Double up for today!
Happy Readings, Gaiss!
____________________________
Di sinilah kami sekarang berada.
Berada di dalam mobil pribadi Mas Satya. Tanpa satupun ajudan yang menyertai. Hanya berdua saja, dengan Mas Satya sebagai sopir dan aku penumpangnya.
Tentu saja aku duduk di depan, di sebelahnya.
“Jadi kita mau kemana, Mas?” tanyaku yang menyadari mobil ini hanya berputar-putar tanpa tujuan yang jelas.
Mas Satya mengusap wajahnya bingung. “Sebenarnya saya mau ngajak kamu ke food festival di alun-alun kota. Tapi saya baru ingat kalau Bara, ajudan saya sedang libur hari ini.”
Aku terdiam menyadari kegundahan Mas Satya. Sebulan berada di sini membuatku tahu betapa terkenalnya dia sebagai Bupati muda yang masih lajang.
“Kalau gitu nyamar aja, Mas. Biar ga dikenali.” usulku. “Di sini ada hoodie atau topi buat nutupin wajah gitu?”
“Kayaknya di belakang ada hoodie, Kal.”
Aku melongokkan tubuhku ke kursi belakang untuk mencari hoodie yang Mas Satya maksud.
“Duh, hati-hati, Kalila sayang. Kamu bisa minta saya berhenti dahulu kalau mau ngecek kursi belakang.”
Mas Satya menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Membuatku lebih leluasa melihat keadaan di kursi belakang.
Di pojok kanan kursi bagian bawah ada paperbag berukuran sedang yang menarik perhatianku. Kuraih paperbag tersebut untuk mengintip isinya. Di dalamnya terdapat hoodie berwarna abu-abu yang terlipat rapi.
“Ada nih, Mas. Coba pakai.” kataku menyodorkan hoodie tersebut kearahnya.
Menuruti ucapanku, Mas Satya segera memakai hoodie tersebut. Untung saja sebelumnya ia memakai outfit kasual berupa celana jeans dan kaos. Jadi tidak akan terlalu panas jika ditumpuk hoodie yang berbahan cukup tebal.
Aku memasangkan topi berwarna hitam, yang juga kutemukan di dalam paperbag tersebut, ke kepala Mas Satya. Juga memasangkan tudung hoodie di atas topi tersebut.
Kuamati beberapa saat penampilan Mas Satya yang tampak jauh lebih muda saat ini.
“Nah, sudah keliatan kaya pemuda gen-z yang sukanya ngeributin jati dirinya. Ga akan ada yang sadar kalau ini Mas Bupati kesayangan warga Bawera.” komentarku.
Mas Satya menjawil ujung hidungku. “Termasuk Kalila juga ya?” godanya.
Aku menyedekapkan tanganku ke dada seraya melihat ke arah depan. “Maaf mengecewakan nih yaa. Saya bukan warga Bawera, Pak.”
Mas Satya tertawa. “Maksud saya, bukannya Kalila juga masuk gen-z yang masih meributkan jati diri itu ya?”
Aku memalingkan wajahku menatap jalan di samping, berusaha meredam rasa malu karena terlalu percaya diri.
“Kapan ini berangkatnya? Keburu malam.” tanyaku ketus, masih tetap melihat ke samping kiri.
Mas Satya mengusap kepalaku gemas. “Ini tinggal satu belokan sudah sampai.” jawabnya.
Ia mulai menjalankan kembali mobilnya. Setelah belokan pertama, terlihat area alun-alun yang ramai.
Mas Satya menjalankan mobilnya pelan. Berusaha mencari tempat parkir strategis yang tidak perlu berjalan terlalu jauh.
Seorang juru parkir mengarahkan mobil Mas Satya ke lahan kosong tepat di depan pintu masuk, yang baru saja ditinggalkan mobil sebelumnya.
“Kalau emang VIP tuh ya pasti dapat fasilitas utama ya, Pak Bupati?” celetukku.
KAMU SEDANG MEMBACA
The World Where You Exist
ChickLitTerus-terusan direcoki Papa agar bergabung mengurus perusahaan membuatku nekat merantau ke kabupaten dengan dalih merintis yayasan sosial yang berfokus pada pengembangan individu menjadi berguna bagi masa depannya. Lelah membujukku yang tidak mau be...