Selamat membacaMaaf banyak typo
-
-
-
Gracio menyunggingkan senyumnya saat melihat wanita yang selalu memenuhi hatinya itu kembali masuk bekerja setelah tiga hari tidak bertemu dari malam itu. Gracio memang sengaja tidak lagi ke rumah Shani karena ia ingin mengetahui apakah Shani merindukannya atau tidak.
"Selamat pagi ibu Shani," sapa Gracio sembari tersenyum.
Shani hanya diam, ia sudah berniat untuk tidak ingin berbicara dengan Gracio. Ntah apa penyebabnya hanya ia dan Tuhanlah yang tahu. Namun, salah satu penyebabnya pasti karena malam itu.
Wanita itu terus berjalan menuju ruangannya dengan perlahan, ia masih sedikit merasakan sakit pada kakinya tapi tidak sesakit beberapa hari lalu. Saat ingin mengejar Shani, Gracio langsung mengurungkan niatnya saat mengingat rencana dirinya dan juga Gita. Ia harus bisa, demi mengetahui apakah Shani juga memiliki rasa yang sama dengannya.
Gracio menghela napasnya pasrah kemudian mulai berjalan menuju ke ruangannya juga, diam-diam Shani melirik kebelakang berharap bahwa Gracio mengikutinya. Namun, hal itu sama sekali tidak terjadi.
"Pak Cio/ Cio..."
Gracio langsung menoleh ke belakang di mana suara itu berasal. Anin dan Michelle yang memanggil dirinya dengan bersamaan itupun langsung menghampiri dirinya yang sudah berada di ambang pintu ruangannya tersebut.
"Selamat pagi pak Cio, ini saya ada jus buat bapak." Ucap Michelle menyodorkan sebotol jus seperti hari sebelumnya.
"Gak usah Cio, ini aja aku ada sandwich buat kamu. Lebih sehat daripada punya Michelle." Anin yang tidak ingin kalah itupun juga langsung memberikan bekal yang ia buat pada Gracio.
"Ih, apaan sih. Makanan ibu tuh yang gak sehat. Udah pak terima jus saya aja ya pak." Sahut Michelle yang tak mau kalah juga.
Gracio menatap bingung dengan dua wanita yang berada di hadapannya saat ini, ada apa dengan mereka pikirnya. Kedua wanita terus berebut ingin memberikan makanan dan minuman mereka masing-masing pada Gracio, bahkan saat ini mereka tengah adu mulut membuktikan milik siapa yang akan Gracio ambil.
Namun, bukannya mengambil salah satu dari mereka Gracio justru langsung masuk ke dalam ruangannya meninggalkan Anin dan Michelle yang belum juga selesai beradu argument.
"Pak Ci...o. is gara-gara ibu nih, pak Cio jadi pergi kan!" Ucap Michelle menyalahkan.
Anin membelalakkan matanya menatap Michelle yang dengan mudahnya menuduh bahwa ini semua adalah salahnya, bawahannya itu kali ini benar-benar sudah mengibarkan bendera perang padanya.
"Kamu kalo ngomong bisa dipikirin dulu gak hah, gak usah salahin saya. Saya ini atasan kamu loh!" Ketus Anin tak terima.
"Ya emang kenapa kalo ibu atasan saya? Nih ya buk Anin, jabatan ibu memang lebih tinggi dari saya tapi bukan ibu yang menggaji saya." Balas Michelle tak kalah ketus.
"Kamu—"
"KALO KALIAN MAU RIBUT, JANGAN DI DEPAN RUANGAN SAYA!!" Pekik Gracio dari dalam ruangannya.
Anin dan Michelle langsung menghentikan perdebatan mereka berdua, mereka saling melempar tatapan mata sinis satu sama lain.
"Urusan kita belum selesai!" Ketus Anin melangkahkan kakinya pergi.
Michelle mengendikan bahunya acuh, ancaman itu tidak membuat dirinya sama sekali takut sedikitpun. Ia lebih takut dan bahkan lebih menghormati Shani daripada Asisten pribadi Keynal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Are My Everything [END]
Teen FictionMencintaimu adalah sebuah keindahan Dan memilikimu adalah suatu keharusan.