12. Sebuah Ciuman

986 96 11
                                    

Karena aku tau kalau teman dari Jake--yang sudah ku ketahui namanya adalah Mac--akan mengincarku dan mencari diriku keesokan harinya, tanpa berpikir panjang aku langsung bersembunyi di ruang baca khusus milik Anna begitu tiba di sekolah.

Aku berdiam cukup lama di sana, bahkan mengabaikan bunyi bel mata pelajaran pertama akibat rasa takut akan aku yang mungkin bertemu dengan Mac yang sudah pasti akan membalas perbuatanku padanya semalam.

Ya, aku tau, harusnya aku tidak masuk sekolah setelah yang aku alami semalam, yang mana membuatku hampir menguras isi perutku akibat rasa mual mengingat betapa menjijikkannya benda miliknya itu saat memaksa masuk ke dalam mulutku.

Dan karena kejadian itu, aku kembali melanjutkan membaca buku harian Milo untuk mengetahui kebenaran atas apa yang Mac ucapkan perihal Milo yang sudah cukup sering melakukannya demi menggali informasi Jake darinya.

Sialnya, yang Mac ucapkan itu benar. Milo benar-benar seperti seorang pelacur yang melayani nafsu bejatnya bahkan saat tidak ada informasi apapun yang bisa Mac berikan padanya.

Membuatku sedikit merasa geli pada sosok Milo, tanpa adanya iba karena bagaimanapun cara Milo yang ingin mengetahui informasi tentang Jake adalah salah.

"Oh, sial. Kau lagi, kau lagi." Ucap seseorang, yang membuatku mendongak dari yang tadinya menunduk menatap meja melamunkan segala sesuatu yang sudah ku alami selama berada di tubuh Milo ini.

"Hai, Devon. Kau terlambat kali ini. Sudah belasan menit saat bel mata pelajaran pertama berbunyi." Ujarku sambil tersenyum ramah mengetahui kalau Devon lah yang masuk ke dalam ruangan dengan kini dirinya yang berjalan mendekat.

"Lalu? Apa itu masalah bagimu?" Aku menggeleng.

"Tidak. Hanya saja, biasanya kau sudah berada di ruangan ini dan tertidur pulas saat aku memasukinya." Jelasku, sambik memperhatikan dirinya yang kini sudah duduk di kursi satunya dengan tubuh bagian atas yang ia letakan di atas meja.

"Biasanya? Cih, seakan kau sudah mengenalku saja." Balasnya, lalu membalikkan kepalanya sehingga yang tadinya aku bisa melihat wajahnya, kini digantikan dengan bagian belakang yang hanya menampilkan rambut miliknya.

Aku pun melakukan hal yang sama, namun tetap mengarah pada sosoknya agar bisa memperhatikannya sambil dengan aku yang berkata.

"Kau tau. Semalam aku mengalami hal yang benar-benar tidak pernah aku duga. Dan sekarang aku sedang bersembunyi akibat kejadian itu yang mungkin akan membalas perbuatanku padanya," ucapku yang entah mengapa malah mulai bercerita padanya.

"Kau ingat alasanku yang ingin menjadikanmu temanku, kan? Salah satu dari mereka sedang mengincarku, dan jika aku tertangkap, mungkin aku akan mengalami hal yang lebih mengerikan dari apa yang aku alami semalam." Tambahku, yang entah di dengarkan olehnya atau tidak, tapi yang jelas aku merasa sedikit ringan dari yang tadinya aku terus kepikiran tentang apa yang harus aku lakukan agar bisa selamat dari Mac.

"Aku tau kau tidak perduli. Dan kau pasti berpikir mengapa aku masih berani datang ke sekolah jika aku sendiri tau kalau aku sedang dalam incaran. Ya, itu karena aku ingin bertemu denganmu. Aku masih belum menyerah walaupun kau terus menolakku yang benar-benar membutuhkan bantuanmu." Ujarku yang perlahan mulai mengatakan tujuanku.

Tidak ada balasan darinya, yang aku yakin dirinya sudah terlelap karena setelah aku perhatikan wajahnya saat memasuki ruangan terlihat sangat lelah.

Dan karena merasa tidak ada gunanya melanjutkan keluh kesahku padanya, aku pun akhirnya diam. Lalu kemudian mulai memejamkan mata dan perlahan terlelap, karena bagaimanapun aku juga merasa lelah setelah hampir semalaman tidak tidur akibat membaca buku harian Milo, juga memikirkan cara terbaik agar bisa terbebas dari incaran Mac.

No More [TAMAT]Where stories live. Discover now