Where are we?

415 46 6
                                    

Hi!

Selamat membaca!

(Buruan dibaca ya. Sebelum dihapus)

***
Aku masih ingin seperti ini." Servian melingkarkan tangannya di pinggang Renatta.

Renatta memejamkan matanya. Ia geli. Ia merasa Servian sedang menggodanya saat ini. Apa pria itu mengalami masalah pada otaknya hingga bisa berubah seperti ini? Sambil menghindari tatapan Servian, Renatta melihat ke sekeliling.

Jadi... bagaimana bisa semua ini terjadi?

Kedua orang tua Renatta dan Servian saling mengenal. Mereka cukup dekat karena berteman sejak duduk di bangku kuliah. Servian yang kala itu gagal dalam percintaannya akibat diselingkuhi oleh kekasihnya, dijodohkan dengan Renatta. Beberapa kali Servian menolak. Bahkan ia tak hadir dalam pertemuan kencan butanya dengan Renatta. Ia juga tak mau menghubungi Renatta, membuat gadis itu menunggu selama berjam-jam di restoran.

Karena ibunya terlalu keras ingin dirinya menikah dengan Renatta, ibunya jatuh sakit. Selama seminggu beliau dirawat di rumah sakit dan membuat Servian panik. Tanpa disangka, sang ibu masih ingat dengan keinginannya. Akhirnya, Servian mau tidak mau menikah dengan Renatta.

Mereka tidak menikah dengan cinta. Bahkan Servian tak ingin memberikan harapan pada Renatta. Dan berpikir untuk menceraikan gadis itu suatu saat. Ia hanya lelah dengan hubungan pria wanita yang penuh kepalsuan. Ia tidak mau lagi berada dalam hubungan yang penuh kebohongan.

Setiap harinya, Servian berangkat bekerja seperti biasa. Renatta juga. Ia akan mengendarai kendaraan umum tanpa meminta Servian mengantarnya. Dan itu membuat Servian lega. Mereka tinggal di dalam rumah yang sama seperti tanpa ikatan.

Renatta tak banyak bicara. Wanita itu lebih tahu diri dari yang Servian kira. Ini bagus karena artinya Servian tak perlu menjelaskan banyak hal. Renatta juga mau melakukan pekerjaan rumah. Tapi Servian tak menyuruhnya. Servian juga tak melarangnya.

Ia pikir, dalam 2 tahun ke depan... mungkin ia akan menceraikan Renatta baik-baik.

"A-aku..."

Servian tersadar dan melepaskan tangannya dari pinggang Renatta.

"Maaf."

"Tidak apa-apa. A-anu, aku harus turun karena ada pekerjaan. Panggil aku jika kau butuh sesuatu."

Servian hanya mengangguk. Betapa bodohnya ia. Ia masih berpikir sekarang ia sedang berada di alam mimpi. Tapi mimpi itu benar-benar menguras emosinya. Ia juga merasa sangat sakit hingga rasanya ia ingin mati saja. Melihat Renatta menghembuskan napas terakhirnya di pelukannya membuat sekujur tubuhnya perih.

Servian beranjak dari ranjangnya. Ia duduk di sofa dan memungut buku novel yang ada di atas meja. Cukup lama dia pandangi buku itu. Bisa-bisanya hanya karena sebuah buku roman picisan begini... ia terlihat menyedihkan di depan Renatta. Gadis itu pasti akan berpikir bahwa Servian orang yang aneh.

Ia tidak bisa mengendalikan tubuhnya untuk memeluk Renatta. Ia takut sekali tadi. Dan rasanya langsung lega begitu melihat wajahnya.

"Sepertinya akal sehatku memang hilang."

Karena lembur selama beberapa hari, Servian tidak makan dan tidur dengan benar. Ia pulang dalam keadaan demam beberapa hari yang lalu. Buku ini ia baca sebelum tubuhnya ambruk hingga ia harus istirahat selama beberapa hari.

The Duke's Little BirdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang