Selamat membaca
Maaf banyak typo
-
-
-
Hujan tiba-tiba saja turun membasahi jalanan, terpaksa Gracio menghentikan perjalanan di sebuah halte. Ia sesekali melirik ke arah Shani yang tampak kedinginan.
"Maaf ya, kita harus berhenti." Ucap Gracio tidak enak.
Shani menganggukkan kepalanya sembari tersenyum tipis menjawab ucapan Gracio. Ia sedari tadi bersedekap kedinginan.
"Pake aja jaketnya biar kamu gak kedinginan." Usul Gracio.
Shani hampir lupa jika saat ini ia tengah memakai jaket Gracio untuk menutupi roknya. Tanpa berpikir panjang Shani langsung membuka ikatan jaket pada pinggangnya tersebut lalu memakainya untuk menghangatkan tubuhnya.
Hujan tak kunjung reda, sudah 15 menit mereka menunggu di halte tersebut, dan Selama itu pula tidak ada percakapan lagi dari keduanya. Shani langsung teringat akan sikap Gracio ketika di kantor yang terlihat lebih banyak diam, apakah laki-laki itu sedang memikirkan hal yang sangat berat?
"Hm Cio." Gracio langsung menoleh menatap Shani, ini pertama kalinya ia mendengar Shani memanggil dirinya dengan sebutan 'Cio' bukan Gracio.
Shani yang ditatap itupun langsung menggelengkan kepalanya lalu membuang pandangannya ke arah lain, ia langsung tidak enak untuk bertanya apapun pada Gracio.
Gracio tersenyum sembari menggeleng-gelengkan kepalanya gemas. Kemudian kembali menatap lurus ke depan.
Sesekali Shani melirik ke arah Gracio, kenapa pria itu semakin lama semakin berubah sikapnya menjadi tidak banyak bicara. Apakah benar ia sedang memiliki masalah yang besar pikirnya.
Shani menghela napasnya pelan, rasa penasaran dalam kepalanya sedikit menganggu. "Cio, kamu kalo mau cerita, boleh kok cerita ke saya." Celetuk Shani tanpa menoleh.
Gracio kembali menoleh ke arah Shani sembari mengerutkan keningnya. Shani juga perlahan menoleh ke arah Gracio dengan tatapan gugup.
"Ma-makasud saya..." Shani menghela napasnya pelan. "Kamu tumben gak banyak bicara, lagi ada masalah?" Tanyanya to the point.
Sudut bibir Gracio kembali terangkat kemudian ia menggelengkan kepalanya. "Gak ada kok, makasih ya." Balasnya lembut.
"Gapapa loh kalo kamu mau cerita sama saya, saya mungkin tidak bisa membantu tapi..." Shani menjeda ucapannya saat Gracio menatap dirinya lekat-lekat.
Jantungnya kembali berdegup kencang saat ini, ntah apa yang ia rasakan dan kenapa ia merasakannya Shani sangat bingung.
"Kalo aku bilang boneka itu pemberian aku, apa kamu percaya?" Tanya Gracio serius.
Shani langsung mengerutkan keningnya bingung. Apa yang dimaksud Gracio saat ini. "Maksud kamu?" Tanya Shani heran.
"Boneka yang kamu pikir itu dari Vino, sebenarnya itu dari aku. Vin-"
Shani dengan cepat menggelengkan kepalanya tidak setuju, "apa sih Cio, jelas-jelas Vino yang kasih langsung ke aku. Kamu tuh kenapa sih ha?" Ketus Shani menatap tajam wajah Gracio.
Gracio tersenyum kemudian kembali menghadap ke depan, "aku udah duga pasti kamu gak akan percaya." Ucapnya tersenyum simpul.
Shani benar-benar tidak habis pikir dengan ucapan Gracio. Sudah jelas-jelas Vino sendirilah yang memberikan boneka tersebut padanya, namun kenapa Gracio mengaku bahwa itu dari dirinya. Tapi apakah ini suatu kebetulan atau keanehan, kenapa Gracio bisa tahu tentang boneka itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
You Are My Everything [END]
Teen FictionMencintaimu adalah sebuah keindahan Dan memilikimu adalah suatu keharusan.