12. Rumah sakit

8.1K 781 134
                                    


Erga dengan senantiasa mengelus rambut seseorang yang tertidur diatas brangkar rumah sakit, rasanya senang saat adik bungsu nya bangun dari koma. Karena kemarin Alkan sempat koma selama 2 hari namun saat Alkan terbangun dia tidak sempat bertanya lebih banyak tentang mengapa adiknya bisa seperti ini, dia tahu Alkan belum benar-benar pulih dia tidak ingin Alkan merasa terbebani dengan pertanyaan nya.

"Lucu banget kamu, dek. Abang gak rela kamu terluka sedikitpun sangking sayangnya Abang sama kamu. Abang rela pukulin siapa pun termasuk Raka kakak kamu sendiri."

"Walaupun Abang ngerasa bersalah lakuin itu, tapi Abang bener-bener gak rela kamu terluka. Kamu harta paling berharga, adek bungsu Abang yang mamah titipkan buat Abang."

Erga tersenyum hangat menetap Alkan penuh kasih sayang, dirinya membenarkan selimut sampai keatas dada Alkan.

"Erga?"

Erga menoleh pada pintu dimana seseorang masuk dari sana. "Iya, yah ada apa?" Tanya Erga saat melihat ayahnya dengan pakaian kantor yang rapi.

"Alkan lagi tidur?" Lirik nya pada Alkan yang terlihat tertidur nyenyak.

"Iyaa, baru aja tidur ayah mau ke kantor?"

"Hari ini ayah tidak jadi pergi ke kantor, karena ternyata rekan bisnis ayah sedang ada urusan. Sehingga meeting hari ini dibatalkan terlebih dahulu." Jawab Sagara dirinya mendekat pada brangkar dan terkekeh saat menatap Alkan yang tertidur dengan mulut yang sedikit terbuka.

"Karena hari ini ayah tidak ke kantor, ayah ingin menemani Alkan seharian disini, baby ayah tidak boleh mati kebosanan." Puas menatap Alkan  sagara mengalihkan pandanganya pada Erga yang sepertinya ingin berbicara sesuatu.

"Yah. Emm, Erga kasihan sama Raka apalagi yang Erga tahu pembayaran sekolah Raka udah nunggak 3 bulan, ayah kenapa gak kasih aja Raka---"

"Untuk apa kamu membicarakan pembunuh itu! Ayah tidak akan mendengarkan apa pun tentang dia, tidak peduli dia makan atau tidak bahkan mati sekalipun. Ayah tidak akan peduli."

"Y--yah, bukan kaya gitu tapi...." Lagi dan lagi ucapan Erga terpotong.

"Sudah cukup Erga, seharusnya anak itu bersyukur karena ayah masih memberikannya tumpangan, jika tidak mungkin saat ini anak itu sudah jadi gelandangan diluaran sana. Beruntung dia memiliki ayah yang baik seperti saya, yang masih mau menampung orang yang sudah membunuh istri saya."

Sagara merasa bahwa dirinya sudah benar dalam memperlakukan Raka, dia masih memiliki hati untuk menampung anak yang tidak tahu diri itu dimansion nya. Bahkan hingga saat ini Raka melukai anak kesayangannya Sagara tidak mengusirnya.

Tapi jika suatu saat Raka melakukan sesuatu yang sangat fatal dan tidak termaafkan, saat itu juga sagara akan langsung mengusirnya.

"Erga cuman bilang kalau nanti Raka dikeluarkan dari sekolah karena tidak mampu membayar pembayaran, bagaimana? Disekolah tidak ada yang tahu jika Raka adeknya Erga. Erga hanya takut kalau Raka berhenti sekolah masa depannya akan hancur."

Erga tahu betul sebelum Raka kecelakaan dia beberapa kali memohon pada pihak sekolah untuk memberinya waktu dalam membayar tunggakanya, bisa saja Erga membantu melunasi semuanya tapi semua itu akan diketahui oleh Sagara.

Jika saja Raka pintar mungkin sudah dari dulu Raka mengambil beasiswa. Hanya saja anak itu terlalu bodoh dalam hal pelajaran, sudah bodoh malah sering keluar masuk ruang BK lagi. Bahkan Erga berpikir entah kenapa disaat semua saudaranya yang lain terlihat sempurna hanya Raka saja yang berbeda dari mereka semua.

"Sudah lah ayah muak membicarakan anak itu, kamu tahu bukan keluarga kita menderita karena nya. Jika saja dulu ayah tahu kalau dia akan membuat keluarga kita hancur seperti ini, mungkin sejak bayi ayah membuang dia atau bahkan membunuhnya." Ujar Sagara dengan tajam.

Transmigrasi                                                  Raka AndreafaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang