Bab 4 (Wedding Dress?)

21.4K 1.4K 2
                                    

Gheana Danishwara POV

" Ia menyuruhku mengenakan gaun pengantin yang akan dikenakan calon istrinya, ia juga menyuruhku mencoba cincin yang akan ia pakaikan pada calon pengantinya. Apakah ia gila? Atau ia hanya menggodaku dan mempermainkanku?"

Kean : Aku menunggumu di lobby kantormu :)

Aku membaca pesan singkat dari Kean. Hari ini kami memang berjanji untuk mempersiapkan gedung, sovenir, cincin pernikahan dan gaun pernikahan. Seharusnya Diana calon istrinya ikut bahkan aku memaksa tidak akan menemaninya jika tak ada Diana namun apa yang aku terima adalah pesan singkat dari Diana bahwa ia tak bisa ikut karena ia sedang di Singapura untuk urusan pekerjaan.

"Hai my princess" lagi-lagi ia menggodaku dengan nama panggilan itu.

"Pak Kean saya rasa nama saya Gheana Danishwara bukan princess" aku menekan setiap kata yang keluar dari mulutku dengan senyum kecut yang mengembang di wajahku. Aku melihat ia hanya terkekeh.

"Ayolah Ghea saya hanya bercanda" aku memutar bola mataku karena apa yang ia ucapkan terdengar seperti alasan ditelingaku.

***

Aku memberikannya sebuah katalog ballroom yang sudah ia setujui untuk gedung pernikahannya. Ia tampak membolak-balikkan katalog ditangannya sambil mengangguk-anggukan kepalanya.

"Well pilihan kamu memang bagus" ia menutup katalog dan menyerahkannya padaku.

"Ayo sekarang kita akan coba gaun pengantin" apa aku tak salah mendengar bahwa ia akan mengajakku mencoba gaun pengantin. Bukankah ia harusnya mengajak Diana yang notabennya adalah calon istrinya. Bukan aku yang hanya seorang wedding planner.

"Pak saya rasa untuk melihat dan memilih gaun pengantin itu harus dengan bu Diana" tuturku menolak secara halus ajakan Kean.

"Saya tau kamu akan bilang seperti itu" ia mengeluarkan ponselnya dan memperlihatkannya padaku.

Di layar ponsel milik Kean sudah dipenuh wajah Diana. Perempuan cantik itu melambaikan tanganya padaku dan menyapaku sopan. Aku balas menyapanya.

"Aku tau kamu pasti di paksa Kean untuk mencoba gaun pengantin?" tuturnya sambil tertawa manis sekali.

"Maaf sekali membuatmu tak nyaman tapi maukan kamu mencoba gaun pengantin yang sudah kami pesan? Ukuran tubuhmu sangat sama denganku. Tenang saja aku takan marah dan maaf membuatmu tak nyaman. Terimakasih Ghea" ucap Dianan yang kini tersenyum padaku dan melambaikan tangan mengakhiri video call.

***

Dua orang perempuan kini sedang membantuku mengenakan gaun pengantin berwarna putih gading dengan belahan dada yang sangat rendah. Aku benar-benar tak nyaman mengenakan gaun ini. Sungguh jika Diana tidak memintaku melakukan hal ini aku takan sudi melakukannya.

Aku menatap cermin di hadapanku. Di badanku kini sudah melekat gaun pengantin berwarna putih yang akan dikenakan Diana di hari pernikahannya bersama Kean. Entah apa yang merasukiku, jantungku berdetak kencang. Seakan-akan aku benar-benar akan menikah.

Dua orang yang tadi membantuku mengenakan gaun pengantin kini membuka tirai yang memisahkan aku dan Kean. Jantungku benar-benar tak seperti biasanya ketika wajah Kean nampak didepanku. Kean mengerutkan keningnya kemudian menatapku dari ujung kepala hingga ujung kaki. Jantungku rasanya seperti akan meledak ia menatapku seperti itu.

"Wah calon mempelai perempuannya cantik sekali" pemilik butik berkomentar membuatku ingin menjelaskan bahwa aku bukan calon mempelai Kean namun laki-laki itu sudah mendahuluiku membuat pemilik butik ada dalam hal yang keliru.

"Tentu dia memang cantik" Kean menggenggam tanganku membuatku menatapnya namun ia balik menatap tajam kearahku.

"Kalo begitu saya harus keluar dulu silahkan pilih gaun yang lain jika yang ini kurang cocok" tutur perempuan setengah baya yang merupakan pemilik butik ini.

"Saya rasa saya bukan pemelai wanita anda" aku berdehem menemukan keberanian dari suaraku sendiri.

"Well tidak ada salahnya bercanda" ia mengangkat kedua bahunya.

"Tapi aku tak pernah bercanda mengenai kau yang cantik mengenakan gaun itu" ia berbisik tepat di telingaku membuatku merinding mendengarnya. Katakan saja bahwa ia menggodaku dan itu benar-benar keterlaluan.

***

Kali ini kami ada ditoko perhiasan. Sungguh selama aku menjadi wedding planner belum pernah aku seperti ini, berjalan dari satu toko ketoko yang lain dan mencoba semua hal yang akan dikenakan sang pengantin. Seolah aku yang akan menjadi pengantin.

"Kamu suka yang mana?" aku mendengar Kean berdehem membuatku mengalihkan tatapan mata dari cincin yang indah ke wajahnya yang tampak tenang.

"Saya rasa anda harus tanya ke Bu Diana bukan ke saya karena yang akan mengenakannya Bu Diana bukan saya" ucapku karena ini sungguh keterlaluan jika ia akan memilih cincin pernikahan menurut pilihanku padahal bukan aku yang akan mengenakannya. Aku masih bisa terima mengenakan gaun pengantin karena ukuran tubuhku dan Diana yang sama tapi untuk kali ini aku enggan mengikuti perintahnya.

"Oke kalo begitu biar aku yang memilih sendiri" tuturnya sambil menangkat kedua bahunya. Aku mengamatinya yang melihat satu persatu cincin yang ada dietalase. Semua cincin yang aku lihat nampak sama, berkilauan dan menggiurkan.

Aku mendengar Kean menunjuk sebuah cincin dan sang pegawai yang mengeluarkan cincin yang ditunjuka Kean dengan hati-hati. Ia tampak memutar-mutar cincin yang ada ditangannya. Seperti sedang menilai apakah cukup bagus jika digunakan ditangannya.

"Boleh pinjam tangan kamu?" ia bertanya padaku dan aku sudah tau apa yang ia maksud.

"Saya rasa untuk mencoba cincin ukuran tangan saya dan Bu Diana berbeda" aku berasalan enggan mencoba cincin yang nantinya akan dikenakan Diana.

"Siapa bilang, aku yang mengetahui ukuran tangan Dianan dan aku hanya ingin memastikan" tuturnya dan dengan paksa menarik tanganku dan memasukan cincin ke jari manisku. Ia memutar-mutar tanganku cukup lama. Jantungku berdegup aneh lagi.

Aku melepaskan genggaman tangannya kemudian melepas cincin dari tanganku dan menyerahkannya pada Kean. Aku melihatnya tersenyum membuatku muak. Melihat ia yang benar-benar suka menggodaku membuatku ingin segera menyelesaikan pekerjaan ini dengannya.

"Ini sudah sore saya rasa kita harus segera ke toko souvenir" tuturku berdehem beberapa kali ketika Kean masih saja tersenyum padaku.

***

Wedding PlannerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang