3

613 90 18
                                    

Terdengar merdu lagu lawas yang mengalun dari piringan hitam. Begitu romantis suasananya.

Jayan mengerjap saat lagu itu tanpa permisi memasuki alam mimpinya. Matanya bergulir ke sekeliling, mencari keberadaan pria dengan rahang tegas itu.

Suasana baru. Kehidupan baru. Jayan merasa tubuhnya lebih ringan setelah keluar dari zona nyaman.

Walaupun perasaan sedih masih tertinggal di hati akibat berpisah dari Ibu dan Ayahnya. Namun Jayan berjanji akan bersekolah dengan baik di sini.

Hari sudah gelap. Lampu temaram memaksa bersinar di ujung ruangan. Jayan berjalan mendekati sebuah jendela. Terlihat di depan sana, banyak lampu tanda kehidupan yang membuatnya penasaran.

"Asrama di sana khusus untuk siswa Mutu Ombrogio. Bangunan di sebelahnya untuk para guru."

Jayan hampir menjerit akibat suara bariton di belakang tubuhnya. Langkah Sing yang mendekatinya tidak terdengar sama sekali.

"Sing tidak tinggal di sana juga?"

Pria itu tersenyum. "Di sana berisik. Makanya aku memilih tinggal di sini."

Jayan mengangguk paham. Matanya beralih pada dua anak anjing yang diselamatkannya dari kemalangan.

"Sudah diberi nama?" Sing memandang Jayan yang sedang mengelus lembut tubuh kedua anjing itu.

Jayan berpikir keras. Terlihat keningnya yang menekuk dalam. Karena dua anjingnya berjenis kelamin jantan, nama yang keren harus ia pikirkan matang-matang.

"Bogy dan Bigy!"

Sing tertawa pelan sambil menjentikkan jari pertanda setuju. Kedua anjing itu telah diperiksa kesehatannya. Diberikan vitamin mahal agar cepat membaik kondisinya.

"Beri mereka makan malam."

Lelaki itu segera berlari menuju lemari pendingin. Mengambil beberapa daging untuk anak anjingnya makan.

"Kenapa diberi daging mentah?" Sing mengikuti langkah Jayan menuju dapur. Pria itu heran dengan Jayan yang bersikeras memberi makan daging mentah saja.

"Supaya cepat besar. Dulu Jayan makan daging agar cepat besar." Jayan menatap berbinar kedua anjingnya yang lahap.

Sing tak ambil pusing. Pria itu membawa Jayan agar duduk di pangkuannya, menatap mata amber itu sepenuhnya.

"Besok pagi, kau sudah boleh masuk ke Mutu Ombrogio." Sing tersenyum. "karena kau spesial, pembelajaranmu sedikit berbeda dari yang lain, mengerti?"

Jayan memiringkan sedikit kepalanya. Terdiam sebentar. "Jayan bisa mengikuti pelajaran seperti yang lainnya. Sing tidak percaya?"

"Aku percaya, Timo. Anggap saja ini hanya sementara. Setuju?"

Sudut bibirnya naik membentuk bulan sabit. Jayan setuju saja. Yang penting besok sudah memakai seragam sekolah.

***

Sekolah Mutu Ombrogio khusus laki-laki. Gymnasium swasta yang membebankan biaya mahal. Tidak ada yang lebih penting daripada mempertahankan nilai di sini.

"Namaku Joe. Kau Timothy Jayanagel?" Matanya mengamati dari balik kacamata baca yang melekat di pangkal hidung.

"Benar, Tuan Joe." Jayan mengangguk semangat. Sesekali matanya melirik Sing yang berdiri di sudut ruangan.

"Di sini semua siswa bebas memanggil gurunya hanya dengan sebuah nama." Joe berucap pelan agar lelaki di depannya tak bingung. Sing sudah memberitahu kondisi Jayan.

"Ah, begitu. Baiklah, Joe." Jayan tersenyum.

Joe melihatnya ikut tersenyum. Perbedaan budaya di setiap negara memang beragam. Di sini, semua guru ingin muridnya lebih santai.

PersonaeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang