7.) Sharing

602 62 7
                                    

Weekend nya ditemani Satya yang lagi prospek Kalila buat jadi Ibu Bupati yaa...

Happy readings, Y'All!

_________________________________________

“Perutku rasanya penuh banget.” keluhku mengusap pelan perut yang sedikit membuncit karena kebanyakan makan.

Mas Satya melirikku sebentar sebelum kembali memfokuskan pandangan ke jalan karena sedang menyetir.

“Kalap sih jajannya.” sahut Mas Satya.

Aku tertawa. “Tampilannya menggoda banget, mana rasanya enak juga. Aduh!”

“Kenapa?”

“Jangan ajak bercanda dulu, Mas. Ga enak nih buat tertawa.” Kutepuk-tepuk perutku agar ada sedikit angin yang keluar sehingga perut lebih terasa longgar.

Mas Satya mengulurkan tangannya. Menyingkirkan tanganku yang masih menepuk perutku dan meletakkan telapak tangannya untuk mengusap-usap perutku.

Aku menahan napas. Tubuhku menegang karena interaksi kami yang cukup intim ini.

“Exhale, Kalila… Relax, oke”

Aku menghembuskan napas mengikuti perkataan Mas Satya. Perasaan tenang dan nyaman langsung segera kurasakan. Mas Satya masih mengelus perutku yang tertutup dress dengan pelan.

“Kalau dipukul gitu nanti malah keluarnya gas. Bisa tewas kita, ntar.” lanjutnya tertawa keras.

Aku merengut mendengar candaannya. Kusingkirkan tangannya dari atas tubuhku dan memukul lengannya kesal.

“Eh, aduh.. duh.. Sayang… Masih nyetir nih..”

Tak kugubris protesan Mas Satya, tetap kupukul lengannya karena masih merasa kesal.

Mas Satya melajukan mobilnya lebih cepat dan membelokkan mobilnya kearah basement bangunan tinggi yang sangat kukenali. Gedung apartemenku.

Ia memarkirkan mobilnya dengan mulus di slot parkir yang dekat pintu masuk. Lantas menggenggam kedua tanganku yang tadi memukulnya.

“Maaf ya, Sayang.. Bercanda tadi..” katanya sambil mengecup kedua tanganku.

Aku memalingkan muka menghadap jendela. Menahan rasa panas yang muncul di pipi.

“Gemas banget sih… Pacarnya siapa ini?” godanya.

Ia memegang daguku pelan dan mengarahkanku menghadap dirinya.

Dengan menahan rasa panas yang semakin menjadi di pipi, aku menatap langsung kedua matanya.

Blush…

Pipiku memerah. Kutundukkan wajahku menahan rasa malu karena menatap Mas Satya yang menunjukkan rasa suka sangat jelas.

Mas Satya menangkup kedua pipiku. Telapak tangannya terasa hangat di tengah dinginnya AC mobil yang terhembus maksimal. Ia mengangkat wajahku agar menatap dirinya.

“Cantiknyaa…” Mas Satya mengelus kedua pipiku. “Kok bisa merah muda gini?” tanyanya.

Aku mengangkat kedua bahu. “Makanya jangan gombal-gombal.” omelku.

“Siapa yang gombal? Kalau sama Kalila, Mas selalu jujur apa adanya.”

Tak kugubris pembelaan dirinya. Aku mengedarkan pandang menatap basement gedung apartemenku dengan heran.

“Kenapa berhenti di gedung apartemenku? Papa sama Mamaku masih di rumah Om Radja, loh.”

“Jadi Kalila tinggalnya di sini?” tanya Mas Satya. “Ga kejauhan emang kalau mau ke Gedung YMB?”

The World Where You ExistWhere stories live. Discover now