Bab 6 (Jealous)

20.1K 1.3K 4
                                    

Kean Mahardika POV

" Aku benar-benar tak tahan melihatmu diam-diam mencuri pandang kearahku ketika aku menggenggam tangan perempuan lain. Aku tak kuasa menahan tawaku ketika melihatmu begitu kesal melihat kemersraanku dengannya. Aku menikmati melihatmu begitu cemburu padaku."

Bayangan wajah Gheana ada dikepalaku. Aku masih ingat betapa ia berulang kali memaksakan senyum ketika aku sengaja bermesraan dengan Diana. Aku juga masih ingat wajahnya yang terkejut ketika ia melihat aku mencuri kecupan di pipi Diana.

Aku senang ia menatapku kesal ketika aku dengan perempuan lain. Aku senang ia tak terima aku menggenggam perempuan lain. Aku juga sangat senang ketika ia memaksakan sebuah senyum melihat aku bermesraan dengan perempuan lain. Aku senang ia cemburu padaku.

Aku : Hai princess masih kesal?

Gheana : Maaf? Untuk apa saya kesal?

Lihat betapa ia berusaha untuk berbohong.

Aku : Aku tau kamu kesal, jangan marah oke?

Gheana : Saya tidak kesal Pak Kean.

Aku : Jangan berbohong karena aku tau semuanya

Gheana : Saya rasa jika bapak tidak membicarakan mengenai pekerjaan saya tidak akan membalas pesan bapak.

Aku : Jangan berani-beraninya kamu mengancam saya atau saya adukan kamu pada Adrian.

Aku membayangkan wajah kesalnya karena aku menggodanya seperti itu. Aku jadi merindukan suaranya. Aku memutuskan untuk menghubunginya.

"Hallo" suaranya begitu indah ditelingaku.

"Hallo my princess masih marah?" tanyaku dan aku bisa mendengar ia terbatuk, sepertinya kaget karena sapaanku.

"Kamu gak apa-apa?" tanyaku sedikit khawatir karena ia belum juga bicara.

"Ya, ada apa pak menelfon saya?" lagi-lagi aku mendengar ia memanggilku dengan embel-embel bapak.

"Aku rasa kita sudah sepakat tak ada embel-embel pak dalam namaku" aku mendengar ia berdehem sepertinya ia gugup.

"Ada apa?" kali ini aku bisa mendengar suaranya yang kesal.

"Besok aku rasa kita harus bertemu dan kali ini tanpa Diana jadi kamu tak perlu kesal dan cemburu" aku kembali mendengar ia tersedak.

"Kamu sedang makan?" tanyaku karena ia sudah dua kali tersedak dan ia mengatakan ia memang tengah makan. Aku menyuruhnya berhenti makan dan fokus bicara padaku. Aku mendengar ia mendengus pelan.

"Jadi besok jam 12, saat makan siang. Bye my princess" aku menutup telfon dengan senyum mengembang di wajahku. Aku benar-benar jatuh cinta padanya.

***

Aku memasuki kantor milik Gheana. Aku melihatnya kaget menatapku. Ia memberiku kode agar aku pergi dari kantornya namun aku hanya menaikan kedua bahuku dan tetap berjalan. Ia tampak resah ketika aku masih terus berjalan.

Aku menahan tawa ketika aku masuk keruangan Adrian. Ia benar-benar lucu ketika panik aku terus berjalan. Aku tak sabar mengajaknya makan siang.

"Jadi ada apa lo masuk kesini?" suara berat milik Adrian menghentikanku dari senyum mengenang wajah Gheana.

"Hanya menyapa" aku mengangkat kedua bahuku. Ia tersenyum mengejek. Aku tau bukan kebiasaanku menyapanya. Ini hanya sekedar alasan untuk menemui Gheana.

"Gue tau lo merayu karyawan gue" suara Adrian membuatku menoleh dari kaca jendela ruangannya yang menghadap ke Gheana menjadi kewajahnya.

"Hmm gue bukan merayunya" aku mengangkat kedua bahuku karena sejujurnya aku tak pernah merayunya tapi benar-benar mencoba menarik perhatiannya.

"Seolah gue bakal percaya" ucapnya dingin.

"Gue harap lo gak bakal mainin hatinya" pesan Adrian.

"Well gue harus pergi dan akan selalu gue ingat apa yang lo ucapkan" tuturku kemudian keluar dari ruangan Adrian.

Aku melihat Gheana mengamatiku. Aku buru-buru mengirimnya sebuah pesan singkat agar ia keluar dan menemuiku.

Aku menunggu di lobby kantornya. Ia baru saja keluar dari lift. Ia mengenakan kemeja berwarna putih yang pas dibadan dan menggunakan rok di atas lutuh berwarna biru tua. Ia begitu menawan bahkan hanya dengan menggunakan baju kantor.

"Ayo" aku menarik tangannya membawanya ke tempat makan yang sepi dimana tak banyak mata yang memandang.

Ia menatapku dengan tatapan yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Aku menyerahkan buku menu padanya namun ia hanya menatapku tak mengambil buku menu yang aku sodorkan padanya. Aku mengangkat bahu terlihat seperti tak peduli namun sesungguhnya aku benar-benar peduli pada perempuan yang ada di hadapanku ini.

"Oh ayolah Gheana jangan marah" tuturku yang mulai tak nyaman di pandang seperti itu.

"Kali ini tak ada Diana jadi tak perlu marah lagi, oke" ia tertawa mengejek.

"Baiklah aku minta maaf terakhir kali sengaja membuatmu cemburu" ucapku tak ingin ia berdiam diri seperti itu.

"Saya tidak marah" akhirnya ia bicara namun masih dengan wajah ditekuk. Oh, ayolah aku tau ia marah tapi tetap saja ia tak mau mengakuinya.

"Aku tau kamu marah karena aku dan Diana. Jangan berbohong Gheana" ucapku.

"Cukup Pak Kean saya rasa saya harus kembali bekerja" ia menggebrak meja. Aku tau ia marah dan yang harus aku lakukan adalah membuktikan bahwa aku tak menggodanya dan benar-benar menyukainya.

"Gheana Danishwara saya bisa laporkan kamu.." ia kembali duduk sebelum aku menyelesaikan kalimatku. Aku tersenyum penuh kemenangan.

"Good girl" ucapku ketika ia duduk kembali.

"Ayolah kamu harus jujur bahwa kamu cemburu, jangan gengsi Gheana" aku butuh pengakuan bahwa ia benar-benar cemburu namun jawabannya adalah gelengen kepala.

"Come on my princess aku tau kamu bohong" ia tetap diam dan kini tangannya dilipat di depan dada. Ia benar-benar merajuk.

"Kamu tetap takan mengaku meski aku melakukan sesuatu" ujarku menggoda dan bisa kulihat wajahnya berubah panik.

"Benar tidak cemburu melihat aku dengan Diana?" kini aku menatap kedua matanya dan menariknya lebih dekat denganku. Aku tau ia gugup tapi aku harus bisa membuatnya mengakuinya.

"Kemarin aku lihat kamu menekuk wajahmu yang cantik ketika aku mengecup pipi Diana?" aku mengelus pipi mulus milik Gheana dan ia terlihat ketakutan. Ayolah aku ingin ia mengakui bahwa ia cemburu.

"Saya hanya tidak nyaman melihat anda dengan Bu Diana" ia masih saja berkilah membuatku mendekat padanya.

"Yakin hanya tidak nyaman bukan karena cemburu?" tanyaku kembali dan kini aku menyelipkan rambutnya kebelakang telinga dan ia memejamkan matanya terlihat benar-benar tak nyaman.

"Baiklah aku mengakui aku sedikit cemburu" ia mendorong tubuhku membuatku tersenyum penuh kemenangan. Akhirnya ia mengakuinya.

***

Wedding PlannerHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin