[E] 1.1 : SKETCH

36 16 0
                                    

Walau pun sudah bebas, namun perasaan was-was dan takut tetap menyelubungi benak Soyeon. Kini dia berada di sebuah rumah yang jauh dari kota tempat dia tinggal, sengaja untuk menyembunyikan diri.

Tangannya sedikit bergetar saat menggenggam benda pipih persegi yang layarnya sudah retak. Soyeon menyalin semua nomor telepon penting yang ada di ponselnya, karena setelah ini dia akan membuang ponselnya demi menghilangkan jejak. Dia takut jika dia mempertahankan nomornya, dia akan dilacak oleh pria misterius itu dan diculik lagi.

Untungnya, saat di perjalanan tadi, Soyeon sempat membeli ponsel dan nomor baru. Orang pertama yang dia hubungi adalah ibunya, Bibi Hoon. Soyeon mengetik pesan yang panjang pada ibunya.

Soyeon :
Ibu, ini aku.
Maaf, aku pergi. Ada sesuatu yang tidak bisa kujelaskan padamu, tapi kuharap kau mengerti. Kumohon jangan cari aku, ya? Dan jangan beritahu siapa pun kalau aku pergi. Ini demi kebaikan ibu juga.
Suatu hari, jika keadaan sudah aman dan memungkinkan aku akan kembali. Jaga diri ibu baik-baik sampai aku pulang, ya?
Aku sayang ibu.

Air mata mengalir di pipi Soyeon. Dia sama sekali tidak menginginkan ini terjadi, bahkan dia bingung ... dari sekian banyaknya orang yang kenal dengan Seulgi, kenapa harus dia yang diculik dan diintimidasi oleh pria misterius itu.

Namun, terlepas dari itu, Soyeon ingin melindungi Seulgi walaupun hubungan mereka tidak terlalu akur. Soyeon merasa pria misterius itu mencari Seulgi dengan niatan buruk.

Soyeon segera mencari selembar kertas dan pulpen. Hatinya tergerak untuk membantu Seulgi terhindar dari pria misterius itu. Dengan sedikit ingatannya tentang wajah pria itu, Soyeon menorehkan tinta pulpen dan menggambar sebuah sketsa wajah.

Beberapa kali Soyeon mencoba menggambarkan wajah yang dia ingat, hingga terbentuklah sebuah wajah pria berusia sekitar setengah abad dengan jenggot tipis dan rambut yang agak panjang. Ada satu hal yang menonjol di wajah pria itu yang Soyeon ingat, sebuah goresan yang melintang di mata kanannya.

Soyeon yakin, Seulgi akan segera mengenal pria yang berbahaya itu dengan melihat sisi goresan di mata. Soyeon langsung mengirim sketsa beserta surat peringatan pada Seulgi yang ditulisnya.

︻デ══一 •• ︻デ══一

Beberapa hari kemudian ....

Seperti hari sibuk biasanya restoran selalu ramai, terlebih saat jam makan siang tiba. Para pelayan berjalan ke sana kemari, mengantarkan pesanan para pelanggan. Aktivitas itu yang sering Seulgi lakukan setelah pulih dari cederanya.

Namun, ada yang aneh akhir-akhir ini. Seulgi tidak melihat keberadaan Soyeon atau pun Bibi Hoon, selaku bosnya. Padahal biasanya mereka sering mengawasi kerja para pegawai di dapur.

"Aneh sekali ... tapi tak apa lah! Aku bisa kerja lebih tenang tanpa omelan dari Medusa dan anaknya," gumam Seulgi melangkahkan kaki keluar dari dapur restoran.

Atensinya menyapu ke seluruh penjuru ruangan restoran, memastikan para pelanggan menikmati hidangan yang disuguhkan. Seulgi merasa cukup puas dengan kerjanya hari ini, semuanya lancar tanpa kendala dan tanpa omelan. Setidaknya hari ini Seulgi bekerja dengan ikhlas dan tanpa sumpah serapah dalam hati yang biasa ia lakukan saat diomeli oleh Bibi Hoon.

Lalu kemudian, seorang wanita paruh baya masuk ke dalam restoran dengan senyuman teduh di wajahnya. Ia menyapa Seulgi yang kala itu sedang berdiri di dekat kasir.

"Halo, pegawaiku yang cantik!"

"Hai, Bibi Na!" seru Seulgi tersenyum, "tumben sekali kau datang ke sini, ada apa?"

"Aku hanya ingin melihat keadaan restoran, karena setelah ini aku yang pegang restoran ini sepenuhnya."

Kerutan di kening Seulgi terlihat jelas. "Maksudnya?" tanya Seulgi bingung.

"Bibi Hoon, dia pindah ke luar negeri."

"Aneh sekali ... kenapa tiba-tiba?"

Bibi Na mengangkat bahunya, helaan napas terdengar halus. "Aku tidak tahu. Dia tiba-tiba saja bilang akan pindah ke luar negeri, dan menyerahkan restoran ini padaku."

"Soyeon juga pindah?"

Wanita paruh baya itu mengangguk. "Mungkin mereka ingin merasakan hidup baru, dulu Soyeon berkeinginan tinggal di luar negeri, 'kan?"

"Tapi ini aneh sekali, Bibi Na. Jika Bibi Hoon menyerahkan restoran ini padamu, seharusnya dia berpamitan kepada semua pegawainya di sini. Setidaknya berikan salam terakhir."

Apa yang diucapkan Seulgi terdengar benar bagi Bibi Na. Ia juga terheran dengan kepindahan saudarinya itu yang mendadak. Bahkan alasan yang diberikan pun tidak terlalu jelas.

"Ya ... mungkin dia terburu-buru."

Seulgi menghela panjang sembari menatap Bibi Na. "Ya sudahlah. Setidaknya bosku tidak segalak dulu," ucapnya terkekeh.

"Memangnya Bibi Hoon segalak itu padamu?"

"Iya! Sangat galak! Seakan setiap apa yang kulakukan salah di matanya!"

"Kalau gitu, mulai saat ini kau harus lebih semangat bekerja! Oke?"

Senyuman teduh terukir di wajah Bibi Na yang membuat Seulgi merasa sedikit nyaman. Seulgi merasa, hanya Bibi Na lah bos yang paling baik.

︻デ══一 •• ︻デ══一

Malam tiba, Seulgi pulang ke rumah dengan gontai. Hari ini restoran sangat ramai hingga membuat dia sedikit kewalahan.

Ia berjalan dengan gontai ke kamarnya, lalu merebahkan diri ke kasurnya yang empuk.

"Haaa .... Nyaman sekali!" ucapnya membenamkan wajah ke bantal. Lalu tiba-tiba seseorang muncul di daun pintu kamarnya.

"Seul."

"Hm?"

"Ada surat untukmu."

Seulgi menoleh dan melihat Taehyung berdiri di pintu kamarnya. "Dari siapa?"

Taehyung mengangkat bahu, kemudian menjawab, "entahlah ... tidak ada tulisannya. Hanya ada tulisan 'Untuk Seulgi', begitu."

Wanita itu menerima surat itu lalu kembali merebahkan diri ke kasur. "Oh ... makasih."

Dia tidak tertarik membuka surat dan membaca isinya. Seulgi terlalu lelah hanya untuk merobek amplop dan membaca surat.

«○●○»

To be continued ....

EAGLET - KSG [M]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ