23 PENERIMAAN & PEMBALASAN

485 55 27
                                    

"Vanilla...seberapa menderita kau selama ini?" Tanya Matteo imfulsif. "Kau memiliki 2 ability, tapi semua ability yang kau miliki adalah ability yang bisa didapatkan jika kau sudah mengalami penderitaan yang hebat.
Selain itu, inilah yang kau maksud dengan menghilangnya batas antara kewarasan dan kegilaan.
Karena itulah kau bisa mengubah kesenangan menjadi senjata untuk membunuh. Apakah Shira juga sepertimu?"

"Dari hasil penelitian ku, semua Einer Alitheia pasti memiliki dua atau lebih ability. Aku tidak tahu ability ke 2 Shira. Sebab Shira tidak pernah memikirkannya dan aku belum pernah melihat dia menggunakannya.
Namun kurasa dia bukan Einer Lagneía sepertiku dan yang terpenting, kau sudah melihatnya kan Matteo? Walaupun aku terlihat normal seperti ini, tapi aku juga bisa melakukan hal gila seperti tadi. Begitupun Shira. Inilah Einer Alitheia yang sebenarnya."

Ada rasa lega luar biasa, ketika Matteo mendengar hal ini. Di relung hati Matteo entah mengapa, dia malah merasakan keikhlasan. Matteo tahu Vanilla dan Shira bisa saja melakukan hal yang mengerikan. Tapi Matteo malah memiliki pikiran yang berbeda, dia menerima Vanilla dan Shira bagaimanapun tindakan dua orang itu. Dan tentu saja isi pikiran Matteo ini membuat Vanilla juga merasa tenang serta lega.

Kini pemuda itu bisa tersenyum sumringah dan kembali berenergi. Segera saja Matteo menarik tangan Vanilla untuk melanjutkan perjalan mereka menuju puncak gunung Shine.

"Hei Matteo? Kau tidak jijik padaku? Setelah tahu ability kedua ku?" Tanya Vanilla.

"Memang banyak yang bilang ability Lagneía itu adalah ability yang menggelikan. Tapi, bukankah semua orang juga melakukan hal itu? Meski mereka bukan Einer Lagneía. Hal itu adalah kebutuhan biologis setiap makhluk hidup. Jadi bagian mana yang bisa membuat jijik?"

Jawaban Matteo membuat Vanilla tersenyum lembut, dia kini seketika membayangkan Shira yang entah sedang apa bersama Naren di jalur Barat.
.
.
Setelah menonton pertarungan Vanilla dengan peserta ujian yang lain, suasana hati Reiver memburuk. Dia bergegas pergi dan meninggalkan Mosa begitu saja, menuju kegelapan hutan. Melihat hal itu Mosa lari mengejar Reiver cepat dan segera menghalangi jalan lelaki itu.

"Kau mau apa? Dan mau kemana?" Tanya Mosa waspada.

Mosa takut jika Reiver berpikir untuk membunuh peserta ujian lainnya yang sedang mendaki ke puncak gunung, demi mengurangi saingan.

"Aku mau mencari tempat sepi untuk menelepon, karena aku ingin melakukan barter dengan temanku. Selama kau pingsan aku merampas banyak barang berharga, jadi mau aku tukarkan dengan barang lain yang aku butuhkan. Di jalur barat, 500 meter dari sini ada sungai kecil dengan air terjun, aku akan ada di sana. Kalau kau mau mencariku. Puas dengan jawabanku?" Tanya balik Reiver.

Mosa menilai apakah ucapan Reiver jujur atau tidak? Setelah beberapa detik mengamati dan yakin bahwa Reiver tidak berbohong, akhirnya Mosa menyingkir. Reiver pun segera melanjutkan langkahnya dan hilang dalam kegelapan.
.
.
Reiver menggulung celananya hingga sebatas betis. Dia celupkan kakinya di air sungai yang dingin itu. Reiver keluarkan smartphone-nya lalu menekan beberapa tombol di layar. Bunyi sambungan telepon sedang berlangsung bisa Reiver dengar seketika.

"Yo Reiver! Kau punya barang bagus?" Ujar suara dari speaker smartphone

"Aku punya beberapa perhiasan kecil, senjata dan yang paling banyak organ tubuh. Kau ingat saat kau menawarkan aku benda yang sangat mahal itu? Aku membutuhkannya saat ini."

Lawan bicara Reiver tidak langsung menjawab melainkan ia tertegun karena kaget bukan kepalang. Untungnya saat ini Reiver punya kesabaran yang cukup untuk menunggu.

"Kau sedang ikut ujian Ridder kan?" Tanya lawan bicara Reiver.

"Ya." Jawab Reiver singkat.

"Kau baik-baik saja? Apa kepalamu terkena serangan? Aku bisa membawa dokter terbaik untukmu malam ini juga. Kirimkan lokasimu."

SECOND LIFEOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz