chapter 9

46 32 1
                                    

happy reading 📌



sesampainya dirumah ia melihat ayahnya menggeret koper keluar dari rumah dengan penuh emosi.

kara bergegas menuju rumah menghadang ayahnya. ia memegang tangan ayahnya.

"yah mau kemana?."

bukannya menjawab ia malah langsung menghempaskan tangannya. pergi berlalu dari hadapan kara.

baru saja ingin berbicara lagi ucapannya terpotong oleh suara yang terdengar dari dalam rumah. ia menoleh melihat siapa tetapi dari suaranya kara tau dan benar tebakannya itu bundanya.

"udah nak biarin aja." ucapnya sembari menangis sambil memegang tangan kara.

"tapi Bun ayah kenapa terus mau kemana bawa-bawa koper?."ucapnya lirih.

pasti ada yang salah walau mereka sering berantem tetapi tidak sampai separah ini atau mungkin mau pergi keluar negeri untuk perjalanan bisnis karena ayahnya sering melakukannya.

iya benar

"Bun ayah pergi keluar negeri lama ya makanya bunda nangis gini?." tanyanya senang meyakinkan bahwa ucapannya benar walau dihatinya ada sedikit keraguan.

sambil memegang kedua pipi budannya dan kedua ibu jarinya sambil mengusap air matanya.

bundanya hanya menggeleng pelan.

"bukan nak."

"bunda mau tanya kamu mau ikut bunda?." menatapnya dengan sedikit keraguan sembari memegang tangan kara.

"emang bunda mau kemana?." tanyanya penasaran.

helaan nafas terdengar panjang sepertinya terlalu berat untuk mengatakannya terbukti dia berusaha untuk terlihat baik-baik saja padahal sebaliknya. "ayo ikut bunda.!"

pada akhirnya kata itu yang keluar. tidak sesuai keinginannya tapi mau bagaimana lagi? terlalu berat untuk mengatakannya bahwa keluarganya hancur akibat ulah ayahnya sendiri.

bundanya tidak mau kara terbebani dengan itu. apalagi mengetahui tingkah laku ayahnya, pasti akan sangat berat mengetahui bahwa ia akan bercerai dengan ayahnya yang telah merusak keluarganya.

"tapi Bun.... ayah mau kemana tadi sambil bawa koper." melihat ayahnya yang pergi dengan membawa koper itu menjadi bayang-bayang diotaknya.

sebenarnya ada apa dengan keluarganya ini? apa ada masalah tapi kenapa tidak bilang kepadanya?

"bunda sama ayah...." ada jeda diakhir kalimatnya.

"akan pisah." pada akhirnya kata itu keluar dari mulutnya.

dengan menahan rasa sesak di dada seperti ada yang menghantam dadanya keras sampai rasanya sulit bernapas.tetapi disaat bersamaan ada rasa lega menghampirinya.

seakan dunianya hancur otaknya mendadak kosong ia tidak bisa berpikir jernih. tulang-tulang seakan rapuh membuat kakinya seperti tidak bisa menapak dengan kuat.

dan pada akhirnya luruh jatuh ke tanah dengan air mata yang mengalir dari pelupuk matanya.

kara merasa dunianya hancur saat ini.

melihat reaksi anaknya ia merasa sedih sekaligus gagal menjadi istri dan seorang ibu yang baik bagi anaknya.

ibunya menghapus air matanya lalu berjongkok. meraih tangan kara."nak maafin bunda ya." memeluk menguatkan sembari mengucap lirih beberapa kali permintaan maaf karena merasa gagal menjadi ibu.

kara membalas pelukannya menangis sejadi-jadinya bukan merasa malu mungkin ia tidak pernah nangis dihadapan orang lain kecuali saat sendiri tetapi bersama bundanya ia merasa seperti anak kecil yang mudah menangis.

ANGKARAWhere stories live. Discover now