, dia hanya diam dengan napas yang teratur yang aku rasa dirinya kembali mencoba untuk tidur.

Tapi tidak, setelah beberapa menit berlalu, dirinya baru membalas pertanyaanku dengan berkata.

"Baumu," ungkapnya, dahiku berkerut mendengarnya.

"Bau? Aku bau?" Tanyaku dan langsung menghirup aroma tubuhku sendiri yang ku awali dari bagian ketiakku, lalu pada pakaian yang aku kenakan sekarang.

"Tidak. Aku tidak mencium bau pada tubuhku. Juga, aku sedang tidak berkeringat sekarang. Mana mungkin aku bau seperti yang kau katakan." Jelasku padanya.

Bukannya membenarkan apa yang aku katakan, Devon dengan mudahnya berkata.

"Bodoh," ucapnya.

"Pergilah. Aku sedang mencoba untuk tidur kembali sekarang." Tambahnya.

Aku ingin menolak, tapi pada akhirnya aku menuruti perkataannya karena bunyi bel yang menandakan mata pelajaran pertama terdengar, yang membuatku mau tidak mau keluar dari ruangan.

Tapi sebelum aku benar-benar keluar, aku lebih dulu bertanya.

"Apa kau akan membolos pelajaran?" Tidak ada jawaban darinya, yang mana itu berarti tidak.

"Lagi? Mengapa kau repot-repot datang ke sekolah, jika kau saja hampir tidak pernah menghadiri kelas?" Tambahku, yang segera mendapat jawaban berupa sebuah tas yang melayang tepat mengenai wajahku.

No More [TAMAT]Where stories live. Discover now