Bab 1 (Gorgeous)

47.7K 1.9K 13
                                    

Kean Mahardika POV

"Dia begitu indah diantara wanita lainnya bahkan dibandingkan calon istriku."

Aku mencari perempuan bernama Gheana Danishwara. Menurut penuturan orang yang baru saja aku tanya, perempuan yang aku cari mengenakan kaos putih dengan celana jeans biru tua. Aku menyapukan mataku mencoba mencari perempuan dengan ciri-ciri yang disebutkan orang yang baru aku tanya.

Aku menemukannya, perempuan dengan kaos putih pas di badan dan skiny jeans biru tua yang begitu seksi di gunakannya. Rambutnya yang tak terlalu panjang ia ikat seadanya, aku bahkan masih bisa melihat beberapa rambutnya yang mencuat sembarangan namun menambah kesan seksi yang kian melekat pada dirinya. Tangan kanannya sibuk dengan handy talkie dan tangan kirinya sibuk dengan beberapa kertas yang aku sendiri tak tau isinya apa. Ia kini sibuk menatap kertas di tangannya kemudian sesekali menyelipkan rambut yang jatuh menghalangi pandangan matanya kebelakang telinganya.

Ia begitu menawan meski tanpa riasan make up. Aku berani bersumpah bahwa ia satu-satunya perempuan di ruangan ini yang tak mengenakan make up. Meski begitu tak mengurangi kecantikannya. Sungguh ia benar-benar menggoda.

"Maaf Pak Kean anda jadi harus datang kemari. Perkenalkan nama saya Gheana Danishwara" tutur perempuan bernama Gheana itu yang membuatku terbangun dari lamunan. Aku menjabat tangannya ketika ia mengulurkan tangannya kehadapanku kemudian menyebutkan nama lengkapku.

"Gak apa-apa saya tadi kebetulan dekat daerah sini" ucapku sambil mengembangkan senyum.

"Mari kita bicara disana saja" ia menunjuk sebuah meja bulat yang dekat dengan jendela.

Ia bicara pada rekan kerjanya melalui handy talkie yang ada ditangannya. Aku bisa mendengar bahwa ia meminta rekan kerjanya untuk membawakan segelas teh hangat untukku. Aku kembali tersenyum terkesan dengan seluruh apa yang ia lakukan.

"Sekali lagi maafkan saya karena anda harus datang kemari" ia tersenyum kemudian mengucapkan kembali kata maaf. Ah, ia begitu manis karena terus menerus meminta maaf dan tersenyum.

"Bukan masalah" tuturku membalas senyum manis yang menempel di wajahnya.

"Ini beberapa berkas yang kemarin saya terima dari Bu Diana, coba bapak periksa dulu apakah benar?" ia memberikanku beberapa kertas. Aku membacanya sekilas karena aku tak terlalu antusias dengan berkas-berkas ditanganku, aku lebih tertarik pada perempuan di hadapanku yang diam-diam tengah mengamatiku yang membaca berkas yang baru saja diberikannya padaku.

"Kalo bapak mau menambahkan sesuatu bapak bisa bilang ke saya dan akan saya siapkan" ucapnya ketika aku membaca berkas ditanganku. Aku meletakan berkas di meja dan menatapnya. Ia nampak menungguku bicara.

"Saya serahkan semuanya sama kamu dan Diana" tuturku yang sebenarnya tak mau ambil pusing.

"Kalo begitu mulai minggu depan saya akan siapkan apa yang bapak dan Ibu Diana minta" tuturnya masih dengan senyum yang menghiasi wajahnya. Sungguh ia perempuan termanis yang pernah kulihat bahkan Diana tak pernah semanis dirinya ketika tersenyum.

Aku mendengar teman kerjanya bicara melalui handy talkie yang ada ditangannya. Ia menatapku seperti hendak meminta izin kemudian aku mengangguk memberi isyarat bahwa ia boleh menerima panggilan dari temannya. Aku mendengar teman kerjanya meminta ia datang untuk memeriksa dekorasi pelaminan.

"Oh kalo gitu lima menit lagi gue kesana" tuturnya kemudian ia duduk kembali didepanku.

"Maaf sekali pak Kean kalo bapak tidak ada yang mau ditambahkan atau tidak ada yang ingin di bicarakan lagi dengan saya, saya harus kembali bekerja" tuturnya dengan senyum yang lagi-lagi menyejukan hatiku.

"Tunggu" tuturku ketika ia mulai berdiri hendak meninggalkanku. Ia mengerutkan keningnya tampak heran aku mencegahnya pergi.

"Saya belum punya kontak kamu" ucapku jujur karena selama ini Diana yang berhubungan dengannya bukan aku. Ia nampak berfikir kemudian mengambil sesuatu di saku belakang jeansnya. Ia kemudian menyerahkan kartu nama miliknya kepadaku kemudian pamit untuk pergi menemui temannya yang nampaknya tak sabar.

Gheana Dhanishwara

Wedding Planner

08123124234556

Aku tersenyum menatap kartu nama milik perempuan cantik yang sudah memikat hatiku sejak pertemuan pertama.

***

Aku berdiri didepan pintu ballroom menunggu Gheana keluar. Perempuan itu tampak terkejut melihat aku masih menunggunya meski sudah dua jam berlalu setelah pertemuanku dengannya. Wajahnya yang terkejut kini sudah berganti senyum ramah.

"Pak Kean? Apa bapak meninggalkan sesuatu?" tanyanya terlihat mencoba menyembunyikan keterkejutannya.

"Tidak" aku tersenyum ingin sekali menggoda perempuan ini.

"Apa ada yang ingin di bicarakan dengan saya?" ia kembali bertanya, terlihat sekali ia menerka-nerka mengapa aku masih disini.

"Ya" ucapku dengan senyum berharap ia terpesona dengan senyumanku.

"Tapi ballroom ini sebentar lagi akan di tutup, saya kira kita harus keluar untuk bicara" ia menatap kebelakang ballroom yang memang sedang ditutup oleh para pegawai yang mengenakan pakaian serba hitam.

"Bagaimana jika kita bicara sekaligus makan malam di restaurant di sebrang jalan?" tawarku yang di jawab anggukan kepala dari perempuan manis di hadapanku.

***

"Jadi?" ia bertanya padaku ketika kami baru saja duduk disebuah restaurant. Kami bahkan belum memesan makanan namun ia sudah bertanya mengenai pekerjaan.

"Lebih baik kita pesan makanan dulu dan makan, saya tau kamu belum makan dari siang" ia tersipu malu membuat rona merah mengembang di wajahnya.

Kali ini ia tengah menyantap makanan di hadapannya. Ia begitu menawan bahkan ketika makan. Sungguh ia benar-benar menarik hatiku.

"Bapak gak makan?" tanyanya keheranan melihatku yang tidak menyentuh makanan yang ada dihadapanku. Aku menggeleng dan berkilah bahwa aku sudah kenyang. Tunggu dari tadi ia memanggilku bapak membuatku tak nyaman.

"Jangan panggil saya Bapak, kamu bisa panggil saya Kean" ucapku yang sudah muak dipanggil bapak olehnya. Rasanya aku terlihat sudah tua ketika ia memanggilku dengan embel-embel bapak dengan mulut manisnya.

"Jadi apa yang mau ba-Kean bicarakan dengan saya" aku tersenyum ketika melihatnya masih canggung menyebutkan namaku tanpa embel-embel bapak.

"Ingin tau dimana kamu tinggal" ia membulatkan mata mendengar aku bertanya seperti itu. Aku tau ini sedikit keterlaluan menggodanya di pertemuan kami yang pertama. Salahkan ia yang begitu menggoda membuatku tak bisa menahan diri.

"Hmm saya kira kita akan bicara mengenai pekerjaan" ia mulai merasa tak nyaman.

"Dari awal saya gak bilang kita akan membicarakan pekerjaan" aku mengangkat bahu dan bisa kulihat wajah kesalnya yang begitu menggemaskan.

"Kalo begitu saya pulang dan saya rasa pertemuan selanjutnya kita bicarakan dengan Bu Diana" ia memaksakan sebuah senyum membuatku gemas karena meski ia terlihat kesal ia masih mencoba profesional di hadapanku.

***

Wedding PlannerWhere stories live. Discover now