Satu

186 20 0
                                    


"....Aku naksir dia deh, kayaknya. Bawaannya kayak penasaran gitu," ungkapku kurang lebih dua minggu yang lalu saat aku dan beberapa sahabatku mengerjakan tugas di salah satu rumah sahabatku.

"Wah...terkejut aku. Seleramu berubah?"

Aku hanya mengedikkan bahu menjawab ketakjuban mereka yang benar-benar tak menyangka akan mendengar hal serupa dari mulutku sendiri di sesi kejujuran ini.

Iya, seperti para gadis pada umumnya yang akan berkumpul selesai mengerjakan tugas lalu mulai menggosipkan beberapa hal, salah satunya mengungkap kejujuran tentang kepada siapa mereka menjatuhkan taksirannya.

Akupun demikian. Satu tahun lebih, jalan di tahun kedua, satu kelas dengan seseorang yang kusebutkan namanya pada para sahabatku, rasa yang bermula dari rasa penasaran karena diamnya orang itu berlanjut ke rasa suka tiap kali melihatnya. Apalagi kami duduk berdekatan, meski interaksi diantara kita tidak bisa dibilang intens. Karena sekali lagi, dia pendiam.

"Terus, mantanmu?" Pertanyaan salah satu sahabatku, Mala, kembali aku jawab dengan kedikkan bahu karena apa yang aku utarakan sekarang hanya sekedar rasa tertarik saja, menjurus ke suka belum cinta atau apalah itu sebutannya. Masih terlalu muda.

"Ya mau gimana lagi, kan, udah pisah sekolah juga. Terus Rahmat bilang juga dia udah ada pacar juga."

Selanjutnya, kejujuran demi kejujuran keluar dari bibir ketiga sahabatku mengenai seseorang yang tengah mereka taksir. Sekali lagi, itu hal biasa bagi kami saling menceritakan apa yang kami rasakan.

Namun, rupanya aku salah. Kedua sahabatku ternyata menyimpan kebenaran di belakangku, dengan dalih melindungi perasaanku. Iya, mereka beralasan seperti itu padaku saat aku mencium gelagat aneh dimana mereka menyembunyikan hal itu padaku.

Mala dan Ruma, mereka belum mau mengakuinya saat aku bertanya apa yang mereka sembunyikan, pun Sahla, teman sebangkuku yang tingkat kepekaannya patut dipertanyakan yang tidak bisa aku andalkan.

Sampai akhirnya, saat teman sekelas merencanakan perayaan ulang tahun salah satu teman kami, yang konon digabung dengan dia, cowok yang aku ceritakan, karena ulang tahun mereka berdekatan.

Di tengah hebohnya kami melempari ke kedua orang yang tengah bertambah usia itu dengan air yang dibungkus plastik, Mala, sahabatku, dia turut disiram bersama dia.

Mala tertawa saat baju keduanya basah kuyup tersiram air yang sudah kami persiapkan sebelumnya. Sedangkan aku? Berdiri kaku dengan tangan masih membawa satu plastik berisi air yang berniat aku lemparkan ke cowok itu.

Dengan cepat otakku bekerja menyambungkan beberapa keanehan yang Mala juga Ruma sembunyikan di belakangku. Apakah ini?

Apakah sebenarnya mereka menjalin kedekatan --Mala dan cowok itu-- namun karena aku sebelumnya mengatakan suka cowok itu mereka menyembunyikannya dariku?

Dan keesokannya, benar saja, Mala menemuiku dengan wajah bersalahnya karena saat perayaan hari lalu, di mana seusai temanku yang satunya mendapatkan kejutan dari kekasihnya, aku langsung pulang tanpa pamitan.

"Dia tiba-tiba DM aku, Zi. Dan ya, masa aku cuekin gitu aja?"

Aku terdiam sebentar. Kelas masih sepi karena aku berangkat pagi untuk piket hari ini. Dan rupanya, Mala yang biasanya berangkat mendekati bel bunyi turut berangkat pagi.

"Tapi kamu suka dia juga, La?" tanyaku disela mengangkat kursi.

Mala tak langsung menjawab. Matanya bergerak liar seperti gugup begitu aku melempar pertanyaan demikian.

"Kalau suka kenapa sembunyi-sembunyi sih, La? Gak enak sama aku?"

Setelah menata kursi seperti semula, aku memfokuskan diri pada Mala yang tampak begitu bersalah.

Tentang Kita, Asa, dan RasaWhere stories live. Discover now