Bab 12 (Tired)

15.4K 961 9
                                    

Diana Miranda POV

" Aku takan menyerah untuk mendapatkannya karena aku yang berhak memilikinya. Namun aku lelah terus mengejarnya sementara ia terus menjauh dariku."

Aku menemukan Kean benar-benar dalam keadaan kacau. Wajahnya masam dan tak ada gairah dalam dirinya. Aku tau penyebabnya namun aku tak pernah membiarkan ia bertemu bahkan menyentuh perempuan itu lagi. Aku sudah bertekad akan terus disampingnya apapun yang terjadi.

"Hai sayang" sapaku namun ia hanya diam di kurisnya tampa menoleh kepadaku.

"Kamu sakit?" tanyaku karena wajahnya begitu pucat dan jawabannya adalah gelengan kepala.

"Bisakah kamu gak kelihatan baru saja putus dari pacar selingkuhanmu didepanku?" ungkapku yang tak bisa melihatnya begit menderita dihadapanku. Ia tetap saja diam tanpa berkata-kata.

"Aku mencintainya Diana dan kau menghancurkan segalanya" ucapnya lirih membuat hatiku tersayat. Ia terang-terangan mencintai perempuan itu dihadapanku.

"Tak bisakah kamu lihat aku? Aku disini disampingmu selalu setia ada didekatmu?" jeritku frustasi.

"Bukankah aku sudah bilang aku mencintainya bukan kamu" ucapnya sekali lagi membuatku merasakan perih dalam hati.

"Kau benar-benar brengsek Kean" umpatku dihadapannya kemudian pergi dari ruangannya.

Aku sudah tau sejak lama jika Kean tak mencintaiku tapi mendengar ia sendiri yang mengatakannya membuat sakit dalam hatiku. Meski aku sudah mempersiapkan segala kemungkinan yang terjadi tetap saja tak bisa kutangani ketika Kean benar-benar tak menyukaiku dan ingin meninggalkanku. Aku benar-benar lemah dihadapan Kean.

Aku takan pernah menyerah dengan cintaku. Apapun yang terjadi aku harus memiliki hati Kean. Tekad untuk memiliki Kean sudah bulat. Aku akan memperjuangkan apapun demi Kean memilihku dan menerima cintaku. Apapun yang terjadi aku akan terus mencintainya.

***

Kepalaku benar-benar pusing setelah semalam menangisi Kean. Aku sudah tak tau lagi harus bagaimana agar ia melirikku. Agar ia mau melihatku yang selalu setia mencintainya bertahun-tahun.

"Are you oke?" mamahku tercinta memasuki kamar ketika aku baru saja bangun dengan kepala benar-benar pusing.

"Ya, I'm oke" aku tersenyum pada mamahku tak ingin ia mengkhawatirkanku.

"Kamu bisa cerita sama mamah kalo ada masalah" mamah membelai lembut rambutku dan aku hanya tersenyum dan bilang semua baik-baik saja. Aku beralasan hanya lelah bekerja dan mempersiapkan pernikahan.

"Kalo gitu istirahat ya jangan kerja dulu" ucap mamahku meninggalkanku sendiri di kamar.

Aku mengambil ponselku mencari tau apakah Kean peduli padaku. Tak ada satupun pesan atau panggilan telefon dari laki-laki yang benar-benar aku cintai. Aku lelah jika aku harus memulai segalanya jika dengan Kean.

Aku mendengar suara laki-laki yang kucintai di bawah. Aku bertanya-tanya bernarkan ia datang kemari untuk menemuiku. Aku juga mendengar mamah bilang aku sedang istirahat.

Tak lama kemudian aku mendengar pintu diketuk. Aku tak berniat membukanya dan tak lama pintu terbuka. Aku mendesah mendengar langkah kaki yang semakin mendekat.

"Diana maafkan aku" ujarnya tapi aku enggan melihatnya.

"Pergilah" teriakku.

"Aku mohon maafkan aku" ucapnya membuatku kali ini meneteskan air mata.

"Kalo kamu beneran mau minta maaf, lihat aku jangan pernah ingat perempuan itu lagi" jeritku.

"Tapi aku tak bisa" ucapnya membuatku berbalik menatapnya yang tengah menundukkan wajahnya.

"Apa susahnya Kean lihat aku. Aku yang ada selama bertahun-tahun sama kamu. Bukan dia Kean" ucapku sambil menangis tersedu-sedu sambil menunjuk diriku sendiri ingin ia melihat bahwa aku benar-benar bersungguh-sunggu mencintainya.

"Aku tau kamu yang selama ini ada disampingku tapi aku tetap tak bisa. Kamu perempuan baik dan kamu layak dapat laki-laki yang baik tapi bukan aku" ucapnya membuatku tersenyum mengejek.

"Yang aku cinta itu kamu Kean bukan laki-laki lain. Kalo kamu mau minta maaf sama aku coba untuk cintai aku dan kita mulai segalanya dari awal" ucapku.

"Aku tak bisa Diana" ucapnya dengan nada memelas membuatku sakit hati.

"Kalo begitu jangan pernah meminta maaf dan aku takan pernah rela jika kamu memutuskanku" ucapku sambil menatap matanya berusah mengatakan bahwa aku benar-benar serius mengenai ucapanku.

"Aku mohon Diana jangan seperti ini, ini melukaiku" ucapnya.

"Apa kau pikir kau tak menyikatiku? Kau benar-benar melukai hingga dasar hatiku. Kau membuatku menunggu seolah kamu bisa mencintaiku ternyata semuanya sia-sia. Kamu malah mencintai perempuan lain" aku menghela napas sebelum bicara lagi.

"Kamu orang pertama yang menerima perjodohan ini membuat aku berharap bahwa kamu bisa belajar mencintai aku tapi ternyata kamu benar-benar jahat membuat aku berharap" tuturku.

***

Ini sudah malam hari dan aku belum keluar dari kamarku. Aku takut ketika menemui kedua orang tuaku akan menanyakan mengapa aku bersedih. Seharian aku menangis mengingat kata-kata Kean.

Pintu kamarku diketuk dan aku yang tak ingin diganggu oleh siapapun membiarkan pintu tetap tertutup. Tak lama pintu terbuka dan sosok mamahku mendekatiku. Ia menatapku terkejut dengan keadaanku. Ah, siapa yang takan terkejut melihat anak gadis terlihat berantakan.

Ia duduk disampingku menatapku seakan menuntut penjelasan. Sayangnya aku tak ingin membicarakan apapun dengan mamahku. Aku terlalu lelah menceritakan apa yang terjadi antara aku dan Kean.

"Ada apa sayang?" akhirnya mamahku angkat bicara. Aku tersenyum pada mamahku dan menggeleng mengatakan bahwa semua baik-baik saja.

"Kamu gak baik-baik aja, kamu terlihat kacau sayang. Ayolah ceritakan masalahmu" ucap mamahku tak tega melihat aku seperti ini. Aku menangis tak bisa berbohong dengan mamahku.

"Aku patah hati mah" ucapku sambil menghapus air mata yang mulai turun.

"Ada apa dengan Kean dan kamu? Mamah mendengar kalian bertengkar" mamahku membantuku menghapus air mata.

"Ia tak pernah mencintai aku" aku menundukkan kepala dan menangis tersedu-sedu.

"Sayang, dengarkan mamah. Jika memang ia bukan milikmu lepaskan saja. Tak ada gunanya kamu mengejarnya dan mempertahankannya tapi ia selalu menjauh darimu" mamahku membelai rambutku, menyelipkan rambut yang menghalangi pandangan mataku kebelakang telinga.

"Tapi aku mencintainya mah" jawabku lirih.

"Mamah tau dengan pasti anak gadis mamah sangat mencintai laki-laki itu, tapi ia sudah berterus terang sama kamu kalo dia gak suka sama kamu. Jadi lebih baik cari laki-laki yang benar-benar mencintaimu sayang. Jangan siksa dirimu sendiri karena mencintainya" mamah menasehatiku dengan bijak.

"Bukankah cinta harusnya membahagiakan kita? Bukan menyakiti kita" mamah kembali mengucapkan kata-kata bijak.

"Tapi aku tak bisa melupakannya mah" aku benar-benar meragukan diriku bisa melupakan laki-laki yang sudah tiga tahun aku cintai.

"Biar waktu yang mengambil alih sayang, nanti lama-kelamaan kamu juga akan melupakannya" aku memeluk mamahku dan menangis di pelukannya.

***

Wedding PlannerOnde histórias criam vida. Descubra agora