12. RASA TAKUT?.

33 6 0
                                    

Setelah Puas mengatakan apa yang ingin ia katakan, Vincent langsung berlalu pergi meninggalkan Agnese yang masih terdiam di tempat. mungkin itu bukan hanya alasan dari Vincent supaya dirinya berhenti untuk mengejarnya, Mungkin saja dia beneran Pria yang tidak menyukai wanita. tapi kenapa?.

Agnese berbalik, melihat punggung Vincent yang mulai menjauh dari pandangannya, dan di sisi lain, Kalau itu beneran sebuah penolakan kenapa ekspresinya menampilkan keputusasaan?. seolah olah tidak ada jalan kembali baginya untuk berubah.

Seolah olah dirinya akan selalu berada di lingkup hubungan itu, Kenapa Pria itu seputus asa itu?. Apa yang dia sembunyikan di balik wajah tenangnya?. Berapa banyak rahasianya. Sungguh, Agnese benar benar ingin lebih mengenal pria itu. karena dia sangat yakin, dengan benteng yang sangat kokoh itu, Ada sebuah Kelembutan yang tersimpan rapat.

"Ngapain sih lo lama banget, Katanya mau nyeret Vincent untuk Ke kantin Bareng, Kenapa lo sendirian di sini?. mana dia?."Tanya Kaira tiba tiba mengkagetkan Agnese yang masih terdiam di tempat, dengan kepala yang celingak celinguk melihat kesana kemari, mencari keberadaan Vincent.

Agnese menggeleng, tak berniat untuk menjawab, kemudian melangkahkan kakinya meninggalkan Kaira di belakang, "Nes, kemana lo?. Gue di tinggal nih?."

Agnese hanya diam, fikiran yang berkecamuk di dalam otaknya memikirkan apa yang akan dia lakukan selanjutnya, Menghapus Semua perasaannya atau bagaimana.

Tidak mungkinkan?. Agnese terdiam ia meremas dada sebelah kirinya dengan menundukkan kepalanya, pikiran negatif memikirkan segala macam kemungkinan kemungkinan yang terjadi, Apa dia akan selalu gagal dalam segala hal?. Keluarga?. Rasanya sangat Sakit Di permainkan oleh takdir sendiri.

"Nes.." pundak yang di genggam oleh seseorang dari belakangnya, Agnese menoleh dengan menggigit bibir bawahnya menoleh menatap Kaira yang berdiri di belakangnya.

melihat hal itu, Kira membulatkan matanya sempurna, Apa yang terjadi, baru tadi Gadis ini menampilkan senyum bahagianya mendekat ke Vincent, Kenapa sekarang gadis ini menangis?.

Membalikkan tubuh Agnese dengan cepat lalu memeluknya erat, berusaha menyalurkan semua kesedihan gadis itu kepadanya. semua yang terjadi sekarang, benar benar patut di pertanyakan. agnese yang sangat jarang menangis, tiba tiba menangis seperti semua yang dia rasakan adalah suatu hal yang tidak bisa ia lagi ia tahan.

^~^

Melangkahkan kakinya pergi, mengikuti arah langkah yang tidak tahu kemana, Ini pertama kalinya dia merasakan perasaan yang seperti ini ketika menolak wanita, Biasanya tidak ada yang berbeda, dia masih menjalani hari harinya seperti biasa. Kenapa yang terjadi sekarang berbeda?. Apa ini semacam rasa takut?.

Hingga tanpa sadar ia berada di taman belakang sekolah yang biasanya tempat ia menghabiskan waktunya untuk bersantai, Berbalik menghempaskan tubuhnya di rerumputan tinggi itu lalu kemudian menutup matanya dengan lengannya.

sakit, Perasaan yang sama sekali tidak ia mengerti itu apa.

"Udah gue tebak kalau Lo bakal di sini."

Baru saja ia ingin melampiaskan semua fikiran yang berkecamuk dengan cara tidur, tiba tiba saja seseorang datang kembali mengganggunya, tetapi sama sekali ia tidak keberatan, dengan ekspresi yang masih sama, Ia mulai menurunkan tangannya lalu menoleh, menatap seorang pria yang duduk santai di sampingnya, menatap lurus kedepan tanpa mengatakan apa apa, hanya diam menemaninya, Tidak memaksanya untuk bercerita, hanya membiarkan apapun itu berlalu.

"Lo di sini?."

Daren mengangguk, mencabut sedikit rumput yang berada di depannya, lalu kemudian memainkannya tanpa menoleh ke arah Vincent sedikitpun."Biasanya lo bakal ke sini ketika lo ngantuk dan butuh ketenangan, Dan semua itu bakal terlihat di wajah lo, Tapi kenapa saat ini gue rasa ada sedikit perbedaan?."

Vincent sedikit terdiam melihat penuturan yang di ucapkan oleh Daren, Tapi beberapa saat ia terkekeh. kembali mengangkat lengannya, ia mulai menutupi wajahnya lagi. "benarkah?. apa itu mungkin karena soal matematika yang gue kerjakan tadi?. Gue belum menemukan jawabannya, dan itu benar benar mengesalkan."

Daren mengangguk menatap Vincent tanpa merasa curiga sedikitpun."Kadang inilah yang membuat lo begitu menjijikkan, matematika?. Apa yang menarik oleh angka angka itu. Gue nggak ingin menjadi seperti lo."

"Matematika lebih baik daripada fisika. Dan Lo sama menjijikannya dengan itu, Buah jatuh dari pohon bakal lo itung?. Lo gabut?. Kalau gue, Mending tidur. daripada melakukan hal itu."

"Orang bodoh kek lo mana  ngerti, Padahal Fisika dan matematika masih sejalan."

"memang benar, Tapi sayangnya otak lo mau fokusnya hanya di Fisika, begitupun Gue. Titik Fokus gue hanya di matematika."

Daren terkekeh, wajahnya berubah pias penuh keseriusan melihat vincent yang masih berbaring di sampingnya." Lo benar, Mengesampingkan hal itu. Vin, Gue temen lo.. Lo bisa bicara apapun  itu, Kita berteman sudah lumayan lama, jangan menganggap kami berdua Orang asing. terbukalah!, Kami akan mendengarkan keluh kesah lo."

Vincent terdiam, Tersentak mendengar kata kata yang di ucapkan oleh Daren, Apa itu benar?. Mempercayai seseorang apa itu hal yang benar untuk di lakukan?.  Tidak mungkin, Tidak ada manusia yang dapat di percaya, Walaupun itu seseorang yang sudah kita anggap teman, karena pisau yang paling tajam itu adalah orang yang paling kita percaya.

"Gue pergi, jam istirahat hampir habis. gue Tadinya  cuma mau bilang ke toilet pada Regan, si bodoh itu.. gue nggak tau apa yang Akan dia fikirkan kalau kita berdua di sini tampa melibatkan dia."

Vincent dengan kekehan  palsunya menganggukkan  kepalanya. "Gue tetap di sini."

Menganggukkan kepalanya singkat, hingga akhirnya suara langkah kaki mulai menjauh darinya. meninggalkan Vincent yang masih tercenung memandangi langit biru yang tertutupi Daun lebat dari pohon yang ada di atasnya.

Flasback on.

"huaa! Huaa!!..."

Vincent kecil yang masih berusia 8 tahun tersentak dalam tidurnya ketika mendengar suara tangis yang terdengar sangat nyaring. membuka matanya, Turun dari atas ranjang dengan melewati pintu yang tembus ke arah kamar adiknya, dengan pelan ke dalam boks bayi Vincent mulai menyembulkan kepalanya.

dimana seorang bayi perempuan yang tanpa pengawasan sedang menangis dengan muka memerah dan mata yang terpejam, sisa air mata yang masih terlihat dari pelupuk matanya menandakan bahwa gadis kecil ini sudah lama tertidur. Vincent tersenyum tipis, mengulurkan tangannya kemudian mengelus pipi gadis itu dengan telunjuknya.

Tangisan yang awalnya terdengar nyaring, kini berangsur angsur diam merasakan tangan lembut yang meraba pipinya, menghisap pipinya sendiri, mencoba menelan jari Telunjuk Vincent, mengulum telunjuknya yang membuat Vincent mengerutkan keningnya. merasakan Geli yang ia rasakan, ia terkekeh.

"Kamu haus?." tanyanya dengan menatap Gadis kecil itu.  dengan masih mengulum jari telunjuk Vincent tentu saja gadis itu tidak menjawab.

Vincent menoleh, celingak celinguk melihat kesana kemari mencari seseorang yang bisa di mintai tolong.

tapi dia tidak menemukan siapa siapa, kembali menoleh kearah adiknya, dengan pelan Vincent mulai menggendongnya.

melangkahkan kakinya dengan masih menggendong citra di tubuh bagian depannya, ia mulai berjalan ke arah kamar orangtuanya, tetapi baru berada tepat di depan pintu kamar nya, ia terdiam. mendengar suara yang aneh, menatap lurus ke arah Sela sela pintu yang terbuka dengan tatapan Bingung.

"Papa?. Dengan siapa?."




TBC




REWRITEWhere stories live. Discover now