05. Makan Malam

1K 112 5
                                    

Bisa dibilang aku bersyukur memiliki Pak Simon yang selalu melayaniku, memenuhi kebutuhanku sehingga tidak menyulitkanku menjalani kehidupan Milo yang menurutku jauh berbeda dari kebiasaanku saat di tubuh lamaku.

Memang, menjadi orang yang lebih dari cukup itu menyenangkan. Tapi tetap saja, aneh rasanya saat aku tiba-tiba menjalani kehidupan mewah yang sudah pasti akan terlihat norak jika saja Pak Simon tidak membantuku menjawab segala kebiasaan yang Milo lakukan.

Seperti beberapa puluh menit yang lalu saat aku diberitahu akan ada acara makan malam di rumah Kakek, Pak Simon dengan sigap menyiapkan segala pakaian yang akan aku kenakan, bahkan membantuku menata rambut sehingga aku terlihat menarik bagiku yang melihat pantulan di cermin.

"Apa Kakek selalu mengadakan acara makan malam seperti ini?" Tanyaku, pada Pak Simon yang sedang mengemudi di depanku.

"Tidak Tuan. Tuan Presdir selalu disibukkan oleh bisnisnya. Dan hanya sesekali melakukan perkumpulan jika memang itu diperlukan, seperti acara makan malam hari ini, yang mengundang pihak keluarga Tuan Jake untuk membahas lebih lanjut mengenai pertunangannya. Sekaligus memperbarui apa saja yang sudah dicapai selama dua perusahaan saling bekerja sama." Jelas Pak Simon.

Aku yang mendengarnya menjadi paham, kalau ternyata kehidupan orang kaya tidak jauh dari kata perusahaan maupun bisnis mereka. Entahlah, aku tidak mengerti sepenuhnya, tapi yang jelas aku tidak ingin terlalu terlibat karena tujuanku adalah memiliki kehidupan yang lebih damai dari yang sebelumnya.

"Ah, benar. Apa Pak Simon tau sesuatu tentang salah seorang murid di sekolahku yang bernama Devon?" Tanyaku, yang tiba-tiba teringat sosok Devon yang menghilang setelah jam istirahat.

"Maaf, Tuan?"

"Devon, Pak. Kalau tidak salah, ada murid yang menyebutnya anak dari seorang mafia. Apa itu benar?" Ujarku, yang lebih detail agar Pak Simon tau siapa orang yang aku maksud.

Pak Simon tidak langsung membalas, beliau hanya fokus mengemudikan mobil yang akan mengantarku ke rumah Kakek, hingga beberapa menit kemudian dirinya baru menjawab.

"Maaf, Tuan. Saya kurang tau kebenarannya. Tapi jika Tuan izinkan, saya bisa menyelidiki latar belakang murid yang Tuan Milo inginkan." Ungkapnya, aku segera menggeleng kuat mendengarnya.

"Tidak. Tidak perlu sampai menyelidikinya. Aku hanya ingin tau apa dirinya benar anak dari seorang mafia. Jika Pak Simon tidak mengetahuinya, tidak apa, aku tidak masalah." Ujarku meluruskan.

"Baik, Tuan. Tapi jika memang itu benar. Saya sarankan Tuan tidak memutuskan untuk dekat dengannya. Saya tidak ingin Tuan terkena masalah. Apalagi jika Tuan Besar mengetahuinya. Karena seperti yang Tuan Milo tau, Tuan Besar sangat menjaga reputasinya." Jelasnya, aku hanya mengangguk pelan menanggapinya.

Setelahnya baik aku maupun Pak Simon hanya diam, sampai beberapa belas menit kemudian kami tiba di rumah Kakek yang sungguh sangatlah mewah yang bahkan mampu membuatku tidak percaya diri untuk masuk ke dalamnya.

Dan seharusnya aku datang bersama Ayah, Ibu, juga Mila. Tapi karena mereka meninggalkanku yang bahkan belum menyiapkan apapun, jadi aku hanya pergi sendiri bersama Pak Simon untuk menyusul.

Ya, itu bagus. Karena aku tau, jika aku pergi bersama mereka, aku hanya akan dapat cemoohan dan kata-kata yang tidak mengenakkan walaupun itu tidak terlalu berefek padaku yang memang tidak mengenal mereka.

"Apa Kakek tinggal sendirian di rumah sebesar ini?" Tanyaku, sambil berjalan berdampingan dengan Pak Simon yang lagi-lagi akan mengantarku.

"Tidak, Tuan. Ada dua anak Pak Presdir yang sudah berkeluarga yang menempati rumah ini." Jelasnya, aku mengangguk paham sebelum kemudian pandanganku teralihkan oleh seorang bocah yang berlari ke arahku dan memeluk kakiku erat.

No More [TAMAT]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ