12. Psikopat vs Bad Boy

1 0 0
                                    

DISCLAIMER:

Cerita dalam novel ini terdapat banyak adegan kekerasan, sadis, dan kata-kata kasar. Para pembaca diharap bijak dalan menyikapinya.

Menseki jiko
免責事項

Kono shosetsu no monogatari ni wa, boryoku, sadizumu, kibishi kotoba no shin ga kazouku fukuma rete imasu. Dokusha wa kore ni kenmei ni oto suru koto ga kitai sa remasu.
この小説の物語には、暴力、サディズム、厳しい言葉のシーンが数多く含まれています。読者はこれに賢明に応答することが期待されます。


Di dalam gedung bekas bangunan sekolah dasar peninggalan era tahun 80-an itu masih terjadi pergumulan dingin antara seorang psikopat dan pemuda berandalan.

Asano bersembunyi di dalam ruangan bekas laboratorium. Ia tidak menyangka, Kizami juga masuk kemari.

"Aku tahu kau ada di sini," kata Kizami. "Keluarlah! Mari kita segera selesaikan ini secara jantan!" Ia memukul-mukul pelan gunting rumput itu ke tiang rak besi berisi beberapa botol bekas.

Asano sendiri bersembunyi di belakang rak tinggi yang juga berisi beberapa botol cairan kimia. Menunggu celah untuk menyerang. Begitu mendapat kesempatan, ia menerjang tubuh Kizami. Mereka sama-sama roboh ke lantai. Menabrak salah satu lemari. Hingga semua isinya jatuh berceceran.

Gunting rumput terlepas dari tangan Kizami. Juga terlempar agak jauh dari jangkauannya.

Asano menindih tubuh lawannya. Menghajar wajahnya. Memukuli kepalanya dengan tangan terkepal kuat-kuat.

Tinjuan Asano kuat juga. Tidak heran, karena dia adalah berandalan yang suka berkelahi. Sekuat tenaga, Kizami mengubah posisi. Kini yang di atas adalah dirinya. Menghajar balik Asano. Ia tidak mau kalah. Biar pun selama ini ia tidak pernah berkelahi secara terang-terangan, tangannya sudah terlatih membunuh, dan ia mau menunjukkan dirinya juga bisa lebih kuat. Ia bahkan mencekiknya.

Asano merasakan pukulan Kizami yang kuat juga itu. Bukan pasrah memberikan wajahnya untuk dihajar, ia berusaha meraih sesuatu untuk diarahkan pada Kizami. Hingga tiba-tiba tangannya berayun ke wajah psikopat itu, menghantamnya dengan botol berisi cairan kimia. Cairan itu mengenai kulit wajah Kizami.

Sang psikopat kesakitan. Ia melepaskan cekikan di leher Asano. Ia memegangi wajah sebelah kirinya dengan tangan kiri. Otomatis, tangannya juga ikut melepuh. "Aaahh!! Ia berteriak kesakitan, kepanasan. Rasanya panas dan perih meresap ke dalam kulit hingga daging-daging dan otot di wajah, juga tangannya. Ia tidak tahu ini cairan apa. Yang pasti air accu zuur seperti yang ia tuangkan pada tubuh Haruto sebelumnya. Namun rasa sakit itu teramat dahsyat. Sembari bertanya-tanya cairan apa ini. Apakah mematikan atau tidak? Ia pun akhirnya roboh, dan hilang kesadaran.

Pada saat itulah, Reyna datang dan melihat semuanya. "Kizami!" Ia berteriak. Ia melihat kepulan asap dari wajah kekasihnya.

Asano sendiri merasa tidak percaya, dirinya mampu melakukan hal sesadis itu. Apakah ia telah membunuh seseorang?

Reyna hendak berlari memasuki laboratorium. Ingin menghampiri tubuh Kizami. Tetapi Asano lebih dulu menangkapnya. "Lepaskan aku!" Gadis itu berontak. "Aku mau Kizami!" Berusaha melepaskan diri dari tangan Asano yang sangat kuat.

"Dia bukan Hanekawa yang kau kenal!" cegah Asano. "Dia seorang pembunuh! Dia membunuh semua temanku!"

"Aku tidak peduli!" teriak Reyna. "Aku mau Kizami!" Ia terus meronta. "Lepaskan aku!" Sampai mengangkat kedua kakinya, menendang-nendang udara.

Namun, Asano menyeret tubuhnya. "Tidak! Aku tidak akan melepaskanmu!"

Reyna terus meneriakkan nama kekasihnya. "Kizami!!" Menghiraukan semua rasa sakit di tubuhnya sendiri.

Asano menyeret tubuh Reyna sampai ke bangsal di depan laboratorium. "Gara-gara kau!" omelnya. "Semua temanku tewas! Sekarang, kau akan menyusul mereka juga!" Betapa pun ia sangat menyukai Reyna, ia harus menyingkirkan gadis ini sebagai saksi. Karena hanya dia yang tahu bahwa ia telah membunuh Kizami.

"Tidak!" Reyna menjerit-jerit. Sekuat tenaga terus meronta.

Asano terus menyeretnya sampai ke lantai teratas gedung sekolah ini. Mereka sudah berdiri di atap gedung.

"Lepaskan aku, Madochi!" rengek Reyna. "Badanku sakit semua. Tolong..." Suaranya melemah. Terdengar parau karena terlalu banyak menjerit. Air mata membasahi wajahnya.

Sesungguhnya, dalam lubuk hatinya, Asano masih memiliki belas kasihan. Rasa sukanya pada gadis ini juga masih begitu banyak di dalam sana. Dirinya juga tidak sampai hati ingin menghabisinya. Ia melunak. Ia melepaskan gadis itu.

Sayangnya, Reyna malah memanfaatkan kesempatan ini untuk mendorong Asano jauh-jauh darinya. Lalu ia sendiri berlari menuju pintu masuk ke lantai tiga gedung ini.

Asano mengejarnya.

Reyna ingin kembali ke laboratorium. Ia ingin melihat kondisi Kizami.

Tetapi Asano sudah berada tepat di belakangnya.

Reyna terus berlari menuruni tangga. Namun, luka bekas operasi dan luka lain di tubuhnya kembali terasa perih. Kedua kakinya juga sudah terlalu lelah. Ia hilang keseimbangan, terpeleset, dan jatuh terguling. Berakhir terjerembab di lantai.

Tampak, Asano perlahan menuruni tangga itu. "Kau tidak bisa lari lagi, hah?"

Reyna berusaha berdiri. Tetapi kondisi tubuhnya yang lemah, belum stabil, ditambah kelelahan, membuatnya terus jatuh terseok. Ia sungguh tidak berdaya lagi. "Bunuh saja aku," ucapnya.

Asano sudah berdiri di dekat gadis itu. Tangannya siap meraih leher Reyna.

Tiba-tiba... Jrett!Sesuatu dengan cepat menyabet pergelangan tangan kanan Asano. Tangannyaterlepas, putus! Jatuh ke lantai. Darah mengucur deras. Membasahi pakaian Reynajuga. Ia menjerit kesakitan luar biasa, sekaligus ketakutan yang teramatsangat. Ia roboh di undakan tangga, memegangi lengannya yang sudah buntung.

The Bloody Secret (Tamat)Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ