Dua

54 9 1
                                    


Suara teriakan, mesin yang dijalankan selaras dengan kaki yang turut berkejaran, lalu musik keras yang turut dilantunkan beberapa orang, termasuk aku, saat lagu ST12-- Cinta Tak Harus Memiliki-- melantun keras di siang bolong setelah istirahat siang selesai dan kami, para budak kembali mengejar target sebelum jam pulang selesai.

Satu bulan? Ah, terhitung satu bulan aku bekerja di sini. Di pabrik garment besar yang tak jauh dari tempat aku tinggal. Berdiri berjam-jam mengecek bagian belakang sebelum nantinya akan digabungkan.

Iya, aku bekerja sebagai QC sewing yang ada di tengah line. Tugasku mengecek apakah ada masalah pada bagian belakang celana--kebetulan saat ini sedang memproses celana-- dan partnerku, yang sudah setahun lebih bekerja, mengecek bagian depan. Lalu ada seorang helper yang bertugas menggabungkan barang lolos cek kami sebelum nanti diserahkan pada operator yang bertugas menggabungkan dua komponen tersebut. Bingung? Begitulah intinya.

Sedikit cerita, setelah tidak bisa menggapai mimpiku itu dan aku tetap harus waras, aku bertekad sangat keras untuk menghindari bekerja di sini. Tahu sendiri garment itu seperti apa. Mulut pekerjanya, terlebih para atasan seperti supervisor, fidder, dan lainnya, itu lebih tajam dari apapun. Istilahnya, penggunaan bahasa binatang kerap dikeluarkan alih-alih bahasa manusia.

Dan aku tak cukup yakin mentalku yang hancur dan coba aku kumpulkan itu kuat menghadapinya. Tapi apa mau dikata, muter sana sini melempar lamaran gak ada satupun yang nyangkut. Di tengah rasa 'aku ini gak berguna' ibuku memintaku untuk mencoba sekali lagi memasukkan lamaran di sini.

Emang ya, yang gak niat itu malah membuahkan hasil. Udahlah berangkat dengan ogah-ogahan, gak bawa uang karena mikirku gak ada lowongan, lah ternyata aku keterima meski sama sekali tak memiliki pengalaman. Iya, aku nol besar di bidang jahit dan lainnya. Kerjaku juga pelan padahal kalau disini yang dituntut jelas kecepatan.

Masih sama tak menyangkanya, entah wajahku ini terlihat seperti orang bener atau meyakinkan, si nol pengalaman ini bisa-bisanya diminta manager line untuk jadi QC. Sedangkan beberapa orang yang datang kesini sama dengan niatnya mencari pekerjaan menjadi helper atau bagian produksi.

Sampai siang aku masih ketahan disini. Mengurus administrasi yang memang langsung diurus saat itu juga hingga ibuku di rumah bingung karena aku belum pulang juga. Dan aku lapar, tidak bawa uang, datang hanya bermodalkan bensin di motor masih satu bar yang aku yakini cukup untuk perjalanan pulang. Untungnya, entah ini sebuah anugrah atau apa, aku ini mudah beradaptasi dengan orang-orang. Kumpul di suatu tempat yang bahkan tak saling mengenal, aku bisa berkomunikasi lancar seolah saling mengenal.

Aku meminjam uang pada salah seorang yang sama-sama melamar pekerjaan. Cukup untuk makan siang. Keesokannya kita janjian ketemu di tempat pembuatan rekening yang ada di daerah yang bahkan itu baru sekali aku dengar.

Nolep emang.

Sampai rumah aku baru tahu kalau ibuku dimarahi kakakku. Katanya kenapa aku dibolehkan melamar disitu padahal dulu mbakku juga keluar setelah dua tahun bekerja dan saat naik promosi menjadi adm--mengawali karir sebagai helper.

"Ketimbang nganggur. Capek juga aku nyari kerja terus," jawabku memenangkan mereka. Lalu melanjutkan cerita tentang aku yang meminjam uang pada salah seorang kenalan yang pada akhirnya membuat ibuku semakin merasa bersalah.

"Karena sudah keterima, kalau kerja tutup telinga, mulut juga, hatinya harus kuat, karena isinya beranekaragam orang. Kamu di rumah selalu dengar omongan baik, di sana pasti beda. Kebun binatang dibawa itu hal biasa. Jangan ambil hati. Berangkat, bayaran, pulang. Ya?"

Meski ibu menasihati seperti itu, aku tahu jauh dilubuk hatinya pasti merasa bersalah. Apalagi saat tidak sengaja aku mendengar ibu dan kakakku masih juga berdebat tentang hal ini.

Tentang Kita, Asa, dan RasaKde žijí příběhy. Začni objevovat