3. Kasus Satoshi

10 4 8
                                    

DISCLAIMER:

Cerita dalam novel ini terdapat banyak adegan kekerasan, sadis, dan kata-kata kasar. Para pembaca diharap bijak dalan menyikapinya.

Menseki jiko免責事項
Kono shosetsu no monogatari ni wa, boryoku, sadizumu, kibishi kotoba no shin ga kazouku fukuma rete imasu. Dokusha wa kore ni kenmei ni oto suru koto ga kitai sa remasu.この小説の物語には、暴力、サディズム、厳しい言葉のシーンが数多く含まれています。読者はこれに賢明に応答することが期待されます。

この小説の物語には、暴力、サディズム、厳しい言葉のシーンが数多く含まれています。読者はこれに賢明に応答することが期待されます。

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Gambar: BBC News

Keesokan harinya di sekolah. Seperti biasa, Reyna dan Kizami datang sama-sama, dengan berjalan kaki. Jarak antara rumah mereka dan sekolah tidak begitu jauh. Biasanya, Kizami berangkat lima menit lebih awal dari rumahnya, lalu berhenti di depan rumah Reyna. Dari sana mereka akan jalan bersama.

"Oh ya, kemarin aku membuat ini." Reyna menunjukkan gelang dari manik-manik. Ia keluarkan dari saku jaketnya. "Bagus, tidak?"

"Jelek," kata Kizami, datar. Ia bahkan tidak melihat gelang itu lebih dulu.

"Aaahhh! Kau tidak serius, kan?" Reyna hampir saja cemberut.

Kizami menaikkan sudut bibirnya, seperti sedang tersenyum. Menunjukkan bahwa komentarnya terhadap gelang tersebut adalah candaan.

Reyna pun memahaminya. Ia tersenyum. "Kau ini, pagi-pagi jangan membuatku marah, ya!" Ia mulai melotot. Tentu saja melototnya juga tidak serius menunjukkan kemarahan. Karena kemudian sepasang matanya kembali menyipit, dan wajahnya membentuk senyum menggemaskan.

"Tidak lagi." Kizami berusaha tersenyum lebih lebar dari sekedar menaikkan sudut bibir.

"Aku membuatnya untukmu," kata Reyna. "Agar, kau selalu ingat, bahwa di dunia ini masih ada aku yang akan selalu menemanimu. Sini, kupakaikan." Ia mengambil tangan Kizami yang pasrah saja dengan apa yang hendak gadis ini lakukan. Mengikatkan gelang itu di tangan kanan pemuda tersebut. "Semoga gelang ini dapat membantumu mengendalikan diri," tandasnya.

Kizami menatap gelang itu. "Sawajiri...," panggilnya, setengah berbisik.

"Ya?" Reyna melirik Kizami.

"Terima kasih," ucap Kizami, masih dengan suara yang sama.

Reyna tersenyum dan menganggukkan kepala.

Lalu mereka berpisah di lantai dua. Kizami menuju ke sayap timur gedung, sedangkan Reyna ke arah berlawanan.

 Kizami menuju ke sayap timur gedung, sedangkan Reyna ke arah berlawanan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hari ini sekolah kedatangan beberapa polisi. Orang tua Yuna merasa heran dengan kasus putri mereka. Mereka yakin, Yuna bukanlah anak yang mudah frustasi sampai harus bunuh diri. Sehingga polisi dilibatkan untuk menyelidiki.

Dari semua orang yang dimintai keterangan, Asano dan gengnya menjadi beberapa di antaranya. Sementara itu, beberapa saksi mata pun mengatakan, di hari yang sama, geng Asano sedang merisak Reyna dan Kizami.

Reyna mendengar cerita proses penyidikan. Ia buru-buru menemui Kizami, agar bila ditanyai, jawaban mereka harus sama.

Seorang polisi pria duduk dengan sebuah jurnal terbuka di atas meja, di depannya. "Benarkah mereka sering merundungmu?" tanyanya.

Kizami mengangguk. Tidak mengatakan apapun.

"Kau pernah membalasnya?" tanya polisi itu lagi.

Sesuai yang diajari Reyna, pelajar itu menggelengkan kepala. Satu kata pun tidak terucap. Kizami hanya menggelengkan kepala sebagai jawabannya.

Pertanyaan ini pun terlontar, "Apa yang kau lakukan setelah jam pelajaran berakhir?"

Kizami melakukan seperti yang Reyna suruh. "Hari itu, aku dan Reyna pulang bersama." Ia menjawab pertanyaan polisi pria.

Di ruangan berbeda,Reyna ditanyai hal serupa oleh polisi wanita. "Aku dan Kizami, seperti biasapulang bersama. Sampai di rumah, aku mendengar kabar Yuna melompat dari atapgedung sekolah."

Hebatnya lagi, ada saksi mata yang mengatakan, kalau mendiang Yuna pergi ke bubungan atap untuk melakukan swafoto. Beberapa foto Yuna pun juga ditemukan di ponselnya. Dengan semua bukti dan saksi yang kuat, polisi pun menyimpulkan bahwa Yuna mungkin saja terpeleset dan jatuh saat sedang melakukan swafoto itu. Kasus kematian Yuna ditutup.

*

Kizami duduk di bangku depan kelasnya. Ia terlihat melamun sendirian. Kemudian,ia melihat Reyna Bersama seorang teman sekelasnya, yaitu Erika Minamoto.

"Sawajiri, kalau begitu aku duluan, ya." Erika pun pergi, sambil melambaikan tangan kanannya pada Reyna.

Reyna pun balas melambaikan tangan. Lalu, ia menghampiri Kizami. Duduk di sampingnya. Menyandarkan kepala di bahu sang pacar. "Nyamannya bersandar seperti ini," ucapnya. "Andai tanganmu juga begini." Ia mengambil tangan kanan Kizami, dan melingkarkannya ke pundak. "Tadi ada kejadian lucu di kelasku." Ia mulai bercerita. "Kau tahu Uchida, kan? Nah, dia berjalan sambil membaca buku, tiba-tiba roknya tersangkut pada ujung penggaris papan tulis yang panjang itu. Terlihatlah pakaian dalamnya yang berwarna merah menyala itu. Kami semua tertawa. Dia memang agak malu. Tapi ia berusaha menyimpan rasa malunya, dengan bertingkah seolah tidak terjadi apa-apa." Tawa Reyna terdengar cekikikan.

"Kau mudah sekali tertawa," kata Kizami yang tidak ikut tertawa. Ia bahkan bukan mengomentari cerita Reyna. Selera humornya memang buruk. "Bagaimana caranya?"

Tawa Reyna berhenti. Bukannya menjawab, ia malah sibuk dengan keheranannya. "Iya, ya. Selama aku mengenalmu, aku belum pernah mendengarmu tertawa."

Kizami menatap Reyna. "Aku ingin tertawa yang sungguhan. Ajari aku."

"Baiklah!" Reyna pun bersemangat. "Pulang sekolah nanti, kita pergi ke suatu tempat."

Kizami mengangguk, menyetujuinya. Ide brilian datang ke dalam pikirannya.

Tanpa banyak bertanya mau diajak ke mana, Kizami langsung menganggukkankepala. Ia percaya, Reyna punya rencana yang bagus. Demi bisa menemani Reyna tersenyum dan tertawa, ia rela melakukan apa saja. Sekali pun hal yang konyol.

Kalau kalian bertanya-tanya, kenapa setiap bab isi ceritanya sedikit? Bahkan ada yang gak sampai 500 kata, aku jelasin.

Dulu, aku menulis novel ini sebatas sketsa atau coret-coretan di aplikasi catatan pada sebuah HP jadul. Nah, di aplikasi tersebut, setiap page ada batasan karakter. Jadi, daripada mumet, aku putuskan, tiap halaman adalah tiap bab. Jadi, banyak yang dikit-dikit. Kalau pun ada yang sudah lebih dari 1000 kata, biasanya sudah melalui proses editing. Cuma ya gitu. Kalau dipaksain melebih-lebihkan kata atau menambahkan adegan, akan merusak cita rasa novel ini. Gitu.

Terima kasih untuk vote dan comment-nya.

Terima kasih untuk tidak meniru adegan berbahaya dalam novel ini.

The Bloody Secret (Tamat)Where stories live. Discover now